2024-03-29T09:41:49Z
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/oai
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20327
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
WEWENANG PENGAWASAN TERHADAP HAKIM OLEH KOMISI YUDISIAL BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kariang, Apriyanto
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana wewenang pengawasan terhadap hakim oleh Komisi Yudisial dan bagaimana pelaksanaan pengawasan Komisi Yudisial berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Wewenang pengawasan Komisi Yudisial masih belum cukup kuat karena produknya besifat rekomendasi yang tidak mengikat. Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Yudisial terdapat klausul yang menyatakan bahwa rekomendasi terkait usul penjatuhan sanksi Komisi Yudisial dapat berlaku otomatis, namun tidak ada sanksi bagi Mahkamah Agung apabila tidak menindaklanjuti rekomendasi tersebut. 2. Komisi Yudisial dalam mengawasi hakim belum cukup efektif karena masih terkendala beberapa faktor yang berakibat tidak maksimalnya pelaksanaan fungsi pengawasan. Faktor utama adalah seringkali tidak menindaklanjuti rekomendasi sanksi bagi hakim yang tebukti melakukan pelanggaran yang disampaikan Komisi Yudisial. faktor berikutnya adalah pengaturan. Yang membatasi wewenang pengawasan dan tidak adanya pembedaan yang tegas mengenai ranah pengawasan yang terkait dengan teknis yudisial dan ranah perilaku hakim. Keduanya berakibat pada fungsi pengawasan yang dilakukan Komisi Yudisial kurang efektif. Faktor lainnya adalah faktor internal yang meliputi 3 (tiga) hal. Pertama, tidak masifnya fungsi pencegahan yang dilakukan Komisi Yudusial dalam mensosialisasikan dan mengiternalisasi Kedua, tidak adanya tenaga fungsional khusus investigasi dan pemeriksa yang membantu Anggota Komisi Yudisial dalam melakukan fungsi pengawasan hakim. Ketiga, tidak adanya perwakilan di daerah juga turut.Kata kunci:Â Wewenang Pengawasan Terhadap Hakim, Komisi Yudisial, Peraturan Perundang-Undangan.
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20327
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20327/19932
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20328
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
AKIBAT HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR DALAM SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Tapahing, Berly Geral
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memgetahui bagaimana Hak Uji Materil Mahkamah Konstitusi dan bagaimana Akibat Dari Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Sistem Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar adalah untuk menjamin hak konstitusional (Constitutional Right) warga Negara agar berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Negara hukum. Hakim Konstitusi dalam menentukan hukumnya senantiasa menafsirkan dua norma hukum sekaligus, yaitu norma konstitusi dan norma undang-undang untuk dapat mengambil putusan atas perkara yang ditanganinya sebagai penjaga konstitusi. (the guardian of the constitution) dengan demikian putusan peradilan konstitusi merupakan suatu sumber hukum penting disamping peraturan tertulis, tidak hanya dalam amar putusannya, tetapi juga tafsir konstitusionalnya. 2. Putusan Mahkamah Konstitusi yang kemudian dituangkan dalam undang-undang sebagai suatu produk hukum adalah wujud hasil kerja sama antara Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penjamin konstitusi dan lembaga Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pembuat undang-undang sebagai lembaga yang menjamin implementatifnya putusan Mahkamah Konstitusi yang mengandung kaidah-kaidah konstitusi, sehingga kesepakatan bersama dari seluruh rakyat Indonesia dalam konstitusi dapat menjadi dasar aktivitas bernegara dalam ketentuan perundang-undangan.Kata kunci: Akibat Hukum, Putusan Mahkamah Konstitusi, Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar.
