2024-03-28T17:37:12Z
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/oai
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/18915
2018-02-05T02:38:36Z
SABUA:ART
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/18916
2018-02-05T02:38:36Z
SABUA:ART
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/18917
2018-02-05T02:38:36Z
SABUA:ART
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/18918
2018-02-05T02:38:36Z
SABUA:ART
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/18919
2018-02-05T03:23:17Z
SABUA:ART
PENGARUH FAKTOR PEMBENTUK RUANG PADA TIPOLOGI RUANG LUAR DI KAMPUNG NOTOYUDAN RW 25 DAN KAMPUNG PAKUNCEN RW 8, KOTA YOGYAKARTA
Delfiati, Sriana
Bawole, Paulus
Kampung Notoyudan RW 25 dan kampung Pakuncen RW 8 adalah Kampung padat penduduk yang terletak di pusat kota Yogyakarta. Kedua Kampung ini saling berhadapan di sepanjang tepi sungai Winongo. Banyak warga dari kedua Kampung memanfaatkan ruang luar sebagai ruang alternatif untuk kegiatan keluarga dan pekerjaan. Makalah ini membahas hasil penelitian tentang tipologi ruang terbuka dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Kampong Notoyudan di RW 25 dan Kampong Pakuncen di RW 8. Diskusi tentang kampung terkait dengan tipologi ruang terbuka dan permukiman perkotaan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif untuk mendapatkan gambaran atau gambaran faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan ruang luar. Pendekatan kuantitatif juga dilakukan dengan mengukur ruang terbuka agar bisa tipologi ruang terbuka di kedua Kampung. Dalam mengidentifikasi penduduk pemukiman Kampung faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain: faktor sosial dan ekonomi masyarakat. Sedangkan faktor yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi karakteristik fisik hunian adalah masalah hunian, ruang terbuka yang ada, bangunan dan kepemilikan rumah dan fasilitas di dalam Kampung. Hasil diskusi menunjukkan bahwa tipologi dasar ruang terbuka di Notoyudan RW 25 dan desa Pakuncen RW 8 memiliki pola linier. Dari bentuk dasarnya ada beberapa bentuk / pola yang berbeda yang ditemukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan ruang terbuka di kedua desa adalah faktor hunian, topografi dan aktivitas penghuni.Â
Universitas Sam Ratulangi
2018-02-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/18919
10.35793/sabua.v8i3.18919
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 8 No. 3 (2017): sabua; 1-10
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/18919/18468
Copyright (c) 2018 SABUA
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/18920
2018-02-05T03:23:17Z
SABUA:ART
OPTIMALISASI KOMPOSISI PRODUKSI TIPE RUMAH UNTUK MENCAPAI KONSEP HUNIAN BERIMBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIMPLEK (Studi Kasus: Perumahan “X†Di Jatimulia, Bekasi)
Nazir, Ima Rachima
Dian, Maulina
Gabe, Rossa Turpuk
Konsep hunian berimbang merupakan konsep dalam ilmu perencanaan kota sebagai upaya mencapai keseimbangan sosial antar masyarakat. Keberagaman kondisi masyarakat seperti status sosial, profesi, maupun tingkat ekonomi dalam satu lingkungan hunian akan mewujudkan keharmonisan antar masyarakat. Selain itu, konsep hunian berimbang dimaksudkan sebagai strategi menyediakan rumah bagi masyarakat berpendapat rendah. Dalam pelaksanaannya, konsep ini perlu mempertimbangkan komposisi tiap tipe rumah yang akan diproduksi agar layak diterapkan oleh pengembang. Dalam menentukan komposisi ini pengembang perlu mempertimbangkan batasan yang ada antara lain daya beli dan minat beli masyarakat, luas lahan, biaya produksi serta komposisi berimbang 1:2:3 (1 rumah mewah : 2 rumah menengah : rumah sederhana) serta komposisi berimbang 1:1 (1 rumah menengah : 1 rumah sederhana ) sesuai denganPermenpera Nomor 10 Tahun 2012, yang salah satu tujuannya adalah mewujudkan subsidi silang bagi tipe rumah sederhana. Kajian ini berupaya memperoleh komposisi produksi tipe rumah yang paling optimal, yang dapat memberikan keuntungan yang maksimum. Studi kasus yang digunakan dalam kajian ini adalah Perumahan yang terletak di Jatimulia, Bekasi. Pencarian komposisi optimasi diperoleh melalui Metode Simplek. Dari hasil optimasi diperoleh komposisi masing-masing tiap tipe rumah untuk komposisi 1:2:3 adalah tipe mewah 200/400 sebanyak 80 unit, tipe menengah 132/112 159unit, tipe sederhana 36/72 sebanyak 239 unit dengan keuntungan maksimal Rp. 338.923.800.000,- sedangkan untuk komposisi 1:1 adalah tipe komersil (132/112) 372 unit, tipe sederhana (36/72) 372 unit dengan keuntungan Rp. 301.901.400.000,-. Temuan dari kajian ini dapat dijadikan pertimbangan pemerintah dalam menetapkan komposisi produksi untuk mencapai hunian yang berimbang bagi pengembang serta tercapainya subsidi silang bagi rumah tipe sederhana.Â
