2024-03-29T09:34:46Z
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/oai
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3105
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB YURIDIS PENAHANAN OLEH PENYIDIK KEPADA PENUNTUT UMUM
Pinontoan, Melky R
Pasal 1 butir 21 KUHAP menyebutkan bahwa: “Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang iniâ€. Penahanan bukan hanya wewenang yang dimiliki penyidik saja, tapi meliputi wewenang yang diberikan undang-undang kepada semua instansi dan tingkat peradilan. Syarat penahanan berbeda dengan syarat penangkapan. Perbedaan itu dalam hal bukti. Pada penangkapan, syarat bukti ini didasarkan pada “bukti permulaan yang cukupâ€. Sedang pada penahanan, didasarkan pada bukti yang cukup. Dengan demikian syarat bukti dalam penahanan lebih tinggi kualitasnya daripada tindakan penangkapan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode pendekatan yuridis normatif dan dapat disimpulkan Pertama, penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 21 KUHAP). Berdasarkan pasal 20 KUHAP, penahanan yang dilakukan oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim bertujuan: untuk kepentingan penyidikan; untuk kepentingan penuntutan; untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan. Kedua, penahanan dilakukan dengan surat perintah penahanan berdasarkan alasan Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa. Surat perintah penahanan dikeluarkan oleh penyidik/polisi dan jaksa penuntut umum, sedangkan surat penetapan penahanan dikeluarkan oleh hakim pengadilan. Kata Kunci: Penahanan, penyidik
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3105
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3105/2649
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3107
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEKERASAN ANAK OLEH IBUNYA SENDIRI
Talot, Grace Chintya
Pasal 1 butir 2 Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasiâ€, yang bertujuan melindungi anak dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Kedudukan anak di Indonesia sangat rentan dengan keadaan ekonomi yang terpuruk, banyak anak-anak terpaksa dan dipaksa untuk bekerja dalam membantu mencukupi kebutuhan ekonomi orang tuanya dalam mencukupi makan untuk menyambung hidup sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni penelitian hukum normatif dan dapat disimpulkan, bahwa: 1. Kekerasan terhadap anak adalah “diskriminasi, eksploitasi baik fisik maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya. 2. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan yang dimaksud perlindungan hukum yaitu perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, dan bagi anak yang menjadi korban penculikan, korban kekerasan baik fisik maupun mental, anak yang cacat dan juga bagi anak-anak yang diterlantarkan. Kata kunci: Kekerasan, anak
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3107
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3107/2651
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3108
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
PERSIDANGAN TANPA KEHADIRAN TERDAKWA (IN ABSENTIA)
Miu, Adytia Pramana
Membicarakan pembangunan hukum, termasuk di dalamnya adalah penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana (Integrated Criminal Justice System). Perlu semakin dimantapkan peran dan kedudukan penegakan hukum supaya terwujud peningkatan kemampuan dan kewibawaannya. Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan, dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan pencegahan maupun usaha pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum. Peradilan In Absentia adalah contoh praktek hukum yang potensial melahirkan kesewenang-wenangan dan pelanggaran hak asasi manusia. Hak-hak tersangka atau terdakwa menjadi terhempas dan hilang. Dan semuanya itu merupakan hilangnya indepedensi penegak hukum dan adanya kelompok kepentingan yang mengintervensi kekuasaan yudikatif. Di sinilah muncul dilema untuk memilih praktek In Absentia yang menghilangkan hak-hak tersangka atau terdakwa, atau untuk melindungi hak-hak asasi tersangka atau terdakwa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif atau penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Eksistensi Peradilan yang tidak dihadiri terdakwa telah ada dasar pengaturan dalam Hukum Pidana yakni terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana yaitu dalam Pasal 196 ayat (1) dan Pasal 214 ayat (1) dan ayat (2)., sehingga peradilan pidana dapat dilasungsungkan sekalipun tidak hadirnya terdawa asalkan telah dilakukan pemanggilan terlebih dahulu bagi terdakwa secara sah menurut hukum yang berlaku. 