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20328
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20328/19933
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20329
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
FUNGSI PENGAKUAN (RECOGNITION) DALAM PELAKSANAAN HUBUNGAN ANTAR NEGARA MENURUT KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL
Lengkong, Brenda
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untukmengetahui apakah yang merupakan hakikat dan fungsi dari pengakuan dalam hubungan antar Negara dan bagaimanakah akibat hukum yang timbul dalam pemberian pengakuan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Dalam hubungan antar negara pengakuan (recognition) berfungsi untuk menjamin bahwa suatu negara dapat dianggap memiliki kemerdekaan dan berdaulat dalam pergaulan masyarakat internasional, sehingga negara yang diakui, secara aman dan sempurna dapat mengadakan hubungan dengan negara-negara lain untuk mencapai kepentingan bersama. Dengan kata lain, adanya pengakuan dari negara lain terhadap suatu negara, menjadikan status negara yang diakui tersebut sebagai subyek hukum internasional tidak dapat diragukan lagi.2. Akibat hukum dari adanya pengakuan adalah bahwa pengakuan merupakan atribut kedaulatan negara, dan dengan adanya pengakuan terhadap suatu negara juga berarti pengakuan terhadap pemerintahan negara tersebut, karena pemerintah itu merupakan satu-satunya organ yang mempunyai wewenang untuk bertindak atas nama negara. Disamping itu, pengakuan negara sekali diberikan akan tetap ada walaupun bentuk negara mengalami perubahÂan dan meskipun pemerintahannya sering berganti.Kata kunci: Fungsi Pengakuan (Recognition), Pelaksanaan Hubungan, Antar Negara, Kajian Hukum Internasional
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20329
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20329/19934
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20330
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014
Parinding, Risman Marten
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa Dasar Hukum Konstitusional Kewenangan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Ketatanegaraan di Indonesia dan bagaimana Implikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menjalankan Wewenang Hak Angket apabila Nonprosedural berdasarkan Undang – Undang nomor 17 Tahun 2014. Dengan menggunakan metode epenelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Dasar Hukum Konstitusional Kewenangan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Ketatanegaraan di Indonesia telah diatur didalam UUD 1945 pada Pasa 20A. Kemudian, dengan amanat UUD 1945 itu untuk kemudian diatur lebih lanjut didalam undang – undang. Maka dibuatlah Undang – undang nomor 17 tahun 2014, yang didalamnya salah satu mengatur mengenai hak angket Dewan perwakilan Rakyat (DPR). Secara materiil hak angket diatur didalam pasal 79 ayat (3) undang – undang nomor 17 tahun 2014 dan kemudian diperjelas di penjelasannya mengenai lembaga – lembaga yang masuk dalam kategori yang bisa diangket oleh DPR. Dimana, Fungsi pengawasan DPR melalui hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 2. Implikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menjalankan Hak Angket apabila Nonprosedural berdasarkan Undang – Undang nomor 17 Tahun 2014, secara formil dan prosedural hak angket DPR sudah jelas diatur didalam Pasal 199 – 209, dimana salah satu syarat formil atau prosedural yang harus terpenuhi adalah semua fraksi di parlemen terlibat dalam hak angket tersebut dengan mewakilkan satu orang perwakilan setiap fraksi di panitia angket. Karena hak angket adalah hak DPR secara kelembagaan bukan hak setiap anggota DPR sehingga syarat itu harus terpenuhi.Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat.
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20330
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20330/19935
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20331
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Bihuku, Salmon
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana klasifikasi urusan pemerintahan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan bagaimana pengaturan urusan pemerintahan konkuren yang merupakan salah satu unsur dari klasifikasi urusan pemerintahan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Klasifikasi urusan pemerintah terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut merupakan urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan konkuren merupakan urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Urusan pemerintahan umum sebagaimana merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan. 2. Urusan pemerintahan konkuren merupakan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah provinsi serta daerah kabupaten/kota. Kewenangan Pemerintah pusat dilaksanakan pada lokasi lintas daerah provinsi atau lintas negara, yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien bagi kepentingan nasional apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi lokasinya lintas daerah kabupaten/kota dan penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh daerah provinsi. Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota, lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh daerah kabupaten/kota.Kata kunci: Urusan Pemerintahan, Konkuren, Pemerintahan Daerah.