Universitas Sam Ratulangi
2018-02-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/18920
10.35793/sabua.v8i3.18920
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 8 No. 3 (2017): sabua; 11-19
2828-6324
2085-7020
Copyright (c) 2018 SABUA
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/18921
2018-02-05T03:23:17Z
SABUA:ART
PENGARUH PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PENGURANGAN DAMPAK KERENTANAN BENCANA ALAM DAN EKONOMI DI PEDESAAN (Studi Kasus: Pembangunan Gubug Guyub, Gereja Katolik St. Theresia Lisieux Paroki Boro, Desa Banjarasri, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, D.I Yogyakarta)
Utama, Yusak Senja
Bawole, Paulus
Gereja Katolik St. Theresia Lisieux Paroki Boro merupakan salah satu gereja Katolik yang berada di dalam wilayah administratif Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Wilayah pelayanan Paroki Boro berada pada kawasan pedesaan dengan masyarakat yang bergantung dengan keadaan alamnya. Tanah dan air digunakan sebagai salah satu alat produksi untuk menyukupi kebutuhan hidup. Sementara itu pada kawasan pedesaan ini terjadi kerentanan terhadap bencana alam dan kemiskinan. Pembangunan berbasis masyarakat melalui proses serial workshop pembangunan balai komunitas diselenggarakan oleh Paroki Boro dan difasilitatori oleh lembaga swadaya masyarakat Arkom Jogja yang bekerja sama dengan Bambu Bos untuk mengurangi dampak kerantanan bencana alam dan ekonomi umat. Oleh karena itu akan dilihat pengaruh pembangunan berbasis masyarakat terhadap pengurangan dampak kerentanan bencana alam dan kekeringan serta kemiskinan di pedesan. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan observasi lapangan dan wawancara mendalam untuk melihat fakta yang terjadi di lapangan. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk cross check data dan melengkapi jika ada kekurangan. Penelitian ini menemukan pengaruh kegiatan pembangunan berbasis masyarakat dapat meningkatkan kesadaran potensi dan masalah masyarakat, muncul kemauan untuk berpartisipasi, dan terbentuk lembaga untuk melakukan usaha demi perbaikan kualitas hidup.Â
Universitas Sam Ratulangi
2018-02-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/18921
10.35793/sabua.v8i3.18921
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 8 No. 3 (2017): sabua; 20-31
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/18921/18469
Copyright (c) 2018 SABUA
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/18922
2018-02-05T03:23:17Z
SABUA:ART
REKAYASA LANSEKAP UNTUK PENANGANAN BANJIR (Studi Kasus: Bukit Duri, Kampung Pulo, Kampung Melayu dan Kali Bata Jakarta)
Purwono, Rudi
Mustika, Lely
Banjir merupakan permasalahan yang rutin untuk DKI Jakarta, salah satu penyebabnya adalah meluapnya air Sungai Ciliwung. Pada kondisi normal tinggi muka air 0.5-2 m, dengan debit 5-60 m3/detik. Pada waktu tertentu di musim penghujan di hulu, aliran yang dibawanya ≥250 m3/detik, ditambah dengan intensitas hujan >100 mm dan berdurasi >1 jam di wilayah Jakarta, menyebabkan muka air sungai naik menjadi ±3-4 m, yang merendam bantaran sungai di Kali Bata, Kampung Melayu, Kampung Pulo, dan Bukit Duri. Bantaran sungai menjadi tempat perdagangan, permukiman, bengkel funitur, dsb, kurangnya vegetasi dan Ruang Terbuka Hijau, KDB rata-rata 95% dan menyempitnya sungai menjadi ±16-20 m, dengan kedalaman ±1 meter. Berdasarkan hal tersebut dilakukan kajian analisis dimensi sungai untuk mengalirkan debit sungai dari hulu dan debit larian, dengan asumsi lebar sungai 16-70 m, kedalaman 2-3 m, tinggi tanggul 1 m. Hasil analisis lebar sungai 50-70 m, pada debit 600 m3/detik dan RTH 50% dari wilayah tangkapan, terjadi kondisi muka air -0.50 m dari tanggul, untuk itu konsep Rekayasa Lanskap sungai dibuat lebar 50-70 m, kedalaman 3 m, tinggi tanggul 1 m, dengan sempadan ±10-25 m untuk wilayah perkotaan, dan ≥50 m untuk wilayah hulu. Vegetasi peneduh, pelindung dan penutup tanah, dipilih untuk mengurangi erosi, longsor, dan menurunkan aliran permukaan, dan material dibuat dari batu kali sebagai penjaga ekosistem sungai.Â
Universitas Sam Ratulangi
2018-02-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/18922
10.35793/sabua.v8i3.18922
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 8 No. 3 (2017): sabua; 32-39
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/18922/18470
Copyright (c) 2018 SABUA
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31720