2. Untuk mencapai suatu putusan yang adil (substansial justice), Hakim yang memimpin jalannya persidangan haruslah melalui suatu proses yaitu berupa tahap-tahap persidangan secara adil pula (prosedural justice). Kata kunci: Persidangan, terdakwa
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3108
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3108/2652
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3109
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
KEKERASAN PSIKIS DALAM RUMAH TANGGA SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA
Arini, Resti
Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tampaknya semakin mudah saja terjadi tetapi sangat sulit untuk diketahui. Kekerasan psikis yang sering terjadi dalam rumah tangga sering kali dianggap sekedar “bumbu†perkawinan bahkan dianggap biasa saja sehingga pihak luar tidak pantas mencampurinya, padahal dari kekerasan psikis tersebut itulah dapat berkembang menjadi kekerasan lainnya. Kekerasan psikis KDRT merupakan suatu tindakan melawan hukum yang    mana terhadap pelakunya sudah sepantasnya dikenai sanksi pidana. Selain merupakan suatu tindakan melawan hukum, juga merupakan suatu    pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itu, dengan adanya Undang-Undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, persoalan kekerasan psikis dalam rumah tangga yang dahulu hanya sekedar persoalan keluarga sekarang telah berubah menjadi persoalan hukum dan siapa saja boleh mengadukan kepada aparat penegak hukum atas kasus-kasus kekerasan psikis tanpa perlu takut dianggap sebagai upaya mencampuri keluarga lain. Kata kunci: Kekerasan psikis, rumah tangga
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3109
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3109/2653
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3110
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
PENEGAKKAN HAK CIPTA DARI TINDAKAN PEMBAJAKAN DI INDONESIA
Turyandoko, Yohanes Ari
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak sekali suku bangsa, yang didalamnya terdapat berbagai macam bahasa, lagu daerah, tari-tarian daerah, maupun hasil kerajinan khas daerah, yang merupakan potensi dan kekayaan yang dimiliki oleh negara kita. Segala kekayaan tersebut sebenarnya merupakan hak kita yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi oleh setiap orang melebihi apapun. Tidak boleh ada negara lain yang meniru dan mengklaim bahwa hal tersebut adalah milik dan kepunyaan mereka. Hasil karya yang memang benar-benar orisinil berasal dari olah pikir seseorang atau kelompok tanpa adanya tindakan meniru hasil karya yang sudah ada, yang merupakan hak milik orang lain. Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia diatur dalam Undang – Undang No. 19 Tahun 2002 bab XIII. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta yang terjadi di Indonesia serta pemberlakuan sanksi- sanksi terhadap para pelaku Pelanggaran Hak Cipta. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode panelitian hukum normatif dengan mengumpulkan data yang bersumber dari studi kepustakaan yaitu Peraturan perundang-undangan di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Hak Cipta, sebagai bahan hukum primer. Bahan hukum tersier seperti kamus hukum, digunakan untuk menjelaskan pengertian-pengertian yang relevan dengan judul pembahasan karya tulis ini. Hasil penelitian menunjukkan: 1. Bentuk-bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta masih banyak terjadi dan semakin meluas di kalangan masyarakat, seperti pelanggaran hak cipta terhadap musik dan lagu, film bahkan kebudayaan. 2. Peraturan mengenai hak cipta memang sudah ada yaitu UU No 19 Tahun 2002, akan tetapi dapat kita nilai bersama bahwa hukum positif ini juga masih lemah karena hanya sebuah fornalitas berupa goresan diatas kertas. Kata kunci: Hak cipta, pembajakan.