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20331
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20331/19936
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20332
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
TINJAUAN KONSTITUSIONAl PASAL 27 AYAT (1) UUD 1945 TENTANG PERSAMAAN KEDUDUKAN DI DEPAN HUKUM PADA PROSES PENANGKAPAN BAGI SESEORANG YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA
Saribu, Yerobeam
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana proses penangkapan dan pemeriksaan terhadap tersangka  atau orang yang di duga melakukan tindak pidana dan bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak tersangka atau orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam proses penangkapan ditinjau dari Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Dalam melakukan penangkapan terhadap sesorang yang diduga sebagai pelaku pidana, ada aturan-aturan atau unsur yang harus diperhatikan oleh penegak hukum. Sebab semua warga mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum, Persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban di hadapan hukum, artinya tidak ada perbedaan di hadapan hukum baik tersangka, terdakwa dan aparat penegak hukum adalah sama-sama warga Negara yang memiliki hak, kedudukan, dan kewajibannya yang sama di depan hukum, yakni sama-sama bertujuan mencari dan mewujudkan kebenaran dan keadilan. Dan siapa pun yang melakukan pelanggran hukum akan mendapat perlakuan yang sama tanpa perbedaan (Equal treatment or equal dealing). Peraturan hukum yang di terapkan pada seseorang mesti diterapkan kepada orang lain dalam kasus yang sama tanpa membedakan pangkat, golongan, agama, dan kedudukan.Inilah salah satu prinsip penegakkan hukum yang diamanatkan oleh (KUHAP), yang merupakan salah satu mata rantai Hak Asasi Manusia (HAM), yakni: (Equality before the law). 2. Berdasarkan asas tersebut di atas telah jelas bahwa seseorang yang di sangka atau didakwa melakukan suatu tindak pidana wajib ditempatkan sebagaimana mestinya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia, sehingga jelas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27 ayat (1) menyatakan, “Bahwasanya segala warga negara mempunyai hak yang sama dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Hak Asasi Manusia adalah hak asasi/ hak kodrat/ hak mutlak milik umat manusia, yang dimiliki umat manusia sejak lahir sampai meninggal dunia.Kata kunci: Tinjauan Konstitusional, Persamaan Kedudukan Di Depan Hukum, Penangkapan Bagi Seseorang, Melakukan Tindak Pidana
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20332
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20332/19937
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20333
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
KAJIAN YURIDIS TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PEMBUATAN REKAYASA LALU LINTAS ANGKUTAN DARAT BERDASARKAN PP NO. 32 TAHUN 2011
Pandegirot, Rona
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pembuatan menejemen dan rekayasa Lalu - lintas angkutan darat dan bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Hak-Hak Masyarakat Yang Dirugikan Atas Pembuatan Manejemen Dan Rekayasa Lalu Lintas angkutan darat. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1.Dengan adanya Konsitusi, Idiologi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, pertanggung jawaban atas pembuatan Manejemen dan rekayasa lalu lintas, dapat di pertanggung jawabkan oleh pihak - pihak yang berwenang. Dalam hal ini adalah pihak yang diberikan tanggung jawab serta wewenang berdasarkan Undang – Undang No. 30 Tahun 2014 pasal 11-14. Yakni terdiri dari kewenangan atribusi, delegasi, dan mandat, yang bertanggung jawab atas pembuatan menejemen dan rekayasa lalu lintas dengan melihat tugas dan kewenanganya. 2. Undang - Undang Dasar 1945, pasal 28 tentang hak asasi manusia, dan berbagai praturan perUndang - Undangan yang menjamin serta memberikan perlindungan hukum atas setiap hak-hak masyarakat, dimana masyarakat dapat mengunakan setiap hak-haknya demi kelangsunagan hidupnya secara teratur. Adapun sarana penyelesaian masalah atau sengketa menejemen dan rekayasa lalu-lintas di masyarakat, yakni : Sarana Peyelesaian sengketa di peradilan umum atau peradilana negeri dan Sarana penyelesaian sengketa pembuatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dengan judicial review di mahkamah Agung.Kata kunci: Kajian Yuridis, Pertanggung Jawaban, Pembuatan Rekayasa Lalulintas Angkutan Darat.