2021-01-07T12:11:30Z
SABUA:ART
Mitigasi Risiko Bencana Banjir di Kota Makassar
Bongi, Anastasia
Rogi, Octavianus H.A
Sela, Rieneke L.E
Indonesia merupakan negara yang sering terjadi bencana di mana salah satunya bencana banjir dan salah satu wilayah yang rawan bencana banjir adalah Kota Makassar (BNPB, 2016). Berdasarkan BMKG Kota Makassar kriteria curah hujan Kota Makassar dikategorikan sangat lebat. Secara geomorfologi Makassar merupakan daerah resapan dengan kerucut gunung api yang mengelilingi dan memanjang di sepanjang jalur utara-selatan melewati puncak Gunung Lompobatang, sehingga daerah Makassar mempunyai potensi air tanah yang besar. Kota Makassar tidak lepas dari permasalahan banjir. Kurangnya area penghijauan serta area rawa yang sebagai tempat penampungan air hujan sudah berubah ahli fungsi lahan menjadi area perumahan, perdagangan dan jasa. Terkadang pembangunan yang dilakukan memberikan dampak yang merugikan, salah satunya menimbulkan dampak banjir. Mitigasi yang dilakukan di Kota Makassar belum cukup tanggap terhadap bencana banjir karena masih cukup banyak kerugian akibat bencana tersebut, maka dari itu diperlukan mitigasi terkait kebijakan agar dapat mengurangi risiko (kerugian) pada saat terjadi bencana. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat risiko bencana banjir berdasarkan 3 aspek (ancaman, kerentanan, kapasitas) dan merumuskan kebijakan mitigasi risiko bencana banjir berdasarkan aspek tingkat risiko. Penelitian ini menggunakan analisis dengan metode penelitian kuantitaif dengan pendekatan deskriptif. Analisis dilakukan berdasarkan PERKA BNPB No. 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Hasil penelitian ini yaitu didapatkan 133 kelurahan tingkat risiko tinggi, 4 kelurahan tingkat risiko sedang dan 2 kelurahan tingkat risiko rendah. Perumusan kebijakan dilakukan berdasarkan tingkat risiko dengan memeprhatikan kontributor utamanya (kerentanan) yang di bagi pada masing-masing kelurahan.KATA KUNCI: Mitigasi, Bencana Banjir, Tingkat RisikoIndonesia is a country with frequent disasters, one of which is flood disaster and one of the areas prone to flooding is Makassar City (BNPB, 2016). Based on the BMKG Makassar City, the rainfall criteria for Makassar City are categorized as very heavy. Geomorphologically, Makassar is a catchment area with volcanic cones that surround and extend along the north-south route past the summit of Mount Lompobatang, so that the Makassar area has great groundwater potential. Makassar City cannot be separated from flood problems. The lack of greening areas and swamp areas that serve as rainwater reservoirs have turned land function experts into housing, trade and service areas. Sometimes the construction carried out has an adverse impact, one of which is the impact of flooding. Mitigation carried out in Makassar City is not sufficiently responsive to flood disasters because there are still quite a lot of losses due to the disaster, therefore mitigation is needed related to policies in order to reduce risks (losses) when a disaster occurs. The purpose of this research is to analyze the level of flood risk based on 3 aspects (threat, vulnerability, capacity) and formulate a flood disaster risk mitigation policy based on the risk level aspect. This research uses analysis with quantitative research methods with a descriptive approach. The analysis was carried out based on PERKA BNPB No. 02 of 2012 concerning General Guidelines for Disaster Risk Assessment. The results of this study were 133 high-risk sub-districts, 4 medium-risk sub-districts and 2 low-risk sub-districts. The formulation of policies is carried out based on the level of risk by taking into account the main contributor (vulnerability) which is divided into each sub-district.Keyword: Mitigation, Flood Disaster, Risk Level
Universitas Sam Ratulangi
2020-05-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31720
10.35793/sabua.v9i1.31720
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 1 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 1-12
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31720/30270
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31721
2021-01-07T12:00:35Z
SABUA:ART
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31722
2021-01-07T12:11:30Z
SABUA:ART
Analisis Perkembangan Fisik Perkotaan Berbasis GIS di Kabupaten Minahasa Utara
Manumpil, Gabriela Fabiola
Tondobala, Linda
Takumansang, Esly