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3110
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3110/2654
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3111
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
PERLINDUNGAN HAK TERPIDANA DALAM UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI
Mansay, Fildo M. S. A
Dalam rana hukum yang berlaku di Indonesia dapat di lihat dari segi-segi masyarakat yang sedang mencari keadilan untuk dapat menyelesaikan suatu peristiwa hukum yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, bahkan dalam suatu negara hukum (rechstaats), kekuasaan kehakiman merupakan badan yang sangat menentukan isi dan kekuatan kaidah-kaidah hukum positif. Dalam hal ini kenyataannya banyak terjadi putusan-putusan hakim yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan bahkan tidak sesuai dengan aturan norma-norma hukum yang terjadi di tengah masyarakat, sehingga banyak terjadi pelanggaran terhadap hak terpidana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.Hal ini bukan hanya menyangkut putusan hakim tetapi juga menyangkut dakwaan yang terjadi dalam pengadilan dimana putusan hakim banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran sehingga banyak terjadi hal upaya hukum khususnya dalam upaya hukum luar biasa yaitu PK (Peninjauan Kembali). Metode ini merupakan penelitian hukum normatif yang merupakansalah satu jenis penelitian yang dikenal umum dalam kajian ilmu hukum. Pendekatan hukum normatif dipergunakan dalam usaha menganalisis bahan hukum dengan mengacu kepada norma-norma hukum yang dituangkan dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).  Hasil penelitian menunjukkan: 1. Perlindungan hak terhadap pelaku tindak pidana merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah terutama bagi para penegak hukum di Indonesia. Tetapi sesungguhnya hak-hak dari para pelaku tindak pidana tidak akan pernah hilang selain undang-undang menentukan lain. Hak-hak terpidana yang dilindungi disini yaitu hak preventif dan hak substansif. Dalam substansi upaya hukum PK berpijak pada dasar, bahwa negara telah salah mempidana penduduk yang tidak berdosa yang tidak dapat diperbaiki lagi dengan upaya hukum biasa. 2. Solusi yang harus ditempuh oleh seorang Jaksa Mengajukan Permohonan PK dengan dasar yang termuat dalam Pasal 263 ayat (3) KUHAP, akan tetapi dalam KUHAP juga memberikan batasan dalam hal apa Jaksa dapat mengajukan Peninjauan Kembali, yaitu dalam hal ada putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yang didalam pertimbangannya menyatakan perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi tidak diikuti pemidanaan. Jadi tidak terhadap semua putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap Jaksa berhak mengajukan PK. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam perlindungan hak terpidana dalam mengajukan PK yang telah diatur dalam pasal 263 ayat (1) yang berhak dalam mengajukan Peninjauan Kembali yaitu terpidana ataupun ahli warisnya. Solusi atas dasar alasan seorang Jaksa Penuntut Umum memang sudah diatur dalam KUHAP. Kata kunci: Perlindungan, hak terpidana
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3111
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3111/2655
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3112
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERATANSAN KORUPSI DI INDONESIA
Dalise, Silvester
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan dan fungsi organisasi kemasyarakatan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, penelitian ini didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, peraturan perundang-undangan khususnya yang berhubungan denganUndang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 tentang Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hasil penelitian menunjukkan: 1. Peran Organisasi Kemasyarakatan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, diatur dalam sejumlah produk hukum nasional, termasuk aturan hukum internasional yang diratifikasi oleh Indonesia. 2. Organisasi kemasyarakatan memiliki potensi secara signifikan berkontribusi terhadap upaya pemberantasan korupsi.Ormas harus menganalisis penyebab korupsi dalam pengaturan tertentu dan menawarkan solusi kepada para pembuat kebijakan. Organisasi kemasyarakatan juga dapat mendorong para politisi dan pembuat kebijakan untuk menyusun peraturan anti-korupsi yang dapat merangsang fungsi mekanisme akuntabilitas yang efektif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tugas dan fungsi organisasi kemasyarakatan dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana korupsi dapat dilakukan melalui penanaman pemahaman terhadap dampak, akibat serta risiko yang harus dihadapi jika melakukan korupsi bahkan bahaya korupsi bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat luas melalui lembaga-lembaga sosial keagamaan. Kedudukan lembaga swadaya masyarakat dalam ikut berperan dalam pencegahan tindak pidana korupsi memiliki peran yang sangat penting sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kata kunci: organisasi kemasyarakatan
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3112
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3112/2656
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3113
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
GANTI KERUGIAN DAN PEMULIHAN LINGKUNGAN AKIBAT PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
Rawung, Justitia E. C
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk perbuatan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup dan bagaimana ganti kerugian dan pemulihan lingkungan akibat pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan bahwa: 1.Perbuatan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, yaitu memasukan dan membuang limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ke dalam lingkungan hidup, melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan dan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar serta menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar. 2. Ganti kerugian dan pemulihan lingkungan dilakukan dengan cara yaitu setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan. Kata kunci: Ganti kerugian, lingkungan hidup.