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20333
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20333/19938
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20334
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
KAJIAN HUKUM TUGAS, KEWENANGAN SERTA TANGGUNG JAWAB APARATUR NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 1999 DALAM PEMERANTAS KORUPSI
Lantaria, Suhara Cycilia
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tugas dan wewenang lembaga penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara negara dalam tugas dan wewenangnya untuk memberantas tindak pidana korupsi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan : 1. Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia Pasal 5 ayat (1), Kejaksaan adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002. 2. Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) disebutkan asas: Asas kepastian hokum, Asas tertib penyelenggaraan negara, Asas kepastian hukum, Asas keterbukaan, Asas proporsionalitas, Asas akuntabilitas.Kata kunci: Tugas dan kewenangan, tanggung jawab, aparatur negara, pemerantas korupsi.
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20334
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20334/19939
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20335
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GANTI RUGI AKIBAT KERUSAKAN LINGKUNGAN OLEH LIMBAH INDUSTRI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGOLAHAN LINGKUNGAN HIDUP
Tipawael, Maya Christin Carolin
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa dampak limbah industri terhadap lingkungan dan bagaimana penerapan sanksi dan proses ganti rugi yang di akibatkan oleh limbah industri terhadap kerusakan lingkungan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Dampak limbah industri terhadap lingkungan sangat berbahaya dikarenakan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan industri yang beroperasi dan menghasilkan sisa olahan yang di produksi begitupun dengan pabrik yang menghasilkan produk secara terus menerus dengan kandungan limbah yang berbahaya , limbah dapat masuk atau mencemari air yang ada di sekitarnya seperti sungai disekitar pabrik dengan pencemaran tersebut dapat membahayakan kehidupan disekitarnya seperti matinya ikan-ikan yang ada di dalam sungai yang tercemar oleh limbah industri atau penyebarannya melalui air hujan dengan terbawanya bahan-bahan kimia dan mikroorganisme sehingga dapat mencemari sumur atau sumber air yang di sekitar wilayah tempat pembuangan limbah. 2. Penegakan Hukum berupa penerapan sanksi diberikan oleh pemerintah yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 pada pasal 63 angka 1,2,3 , serta ganti rugi yang diberikan oleh pihak perusahaan yang melakukan pencemaran lingkungan oleh limbah yang di hasilkan dari sisa –sisa olahan pabrik.Kata kunci: Ganti rugi, kerusakan lingkungan, limbah industri
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20335
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20335/19940
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20337
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
KEWENANGAN MPR DALAM MEMUTUSKAN PEMBERHENTIAN TERHADAP PRESIDEN (IMPEACHMENT) DITINJAU DARI PASAL 3 AYAT (3) UUD 1945
Liputo, Muhamad T. A.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kewenangan MPR dalam memutuskan pemberhentian terhadap Presiden (impeachment) berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bagaimana proses pemberhentian Presiden (impeachment) menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kewenangan MPR dalam memutuskan pemberhentian Presiden dalam masa jabatannya merupakan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu terdapat pada Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Proses impeachment yang diterapkan di Negara Republik Indonesia menggunakan prosedur yang melalui 3 lembaga negara yaitu DPR, Mahkamah Konstitusi dan MPR. Dan proses pemberhentian Presiden di Indonesia diatur dalam Pasal 7A sampai dengan Pasal 7B UUD NRI Tahun 1945.Kata kunci: Kewenangan MPR, Pemberhentian Presiden
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20337
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20337/19942
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20338
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009
Kaehuwoba, Nofita Nur