Perkembangan dan pertumbuhan suatu kota dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor kependudukan dan interaksi antara kota dengan kota lainnya dalam lingkup wilayah maupun luar wilayah suatu daerah. Perkembangan dan pertumbuhan faktor tersebut menjadi pemicu berkembangnya wilayah yang berdampak terhadap terjadinya penggunaan lahan dan perubahan fisik. Salah satu fenomena yang menandai perkembangan fisik kota adalah ekspansi daerah terbangun pada daerah non terbangun. Fenomena ini juga dapat dilihat pada Kabupaten Minahasa Utara. Kabupaten Minahasa Utara memiliki 4 Wilayah perkotaan yaitu di daerah Kecamatan Kalawat, Kecamatan Airmadidi sebagai pusat kota dan Kecamatan Kauditan dan Kecamatan Kema. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengidentifikasi perkembangan fisik yang terjadi pada wilayah perkotaan di Kabupaten Minahasa Utara pada tahun 2011 & 2019; 2) menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan wilayah perkotaan di Kabupaten Minahasa Utara. Penelitian ini dilakukan dengan 2 metode analisis yaitu pada tujuan pertama menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan analisa spasial dan menggunakan software Arcgis 10.3 dan tujuan kedua dengan metode deskripstif. Berdasarkan hasil penelitan, perkembangan terjadi pada 4 kecamatan yaitu Kecamatan Kalawat, Airmadidi, Kauditan dan Kema cenderung mengalami perkembangan secara horizontal. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan, berbeda di tiap kecamatan seperti adanya faktor kebijakan strategis terkait perekembangan, keadaan geografis, fungsi kota yang menjadi daya tarik masyarakat. Kata kunci: Perkembangan Fisik Perkotaan, Faktor-faktor perkembangan
Universitas Sam Ratulangi
2020-05-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31722
10.35793/sabua.v9i1.31722
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 1 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 19-31
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31722/30272
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31723
2021-01-07T12:11:30Z
SABUA:ART
Feasibility Study Pembangunan Rumah Kost di Kota Manado
Suriandjo, Hendrik S
Banyaknya pekerja yang datang ke Kota Manado mengakibatkan tingginya kebutuhan akan hunian. Ini dikarenakan pekerja yang datang bekerja di Kota Manado ada yang berasal dari luar Manado seperti dari Minahasa, Minahasa Selatan, Bitung, dan dari Kabupaten dan Kota lainnya. Permukiman dan atau hunian khusus untuk pekerja masih kurang keberadaannya di Kota Manado. Disamping itu setiap tempat kerja kadang tidak menyiapkan mess khusus untuk karyawannya. Melihat fenomena tersebut kebutuhan akan rumah kost ini amat dibutuhkan pada saat sekarang ini. Tujuan penelitian ini untuk menemukan layak tidaknya pembangunan rumah kost dari sisi ekonomis dan finansial. Penelitian dilaksanakan di kota Manado tepatnya di Kelurahan Ranotana Weru, dengan menggunakan quantitative methods lewat rumus NPV, IRR, B/C dan Payback Period, untuk mendapatkan kelayakan rumah kost ini. Hasil penelitian menemukan NPV > 0, IRR > tingkat bunga yang berlaku (10%), B/C ratio lebih dari satu dan sepuluh tahun adalah Payback Period rumah kost ini. Kata Kunci : hunian; rumah kost; kelayakan.
Universitas Sam Ratulangi
2020-05-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31723
10.35793/sabua.v9i1.31723
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 1 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 32-39
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31723/30273
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31724
2021-01-07T12:11:30Z
SABUA:ART
Analisis Tipologi Wilayah Peri-Urban Di Kecamatan Mandolang
Tiwang, Juve
Warouw, Fela
Supardjo, Surijadi
Kecamatan Mandolang merupakan salah satu wilayah peri-urban Kota Manado yang mengalami banyak perubahan fisik oleh karena pengaruh perkotaan yang sangat kuat. Penelitian tentang tipologi wilayah peri-urban bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik fisik, sosial dan ekonomi dari Kecamatan Mandolang. Untuk menentukan klasifikasi tipologi wilayah peri-urban dilakukan dengan analisis skoring yang dilanjutkan dengan overlay peta untuk mendapatkan sebaran tipologi kedesaan – kekotaan pada Kecamata Mandolang. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kecamatan Mandolang memiliki karakteristik peri-urban sekunder dan rural peri-urban. Terdapat 11 desa di Kecamatan Mandolang yang termasuk dalam klasifikasi peri-urban sekunder yaitu Kalasey Satu, Kalasey Dua, Tateli Satu, Tateli Dua, Tateli Tiga, Tateli, Tateli Weru, Koha, Koha Barat, Koha Selatan, Agotey. Sementara karakteristik rural periurban hanya ditemukan pada desa Koha Timur. Kata kunci: Tipologi; peri urban;karakteristik;Kecamatan Mandolang.