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3113
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3113/2657
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3114
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK
Lomban, Merril Constantia
Pemidanaan terhadap orang yang belum dewasa atau yang belum cukup umur pada dasarnya merupakan bagian dari pemidanaan yang bersifat khusus karena menyangkut pelakunya adalah orang yang belum dewasa atau yang belum cukup umur tersebut. Untuk perkara anak, ternyata didalam UU No. 3 Tahun 1997 telah mengatur bahwa batas maksimal ancaman pidana penjara dibedakan dengan orang dewasa. Batas maksimal ancaman pidana untuk anak diatur lebih rendah daripada ancaman pidana terhadap orang dewasa, karena memang situasi dan kondisinya memang tidak sama. Kata kunci: Pemidanaan, Anak.
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3114
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3114/2658
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3116
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI TINDAK PIDANA KEALPAAN PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG LAIN DI JALAN RAYA
Namangge, Rusmadi W
Kelalaian atau kealpaan (culpa) merupakan perbuatan seseorang yang dilakukan atas dasar ketidak hati-hatian dari pelaku yang seharusnya dapat menduga bahwa akan menimbulkan akibat. Kelalaian terjadi dalam setiap aktivias sehari-hari yang kita lakukan. Kelalaian pengendara dalam mengendarakan kendaraan bermotor sering terjadi baik kelalaian yang disebabkan kekurang hati-hatian atau perhatian, maupun kelalaian akibat telah mengkonsumsi narkoba atau minuman beralkohol. Dari sekian banyak kasus Kelalaian pengendara tersebut sebagian mengakibatkan matinya orang, seperti yang terjadi ditugu tani dimana mobil yang dikendarai apriani menabrak para pejalan kaki dan akibatnya beberapa pejalan kaki tersebut sebagian meninggal dunia. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari pertanggungjawaban pengendara, oleh karena itu pengendara bertanggung jawab atas kerugian yang diderita bahkan tanggung jawab pidana yaitu ganti rugi dan pidana penjara. Penyelesaian perkara tersebut tidak lepas dari tagging jawab penegak hukum dalam hal ini kepolisian, kejaksaan, bahkan hakim sebagai alat perlengkapan hukum untuk menyelesaikan perkara ini, mulai dari tindakan penyelidikan sampai dengan eksekusi terhadap kelalaian pengendara kendaraan bermotor yang mengakibatkan matinya orang tersebut. Kata kunci: Pengendara, matinya orang
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3116
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3116/2660
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3117
2022-03-29T02:37:48Z
lexcrimen:ART
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3118
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
PENERAPAN HUKUM PIDANA ADAT DALAM HUKUM INDONESIA
Imanuel, Gerald Liem
Hukum Pidana Adat (Adat Recht) sebagai hukum yang hidup (living law), adalah realitas yang tidak dapat dihilangkan. Hukum Pidana Adat menyangkut cita sosial dan keadilan maÂsyarakat, ia menjadi darah dan daging dalam kehidupan masyarakat indonesia. Oleh karena itu meskipun KUHP tetap mendomiÂnasi berlakunya hukum pidana di Indonesia, tuntutan masyaÂrakat terhadap berlakunya hukum yang sesuai dengan sistem nilai, cita sosial dan keadilan masyarakat senantiasa tetap ada sebagai realitas, agar kesemuanya itu dapat menjaga harmoni dan solidaritas dalam masyarakat. Kata kunci: Hukum Pidana Adat (Adat Recht), KUHP.
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3118
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3118/2662
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3119
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN HUKUM BERTANGGUNG JAWAB ATAS TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN DOKTERNYA
Bawole, Grace Yurico
Rumah sakit sebagai badan hukum bertanggung jawab atas tindakan medis yang dilakukan dokternya yakni tanggung jawab etik dan tanggung jawab hukum. Tanggung jawab etik umumnya meliputi tanggung jawab disiplin profesi, sedangkan ke dalam tanggung jawab hukum termasuk tanggung jawab hukum pidana, perdata, dan administrasi.