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap Perlindungan dan Pengelolanlingkungan Hidup menurut UU No. 32 Tahun 2009 dan bagaimana Harmonisasi Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menurut UU No. 32 Tahun 2009, di mana dengan menggunakan metode peneklitian hokum normatif disimpulkan bahwa: 1. Kebijakan pemerintah daerah di bidang sumber daya alam dan  lingkungan hidup, terdapat kebijakan di bidang air dan energi, yang dapat dipedomani dan disinergikan dengan kebijakan-kebijakan pembangunan lingkungan hidup di daerah; dan 2. Pemerintah daerah merupakan bentukan Pemerintah Pusat. Kewenangan dan urusan pemerintahan yang ada di lingkup Daerah bersumber dari dan diberikan oleh Pemerintah Pusat. Proses pembentukan struktur pemerintahan dan sumber kewenangan tersebut kemudian melahirkan hubungan subordinatif antara pusat dan daerah. Alur logika tersebut tidak hanya berlaku di daerah yang menerapkan otonomi biasa tetapi juga daerah yang berstatus khusus/istimewa. Otonomi daerah lahir dari adanya desentralisasi atau pendistribusian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.Kata kunci: lingkungan hidup, pemerintah daerah
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20338
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20338/19943
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20339
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
KEKUATAN MENGIKAT PERJANJIAN INTERNASIONAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER HUKUM INTERNASIONAL MENURUT PASAL 38 PIAGAM MAHKAMAH INTERNASIONAL
Wullur, Rodrigo
Penelitian ini dialkukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimanakah Ketentuan Hukum Internasional Berkaitan Dengan Proses Pembentukan Perjanjian Internasional Antar Negara dan bagaimanakah Kekuatan Mengikat Perjanjian Internasional Sebagai Salah Satu Sumber Hukum Internasional Menurut Konvensi Wina 1969. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Menurut ketentuan hukum internasional, sebagaimana yang tertuang dalam Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional, bahwa proses pembentukan perjanjian internasional yang dilakukan antar negara dapat dilakukan melalui tiga tahap, dan pada umumnya tiga tahap yang harus dilalui dalam penyusunan suatu naskah perjanjian yakni : perundingan (negotiation), penandatanganan (signature), pengesahan (ratifikasi). Selanjutnya tentang naskah perjanjian itu sendiri juga dilakukan dengan tiga cara, yakni penyusunan naskah, penerimaan dan pengesahan bunyi naskah perjanjian internasional dan dalam prakteknya ketiga tahap tersebut dapat dilakukan sekaligus. Unsur-unsur formal naskah suatu perjanjian, biasanya terdiri dari mukadimah, batang tubuh, klausula-klausula penutup dan annex.  2. Pemberian ratifikasi suatu negara terhadap perjanjian internasional menandakan persetujuannya untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian. Dalam praktek, setiap perjanjian internasional yang telah dihasilkan melalui tahapan pembentukan perjanjian internasional pada dasarnya mempunyai kekuatan mengikat terhadap negara peserta, karena perjanjian internasional tersebut menjadi sumber hukum jika terjadi persoalan antar negara. Oleh karena itu kekuatan atau sifat mengikat perjanjian internasional secara tegas telah dinyatakan dalam Pasal. 26 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian yang menyatakan bahwa : Tiap-tiap perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.Kata kunci: Kekuatan Mengikat, Perjanjian Internasional, Sumber Hukum Internasional, Mahkamah Internasional
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20339
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20339/19944
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20341
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
SANKSI ADMINISTRASI ATAS PELANGGARAN DI BIDANG IKLAN PANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN
Wagey, Wandy
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah bentuk-bentuk pelanggaran dalam pembuatan iklan pangan yang dapat dikenakan sanksi administrasi dan bagaimanakah pemberlakuan sanksi administrasi atas pelanggaran dalam pembuatan iklan pangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Bentuk-bentuk pelanggaran dalam pembuatan iklan pangan yang dapat dikenakan sanksi administrasi yaitu iklan Pangan yang diperdagangkan tidak memuat keterangan atau pernyataan mengenai pangan dengan benar dan menyesatkan. Pernyataan dalam iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah halal sesuai dengan yang dipersyaratkan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tidak dapat mempertangungjawabkan klaim mengenai kebenaran dalam iklan bahwa Pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan klaim tertentu wajib bertanggung jawab atas kebenaran klaim tersebut. 2. Pemberlakuan sanksi administrasi atas pelanggaran dalam pembuatan iklan pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, berupa: denda; penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; ganti rugi; dan/atau pencabutan izin.Kata kunci: Sanksi administrasi, pelanggaran, iklan pangan