Universitas Sam Ratulangi
2020-05-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31724
10.35793/sabua.v9i1.31724
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 1 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 40-48
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31724/30274
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31725
2021-01-07T12:11:30Z
SABUA:ART
Pengaruh Eksistensi UNSRAT dan Perkembangan Kota Manado Terhadap Permukiman di Sekitar Kampus
Londah, Rico
The capital of the province of North Sulawesi, Manado City is classified as a middle city, in terms of population. The city of Manado has become a destination city for the inhabitants of the surrounding area in fulfilling the necessities of life, both work, education, and health. Sam Ratulangi University (UNSRAT) Manado, is the largest campus in the city of Manado. Related to this problem, there are two problems identified as follows: The existence of the UNSRAT Campus brings benefits to the surrounding community, this causes the development of the environment around the campus to be out of control. Furthermore, due to the development of the campus, population growth and surrounding settlements are growing rapidly, this condition causes the environment to become less beautiful. The method used is a qualitative descriptive method. The data used in this study are primary and secondary data. Primary data collection is carried out through: Direct observation /observation, interviews with research resource persons, mapping the area and running a questionnaire. Secondary data obtained through agencies include sub-district and kelurahan maps, and micro maps (map of research locations and maps of existing buildings and areas). The research area is divided into four sections namely North, East, South and West Site. There are several aspects that become the focus of this research, those aspects are the Housing Settlement Aspect; Generally, the surrounding population is affected by the existence of the UNSRAT campus itself, but there are also those who have reasons: close to the workplace, close to children's education facilities, a comfortable environment. For the residential aspect, boarding houses thrive with additional patterns: rooms, new buildings, and dormitory construction. Infrastructure Aspects and Environmental Infrastructure; has complete infrastructure such as electricity networks, clean water, roads, sidewalks, landfills. Having supporting facilities, both on campus and outside campus such as health facilities, worship facilities, primary and secondary education facilities, sports facilities and other facilities. Legal Aspects and Area Management; The average land ownership is already certified, although it has not yet taken into account the building boundary factors. Socio-Economic Aspects; In the study site has 1116 boarding houses with a pattern of growing houses, and dozens of Student Dorms. Citizenship Services Business is a positive thing felt by the people around the existence of the UNSRAT Campus. The existence of the UNSRAT Campus brings benefits to the surrounding community, this has caused the development of the environment around the campus to be out of control. This can be seen by the mushrooming of boarding houses and businesses around the residents. Residents of boarding rooms are no longer dominated by students, but also has been inhabited by various groups. The mushrooming of boarding houses and student dormitories, responded by residents of the settlement as a business opportunity. Criminal cases that occur in the campus environment are a bad influence of the residential environment on the UNSRAT campus, and try to be overcome by the UNSRAT by building a parapet around the campus. Keywords: Manado City, UNSRAT, Settlements Around the Campus
Universitas Sam Ratulangi
2020-05-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31725
10.35793/sabua.v9i1.31725
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 1 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 49-58
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31725/30275
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31726
2021-01-17T23:59:01Z
SABUA:ART
Kajian Kondisi Lanskap Pegunungan
Purwono, Rudi
Mustika, Lely
Lanskap alam berupa gunung dan pegunungan adalah kenampakan alam yang indah, oleh sebab itu akan menjadi tujuan wisata dan tempat yang dicari oleh masyarakat untuk dijadikan kawasan wisata, tempat tinggal, dan aktifitas lainnya oleh sebab itu tak heran masyarakat semakin meningkatkan intensitas pembangunan di lereng gunung dan di punggung gunung, dari citra satelit google earth terlihat bahwa kenampakan hutan alamiah di sejumlah gunung dan perbukitan sudah mulai rusak, hanya berkisar 15% yang masih alamiah, ditambah pembangunan dilakukan hanya menyisakan sedikit resapan, sehingga air tidak dapat meresap ke dalam tanah, hal ini yang menimbulkan banjir, tanah longsor, air bah, susahnya air tanah, intrusi air laut dan kenaikan suhu kawasan, oleh sebab itu berdasarkan rumus debit sangat jelas bahwa luas lahan dan coeefisien limpasan adalah indikator yang harus diperhatikan, dari pembahasan dapat dilihat bahwa lanskap pegunungan dengan hutan alamiahnya harus dipertahankan dan tidak boleh ada lagi pengrusakan atau perambahan, ataupun alih fungsi kawasan hutan, sedangkan untuk kawasan punggung dan keliling punggung gunung pembangunan dan penutupan lahan tidak boleh melebihi 20%, dan sisanya adalah hutan buatan ataupun hutan tanaman industri sedangkan untuk kawasan penyangga, kawasan terbangun dan penutupan lahan maksimal 60% dan 40% adalah murni berupa tanah dan tumbuhan untuk resapan air sebagai ruang terbuka hijau. Kata Kunci: lanskap pegunungan, hutan alamiah, kawasan terbangun, penutupan lahan