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3119
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3119/2663
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3120
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
PERBANDINGAN HUKUM PENGATURAN YURISDIKSI TINDAK PIDANA SIBER DI INDONESIA DAN DI AFRIKA SELATAN
Bawole, Herlyanty Yuliana Anggraeny
Dasar pengaturan yurisdiksi kriminal terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Buku I Pasal 2 sampai Pasal 9 dan Pasal 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menganut prinsip territorial, prinsip bendera negara kapal dan prinsip pesawat negara terdaftar, prinsip nasional, prinsip perlindungan, prinsip universal, dan prinsip dual criminality. Sedangkan Pengaturan yurisdiksi kriminal terhadap tindak pidana siber di Afrika Selatan terdapat dalam Act no.25 of 2002 tentang Electronic Communication and Transaction Act, 2002 yang menganut prinsip dalam Konvensi Dewan Eropa 2001 yakni prinsip territorial subyektif, prinsip territorial obyektif, prinsip ekstra terirotial, prinsip nasional, prinsip bendera negara kapal, dan prinsip pesawat negara terdaftar. Pengaturan yurisdiksi kriminal dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik relatif singkat dan padat sehingga dalam implementasinya diperlukan penafsiran-penafsiran dan pengempangan terhadap prinsip-prinsip yurisdiksi dalam hukum internasional publik dan teori locus delicti dalam hukum pidana. Oleh karena itu, perlu adanya perluasan prinsip untuk meminimalisir dan menanggulangi berbagai tindak pidana siber yang semakin marak terjadi di Indonesia, seperti halnya Afrika Selatan yang memperluas prinsip dalam Konvensi Dewan Eropa 2001 untuk menentukan hukum negara mana yang harus digunakan jika melibatkan dua negara dalam tindak pidana siber dan perlu adanya upaya konsultasi antara dua negara tersebut agar tidak terjadi duplikasi permintaan yurisdiksi.
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3120
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3120/2664
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/3122
2022-03-29T02:43:27Z
lexcrimen:ART
PEDOFILIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
Mokale, Junita
UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, secara tegas menyatakan bahwa anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan sejak dalam kandungan ibunya. Selain itu anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang membahayakan atau menghambat bagi pertumbuhannya dengan wajar. Anak berhak atas perlindungan-Âperlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar. Dalam realitas ternyata jangan melindungi, malah anak sering dijadikan objek kejahatan, khususnya kejahatan seksual. Salah satu bentuk kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak adalah kejahatan pedofilia. Pedofilia adalah manusia dewasa yang memiliki perilaku seksual menyimpang dengan anak-anak. Kata Kunci : Pedofilia
LEX CRIMEN
2013-11-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3122
LEX CRIMEN; Vol. 2 No. 5 (2013): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/3122/2666
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/5294
2021-05-15T13:02:39Z
lexcrimen:ART
WEWENANG KHUSUS PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TEKNOLOGI INFORMASI
Ramopolii, Christian B.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana terjadinya perkara tindak pidana di bidang teknologi informasi elektronik dan bagaimana wewenang khusus penyidik untuk melakukan penyidikan perkara tindak pidana di bidang teknologi informasi elektronik. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat diambil kesimpulan, bahwa: 1. Terjadinya perkara tindak pidana teknologi informasi dapat disebabkan oleh adanya perbuatan yang dilakukan oleh prorangan maupun kelompok yang dengan sengaja atau tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman. 2. Wewenang khusus penyidik untuk melakukan penyidikan perkara tindak pidana teknologi informasi dilaksanakan oleh selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Kata kunci: Wewenang khusus, Penyidik, Teknologi Informasi.