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20341
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20341/19946
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20342
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
PENGATURAN DAN PENERAPAN KETENTUAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG MENURUT PASAL 1 AYAT (2) KUHP (KAJIAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 62 K/KR/1972)
Tampinongkol, Kevin R.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan perubahan perundang-undangan dalam Pasal 1 Ayat (2) KUHP dan bagaimana penerapan ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP dalam putusan pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan perubahan perundang-undangan pada Pasal 1 ayat (2) KUHP yaitu: Perubahan perundang-undangan dalam arti Pasal 1 ayat (2) KUHP hanya perubahan perundang-undangan karena berubahnya perasaan hukum pembentuk undang-undang, sedangkan perubahan yang disebabkan sifat sementara dari suatu peraturan tidak termasuk di dalam cakupan Pasal 1 ayat (2) KUHPidana serta perubahan perundang-undangan dalam arti Pasal 1 ayat (2) KUHP bukan hanya perubahan rumusan dalam bidang perundang-undangan pidana semata-mata, melainkan juga perubahan perundang-undangan dalam bidang-bidang hukum lain (hukum perdata, dan hukum administrasi negara) sepanjang mempengaruhi bidang hukum pidana. 2. Mahkamah Agung dalam putusan tanggal 62K/Kr/1972, tanggal 26 November 1974, memberikan penegasan bahwa pencabutan suatu Undang-Undang termasuk ke dalam pengertian perubahan perundang-undangan dalam arti Paal 1 ayat (2) KUHP.Kata kunci: Pengaturan dan Penerapan, Perubahan Undang-undang.
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20342
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20342/19947
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20343
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA DESA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
Abunawas, Andi Surya Alam
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan dana desa menurut Undang-Undang No.6 Tahun 2014, dan apakah yang menjadi prioritas dalam pemanfaatan dana desa menurut Undang-Undang No.6 Tahun 2014, yang dengan menggunakan metode penelitian hokum normative disimpulkan bahwa: 1. Kebijakan program dana desa yang dianggarkan dalam APBN merupakan program pemerintah dalam membangun desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dimana mekanisme pengalokasian dan penyaluran dana desa melibatkan beberapa lembaga terkait, yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Desa dan PDTT.Telah tertata secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan yakni dalam UU Desa No.6 Tahun 2014, PP No.60 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan PP No.22 Tahun 2015 dan PP No.8 Tahun 2016 serta PMK No.49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa. 2. Prioritas penggunaan dana desa yang ditetapkan oleh pemerintah telah mengalami beberapa perubahan berdasarkan pengamatan dan evaluasi sejak pertama kali kebijakan program dana desa diberlakukan pada tahun 2015. Prioritas penggunaan dana desa meliputi dua bidang utama yaitu bidang pembangunan desa dan bidang pemberdayaan masyarakat desa.Kata kunci: desa, dana desa
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20343
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20343/19948
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20344
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
KAJIAN HUKUM TENTANG PROSEDUR MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI MENURUT PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 1 TAHUN 2016 TENTANG MEDIASI
Koloay, Sindy Firginia Angelica
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur mediasi di pengadilan menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2016 dan bagaimana mediasi yang telah diintegrasikan dalam praktek peradilan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Mediasi di pengadilan dibagi atas dua tahap yaitu tahap pra mediasi dan tahapan mediasi. Pada tahap pra mediasi antara lain mengatur kewajiban hakim, hak para pihak memilih mediator, batas waktu pemilihan mediator, prinsip itikad baik. Selanjutnya tahapan mediasi meliputi penyusunan resume, lama waktu proses mediasi, kewenangan mediator, tugas-tugas mediator, keterlibatan ahli, mencapai kesepakatan dan tidak mencapai kesepakatan, serta akibat-akibat dari kegagalan mediasi. 2. Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrument efektif untuk mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga non peradilan untuk penyelesaian sengketa disamping proses pengadilan yang bersifat memutuskan. Perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata tersebut telah diatur lebih lanjut dalam hukum acara perdata Indonesia Pasal 130 HIR/154 Rbg yang mengatur Lembaga Perdamaian dimana hakim yang mengadili wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa. Oleh PerMA No. 1 Tahun 2016 secara mutlak wajib ditempuh. Dengan demikian semua perkara wajib lebih dahulu diselesaikan melalui mediasi.Kata kunci: Mediasi, menyelesaikan perkara, perdata
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20344
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20344/19949
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20345
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN PEJABAT PIMPINAN TINGGI APARATUR SIPIL NEGARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
Mopobela, Sabda
Tujuan dilkaukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah Tata Cara Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Aparatur Sipil Negara dan bagaimanakah Pengawasan Dalam Proses pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Aparatur Sipil Negara. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Untuk mekanisme mengenai tata cara pengangkatan jabatan pimpinan tinggi (JPT) maka pejabat pembina kepegawaian (PPK) dapat merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Dimana kedua peraturan tersebut mengatur pengangkatan JPT meliputi tahap perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, penetapan dan pengangkatan. Sehingga dengan proses tersebut diharapkan tujuan negara sebagaimana yang termaktub didalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dapat terwujud dengan lahirnya pejabat pimpinan tinggi yang memiliki kompetensi, kualifikasi serta mampu bekerja secara adil dan wajar dalam menjalankan tugasnya untuk memimpin instansi pemerintahan. 2. Dalam rangka untuk menjaga netralitas, independensi serta dipatuhinya norma hukum yang ada terkait pengangkatan jabatan pimpinan tinggi maka dibuatlah berbagai metode atau cara guna untuk melakukan pengawasan selama proses pengisian jabatan pimpinan tinggi seperti pengawasan peradilan, pengawasan masyarakat, pengawasan legislative, pengawasan melekat dan pengawasan fungsional semua ini sebagai bentuk komitmen negara untuk menjaga netralitas serta intervensi selama proses pengangkatan jabatan pimpinan tinggi.Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi, Aparatur Sipil Negara.
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/vnd.openxmlformats-officedocument.wordprocessingml.document
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20345
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20345/19950
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20346
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
KAJIAN HUKUM TERHADAP PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Sengkey, Christania Vanessa
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana arti penting Prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam kegiatan ekonomi di Indonesia dan bagaimana kajian hukum penerapan Good Corporate Governance berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Arti penting penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance bagi pembangunan perekonomian Indonesia yaitu: a. Pemulihan atau perbaikan keadaan perekonomian rakyat, b. menciptakan persaingan usaha yang sehat, c. meningkatkan kuantitas dan kualitas investasi sebagai akibat tumbuhnya kepercayaan investor, dan d. menghilangkan praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme dan tidak etis dalam kegiatan ekonomi. Praktik penerapan GCG baru lima tahun terakhir sesudah krisis moneter menimpa Indonesia melalui Keputusan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN Nomor 23/M-PM.PBUMN/2000 yang menyebutkan ada 3 prinsip yang harus dilaksanakan dalam pengelolaan institusi ekonomi di lingkungan BUMN yaitu transparansi, kemandirian dan akuntabilitas. Kemudian Pemerintah Indonesia membentuk Komite Nasional Kebijakan Governance untuk melengkapi pemberlakuan prinsip-prinsip GCG di dunia bisnis di Indonesia. 2. Banyak aspek dari prinsip-prinsip good corporate governance belum terakomodasi dan terjangkau dalam hukum perusahaan di Indonesia. Hukum perusahaan yang berlaku melalui Undang-Undang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 baru mengakomodir prinsip disclosure and transparency serta fiduciary duty yaitu kewajiban direksi dan komisaris dalam menjalankan tugas-tugasnya dilandasi itikad baik. Oleh karena itu implementasi prinsip-prinsip Good Corporate Governance menjadi salah satu alternatif yang oleh para pakar direkomendasikan menjadi katalisator dalam upaya mempercepat pemulihan sektor korporasi Indonesia.Kata kunci: Kajian Hukum, Penerapan, Good Corporate Governance