Universitas Sam Ratulangi
2020-05-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31726
10.35793/sabua.v9i1.31726
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 1 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 59-69
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31726/30276
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31728
2021-01-07T12:11:31Z
SABUA:ART
Pengembangan Kawasan Pariwisata Alam di Kecamatan Motoling dan Motoling Barat
Bella, Tirsani
Egam, Pingkan P
Siregar, Frits O.P
AbstrakObjek wisata di Kecamatan Motoling dan Motoling Barat memiliki daya tarik tersendiri seperti objek wisata air mujizat Lalumpe, air terjun Lalumpe, dan air terjun Toyopon. Objek-objek tersebut tidak dikembangkan sehingga tampil apa adanya. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kurang berkembangnya objek wisata dan mengetahui strategi pengembangan apa yang perlu dilakukan pengelola dalam pengembangan di objek wisata tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, untuk mengukur ifas dan efas menggunakan metode pengukuran analisis SWOT dan analisis distribusi frekuensi dengan bantuan software SPSS, dan ArcGIS dalam pemetaan. Hasil menunjukkan bahwa fasilitas umum yang masih kurang dan perlu adanya lahan parkir memadai yang membuat ketiga objek wisata tidak berkembang juga rencana jalan sepanjang 294m untuk air mujizat, 1029m untuk air terjun Lalumpe, 511m untuk air terjun Toyopon dan rencana jalan penghubung sepanjang 7303m atau 7km. Dari hasil analisis SWOT ketiga objek wisata masuk di kuadran I, kuadran ini menempatkan posisi usaha sangat menguntungkan. Strategi yang dapat dilakukan adalah strategi agresif atau strategi pertumbuhan (Growth Strategy). Dari hasil perhitungan kategorisasi Ifas dan efas program prioritas utama ketiga objek wisata berpusat pada pengembangan spot-spot tempat berfoto serta tambahan jaringan listrik di objek wisata. Kata kunci: Pengembangan, Pariwisata Alam, SWOT, Motoling, Motoling BaratAbstractTourist attractions in Motoling and Motoling Barat Districts have their own specialties such as the Lalumpe miracle water tourist attraction, Lalumpe waterfall, and Toyopon waterfall. These objects are not developed so that they appear as they are. The research objective is to identify the factors that cause the underdevelopment of tourist objects and to find out what development strategies the manager needs to do in developing these attractions. This research used quantitative descriptive method, to measure ifas and efas using SWOT analysis measurement method and frequency distribution analysis with the help of SPSS software, and ArcGIS in mapping. The results show that public facilities are still lacking and there is a need for adequate parking which makes the three tourist objects not developing as well as a 294m long road plan for miracle water, 1029m for Lalumpe waterfall, 511m for Toyopon waterfall and a connecting road plan of 7303m or 7km. From the results of the SWOT analysis, the three tourist objects are included in quadrant I, this quadrant puts a very profitable business position. Strategies that can be used are aggressive strategies or growth strategies. From the calculation results of Ifas categorization and efas, the three main priority programs are centered on developing photo spots as well as additional electricity networks at tourist attractions. Keyword: Development, Nature Tourism, SWOT, Motoling, Motoling Barat
Universitas Sam Ratulangi
2020-05-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31728
10.35793/sabua.v9i1.31728
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 1 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 70-81
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31728/30277
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31729
2021-01-07T12:11:31Z
SABUA:ART
Analisis Kebijakan Transportasi Kota Tomohon Berdasarkan Pola Pergerakan Masyarakat Sebagai Indikator Struktur Ruang Kota
Palindang, Winda
Rogi, Octavianus H.A
Van Rate, Johannes
Melalui penelitian tahun 2017, Norlyvia Jaya Toding P1 , Octavianus H.A. Rogi², & Raymond Ch Tarore3, “Komparasi Struktur Ruang Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu Berdasarkan Distribusi dan Profil Densitas†peneliti telah mencoba mengidentifikasikan tipe struktur spasial kota Tomohon yang ditelusuri melalui pendekatan densitas statis dengan indikator distribusi dan profil densitas yang menunjukan tendensi struktur spasial yang polisentris. Hal ini masih perlu diverifikasi atau validasi lagi melalui penelusuran berdasarkan densitas dinamis, Dari pernyataan ini lah peneliti ingin meneliti tentang densitas “dinamis†pada Kota Tomohon melalui indikator pola pergerakan harian. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi pola struktur spasial kota Tomohon berdasarkan parameter pola pergerakan harian masyarakat serta Mengelaborasi opsi tipe kebijakan sistem trasnportasi yang kompatibel dengan pola struktur spasial kota yang teridentifikasi. Metode yang digunakan secara khusus ialah teknik kuantifikasi dan tabulasi untuk pengembangan “matriks asal-tujuan (Origin Destination Survey) dengan format kuesioner atau wawancara terstruktur, serta visualisasi matriks asal- tujuan tersebut dalam wujud peta pola perjalanan harian yang juga sering disebut dengan peta “desire lineâ€. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu; (1) Berdasarkan hasil analisa pola pergerakan masyarakat sebagai indikator struktur ruang kota, yang terepresentasikan pada desire line map struktur spasial Kota Tomohon dapat dikategorikan sebagai struktur polisentris. (2) berdasarkan Struktur Ruang Kota Tomohon yang berciri Polisentris, kebijakan yang perlu dipertimbangkan mencakup :Penyiapan jalur transportasi publik yang menghubungkan pusat-pusat pelayanan sekunder / lokal dengan titik-titik terminal transit pada segmen pusat- pusat pelayanan primer kota,Penguatan daya dukung pusat-pusat pelayanan lokal yang dapat menjadi alternative tujuan perjalanan selain pusat pelayanan primer, Peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur jaringan jalan yang memfasilitasi pergerakan mobiltas interkoneksi serta pergerakan antar zona peri urban atau antar pusat- pusat pelayanan lokal / sekunder secara langsung melalui peningkatan kapasitas dan kualitas jalur-jalur jalan lingkar kota. Kata kunci: Struktur Spasial,Transportasi, Pola Pergerakan Harian, Origin Destination Survey
Universitas Sam Ratulangi
2020-05-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31729
10.35793/sabua.v9i1.31729
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 1 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 82-93
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31729/30278
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31731
2021-01-05T14:34:42Z
SABUA:ART
Dampak Keterkenalan Objek Wisata Terhadap Perubahan Guna Lahan di Kota Tomohon
Mengko, Allfia Esterlita
Kumurur, Veronica A
Suryono, Suryono
Kota Tomohon memiliki kondisi karakteristik wilayah yang spesifik sehingga terdapat banyak objek wisata yang terkenal serta adanya pembangunan tempat-tempat wisata baru. Hal ini telah mempengaruhi perubahan guna lahan seperti lahan kosong menjadi lahan terbangun berupa sarana penunjang pariwisata. Tujuan penelitian ini mengukur tingkat keterkenalan objek wisata di Kota Tomohon dan menganalisis dampak keterkenalan objek wisata terhadap perubahan guna lahan di Kota Tomohon. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis formula milgram dengan kuesioner dan analisis spasial dengan menggunakan aplikasi ArcGIS. Berdasarkan hasil analisis maka tingkat keterkenalan objek wisata pertama bukit doa dengan perubahan guna lahan 31%, kedua danau linow dengan perubahan guna lahan 31%, ketiga welu dengan perubahan guna lahan 12%, keempat kaisanti dengan perubahan guna lahan 11%, kelima valentine dengan perubahan guna lahan 6%, keenam puncak tintingon dengan perubahan guna lahan 9%. Sehingga disimpulkan semakin tinggi nilai keterkenalan suatu objek wisata maka perubahan guna lahan pada kawasan sekitar objek wisata tersebut semakin bertambah dengan adanya perubahan guna lahan dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun. Perubahan penggunaan lahan juga tidak hanya di pengaruhi oleh keterkenalan objek wisata tetapi juga terjadi karena adanya pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat sehingga permintaan akan lahan permukiman bertambah. Kata kunci: Keterkenalan, Objek Wisata, Perubahan Guna Lahan
Universitas Sam Ratulangi
2020-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31731
10.35793/sabua.v9i2.31731
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 2 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 94-104
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31731/30279
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31732
2021-01-05T14:38:05Z
SABUA:ART
Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Terhadap Kualitas Permukiman di Kecamatan Tomohon Timur
Momuat, Andre
Sela, Rieneke
Lakat, Ricky
AbstrakPermasalahan kualitas hunian seseorang sering terhalang dengan adanya permasalahan ekonomi, masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi membuat kualitas hunian menjadi lebih baik dibandingkan dengan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga ini akan mempengaruhi kualitas permukiman yang ada pada suatu Kawasan. Terdapat dua kawasan yang mendominasi di kecamatan Tomohon Timur yaitu sebagian sebagai pusat perdagangan dan jasa dan yang satu sebagai pusat agrowisata, inilah yang akan memunculkan perbedaan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang nantinya akan mempengaruhi kualitas permukiman di kecamatan Tomohon Timur. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi masyarakat di kecamatan Tomohon Timur, untuk mengidentifikasi kualitas permukiman di kecamatan Tomohon Timur dan untuk menganalisis pengaruh kondisi sosial ekonomi masyarakat terhadap kualitas permumkiman di kecamatan Tomohon Timur. Metode yang digunakan ialah metode analisis jalur (Path analysis) dengan melihat data melalui kuesioner. Hasil uji korelasi menunjukan adanya hubungan yang erat antara kondisi sosial masyarakat dan kondisi ekonomi masyarakat terhadap kualitas permukiman dan hasil uji regresi menunjukan apabila terdapat kenaikan terhadap kondisi sosial dan/atau kondisi ekonomi masyarakat maka hal inipun akan mempengaruhi nilai kualitas permukima secara positif. Kata kunci: Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat; Kualitas Permukiman; Analisis JalurAbstractThe problem of the quality of a person's occupancy is often hindered by economic problems, people with high incomes make the quality of housing better than those with low income, so this will affect the quality of settlements in an area. There are two areas that dominate in East Tomohon sub-district, namely partly as a center for trade and services and one as a center for agro-tourism, this is what will lead to differences in the socio-economic conditions of the community which will affect the quality of settlements in the East Tomohon sub-district. The purpose of this study is to identify the socio-economic conditions of the community in East Tomohon sub-district, to identify the quality of settlements in East Tomohon subdistrict and to analyze the influence of the community's socio-economic conditions on the quality of the settlements in East Tomohon sub-district. The method used is the path analysis method by looking at the data through a questionnaire. The results of the correlation test show that there is a close relationship between the social conditions of the community and the economic conditions of the community on the quality of the settlements and the results of the regression test show that if there is an increase in the social and / or economic conditions of the community then this will positively affect the value of the quality of the settlements. Keyword: Community’s socio-economic conditions, quality of settlement, path analysis
Universitas Sam Ratulangi
2020-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31732
10.35793/sabua.v9i2.31732
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 2 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 105-113
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31732/30280
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/31735
2021-01-05T14:42:14Z
SABUA:ART
Pemodelan Harga Lahan di Kecamatan Girian dan Kecamatan Maesa Kota Bitung
Ticoalu, Celine Claudia
Papia, Franklin J.C
Mononimbar, Windy
AbstrakKecamatan Girian dan Maesa adalah dua kecamatan yang berkembang pesat di Kota Bitung, dimana terjadi perubahan guna lahan dari lahan kurang produktif menjadi produktif sehingga bertambah nilai ekonominya. Lahan yang semakin bertambah harganya ini tidak diketahui batasan minimal dan maksimalnya. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi harga lahan eksisting dan membuat model harga lahan di dua kecamatan tersebut agar diketahui batasan harga yang seharusnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan uji asumsi klasik dan metode analisis regresi linear berganda menggunakan software SPSS, dan ArcGIS untuk pemetaan. Hasil menunjukan bahwa harga lahan eksisting di Kecamatan Girian dan Maesa tidak memiliki patokan harga, karena masyarakat sendiri yang menentukannya. Dari hasil pengujian asumsi klasik dan regresi linear berganda, diketahui terdapat beberapa variabel yang tidak lolos dalam pengujian dan tidak dapat digunakan dalam model. Model Kecamatan Girian adalah Y(harga lahan)= -59.918,271+118.257,269 (status kepemilikan)–1,695(jarak jalan arteri) + 57,057(jarak jalan kolektor) -51,945(jarak jalan lokal) dan model Kecamatan Maesa yaitu Y(harga lahan)= 85.643,030 + 532.901,515(status kepemilikan) –1.118,029 (jarak jalan arteri) –660,805(jarak jalan lokal) + 25,755(jarak pusat kota). Berdasarkan hasil analisis, juga diketahui pada kedua model terdapat masing-masing satu variabel yang bersifat anti thesis sehingga menunjukan perbedaan yang besar antara Kecamatan Girian dan Maesa, disebabkan oleh karakteristik lokasi yang berbeda. Namun, kedua model tersebut dapat digunakan untuk perhitungan harga lahan pada masing-masing kecamatan. Kata kunci: Pemodelan; Harga Lahan; Regresi Linear Berganda; Girian; MaesaAbstractGirian and Maesa sub-districts are two districts that are growing rapidly in Bitung City, where there is a change in land use from less productive land to productive so that its economic value increases. The minimum and maximum limits for this land which is increasing in price are unknown. The purpose of this research is to identify the existing land price and to make a land price model in the two subdistricts so that the price limit should be known. This research used quantitative descriptive method, using classical assumption test and multiple linear regression analysis method using SPSS software, and ArcGIS for mapping. The results show that the existing land prices in Girian and Maesa Districts do not have a benchmark price, because the people themselves determine it. From the test results of classical assumptions and multiple linear regression, it is known that there are several variables that do not pass the test and cannot be used in the model. The Girian District model is Y (land price) = - 59,918,271 + 118,257,269 (ownership status) –1,695 (arterial road distance) +57,057 (collector road distance) -51,945 (local road distance) and Maesa District model Y ( land price) = 85,643,030 + 532,901,515 (ownership status) –1,118,029 (arterial road distance –660,805 (local road distance) +25,755 (city center distance). Based on the analysis, it is also known that both models have each one is an anti-thesis variable that shows a big difference between Girian and Maesa Districts, due to the different location characteristics, however, both models can be used to calculate land prices in each district.Keyword: Modeling; Land Prices; Multiple Linear Regression; Girian; Maesa
Universitas Sam Ratulangi
2020-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31735
10.35793/sabua.v9i2.31735
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur; Vol. 9 No. 2 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR; 114-124
2828-6324
2085-7020
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/SABUA/article/view/31735/30281
Copyright (c) 2021 Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur
4ba4b169759accbeae720b1e013459b0