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20346
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20346/19951
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20347
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
KAJIAN YURIDIS PEMBERIAN BANTUAN HUKUM JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PERKARA PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA (TUN)
Simanjuntak, Juristoffel
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah Pengaturan Hukum Tentang Jaksa Pengacara Negara Dalam Sistem Peradilan dan bagaimanakah Kedudukan Jaksa Pengacara Negara Dalam Pemberian Bantuan Hukum Berkaitan Dengan Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN), di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Pengaturan Hukum Tentang Jaksa Pengacara Negara dalam  sistem peradilan terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang eksistensi Jaksa sebagai pengacara negara yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 30 ayat (2), Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 24 ayat (2), dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : 040/A/J.A/12/2010 tentang Standar Operating Prosedur (SOP) Pelaksanaan Tugas, Fungsi dan Wewenang Perdata dan Tata Usaha Negara. 2. Kedudukan ataupun keberadaan Jaksa Pengacara Negara dalam penanganan sengketa di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara menurut Undang-undang No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dimana Jaksa sebagai Pengacara Negara dapat bertindak di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara untuk mewakili atas nama lembaga Negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) / Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dalam penyelesaian sengketa Perdata dan Tata Usaha Negara yang dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara merupakan bentuk dari Bantun Hukum yang diberikan oleh Jaksa Pengacara Negara. Proses penyelesaian sengketa ataupun perkara tata usaha negara yang dilakukan oleh jaksa pengacara negara berdasarkan surat kuasa khusus, pada dasarnya sengketa diselesaikan baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi atau penyelesaian diluar pengadilan.Kata kunci: jaksa, pengacara negara
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20347
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20347/19952
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/20348
2018-07-18T19:53:09Z
administratum:ART
PENGATURAN KAMPANYE DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016
Murary, Semuel
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan hukum kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan bagaimanakah pemberlakuan sanksi hukum pidana atas pelanggaran yang terjadi pada kampanye pemilihan kepala daerah, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Pengaturan hukum kampanye dalam pemilihan kepala daerah merupakan wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab dan penyampaian materi kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif. Kampanye dapat dilaksanakan melalui: pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, debat publik/debat terbuka antarpasangan calon, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga, iklan media massa cetak dan media masa elektronik, dan/atau kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundangundangan. Â 2. Pemberlakuan sanksi hukum atas pelanggaran yang terjadi pada kampanye pemilihan kepala daerah dimaksudkan untuk menciptakan suasana yang aman, tertib dan teratur pada waktu dilakukan kampanya dan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum pada waktu kampanye di laksanakan. Apabila terjadi pelanggaran hukum yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana, maka sanksi pidana yang diberlakukan bertujuan memberikan efek jera bagi pelaku dan bagi pihak lain sebagai bentuk peringatan untuk tidak melakukan perbuatan yang sama.Kata kunci: pemilihan kepala daerah, kampanye
LEX ADMINISTRATUM
2018-07-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20348
LEX ADMINISTRATUM; Vol. 6 No. 1 (2018): Lex Administratum
2337-6074
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/20348/19953
Copyright (c) 2018 LEX ADMINISTRATUM
c2f326facc3469364f37bd9f49da9eff