LEX CRIMEN
2014-08-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/5294
LEX CRIMEN; Vol. 3 No. 3 (2014): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/5294/4807
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/5295
2021-05-15T13:02:39Z
lexcrimen:ART
MATINYA ORANG KARENA KELALAIAN PELAYANAN MEDIK (CRIMINAL MALPARCTICE)
Sondakh, Gladys
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana standart profesi medik di Indonesia dan bagaimana tanggungjawab hukum tenaga medik dan rumah sakit terhadap kelalaian yang mengakibatkan matinya orang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan, bahwa: 1. Standar profesi dokter memiliki 3 macam standar yaitu Standar kompetensi, standar perilaku, standar pelayanan. Standar kompetensi adalah yang biasa disebut sebagai standar profesi. Standar perilaku adalah standar berperilaku diuraikan dalam sumpah dokter, etik kedokteran dan standar perilaku IDI. Standar pelayanan merupakan standar dalam bertindak di suatu sarana kesehatan tertentu, dokter diberi rambu-rambu sebagaimana diatur dalam standar prosedur operasi sarana kesehatan tersebut. Dalam ketiga macam standar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa standar profesi sangat diutamakan dalam profesi kedokteran maupun medis. 2. Tanggung jawab hukum tenaga medik (dokter) sendiri dalam menjalankan tugas pelayanan medik jika melakukan suatu tindakan yang menyimpang atau bertentangan dengan standar profesi kedokteran dan memenuhi unsur culpa lata / kelalaian / kurang hati-hati dan tindakan tersebut mengakibatkan akibat yang fatal atau serius maka dokter tersebut dapat dikenai sanksi melanggar Pasal 395 KUHPid yaitu karena kurang hati-hati, atau Pasal 360 yang mengakibatkan orang lain luka berat atau meninggal dunia. Jadi penerapan standar profesi dokter sangat dominan dalam menentukan apakah seorang dokter itu melakukan malpraktik medik atau tidak. Kelalaian seorang tenaga medik tidak lepas dari tanggung jawab rumah sakit. Undang-Undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit yang di dalamnya sangat bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medik rumah sakit dan sangat mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan kode etik. Kata kunci:  Kelalaian, Pelayanan Medik
LEX CRIMEN
2014-08-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/5295
LEX CRIMEN; Vol. 3 No. 3 (2014): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/5295/4808
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/5296
2021-05-15T13:02:39Z
lexcrimen:ART
SANKSI PIDANA DALAM SISTEM PEMIDANAAN MENURUT KUHP DAN DI LUAR KUHP
Kansil, Fernando I
Masalah pidana dan pemidanaan dalam sejarahnya selalu mengalami perubahan. Dari abad ke abad, keberadaannya banyak diperdebatkan oleh para ahli. Bila disimak dari sudut perkembangan masyarakat manusia, perubahan itu adalah hal yang wajar, karena manusia akan selalu berupaya untuk memperbaharui tentang suatu hal demi meningkatkan kesejahteraannya dengan mendasarkan diri pada pengalamannya di masa lampau. Pidana dan pemidanaan sebagai ilmu atau penologi akan terkait erat dengan filosofi pemidanaan. Bila diamati perkembangan hukum pidana dewasa ini di Indonesia, terutama Undang-Undang Pidana Khusus atau perundang-undangan pidana di luar KUHP, terdapat suatu kecenderungan penggunaan sistem dua jalur dalam stelsel sanksinya yang berarti sanksi pidana dan sanksi tindakan diatur sekaligus. Penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengadakan penelitian terhadap bahan hukum primer yaitu berupa ketentuan perundang-undangan, bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan tentang bagaimana kedudukan sanksi dalam sistem pemidanaan menurut KUHP? Serta bagaimana kedudukan sanksi dalam sistem pemidanaan yang diatur diluar KUHP. Pertama, Pidana merupakan bagian mutlak dari hukum pidana, karena pada dasarÂnya hukum pidana memuat dua hal, yakni syarat-syarat untuk memungkinkan penjatuhan pidana dan pidananya itu sendiri. Jenis hukuman atau macam ancaman hukuman dalam Pasal 10 tersebut adalah Pidana Pokok dan Pidana Tambahan. Kedua, jenis sanksi tindakan masih terlihat belum tertata secara sistematis di Indonesia dalam peraturan tindak pidana khusus di luar KUHP. Terjadi inconsistency dalam penetapan sanksinya antara perundang-undangan pidana yang satu dengan perundang-undangan pidana lainnya. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut Pasal 10 KUHP, pidana dibedakan dalam pidana poÂkok dan pidana tambahan. Urutan pidana dalam Pasal 10 dibuat menurut beratnya pidana, di mana yang terberat disebut terlebih dahulu. Dalam penerapan perumusannya pada tiap-tiap pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana digunakan sistem alternatif, dalam arti bila suatu tindak pidana, hakim hanya boleh memilih salah satu saja. Hal ini berbeda dengan sistem kumulatif dimana hakim dapat memilih lebih dari satu jenis pidana
LEX CRIMEN
2014-08-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/5296
LEX CRIMEN; Vol. 3 No. 3 (2014): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/5296/4809
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/5297
2021-05-15T13:02:39Z
lexcrimen:ART
SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU YANG MELIBATKAN ANAK DALAM PERDAGANGAN ALKOHOL DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA
Lengkong, Frenalia F.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap anak agar tidak dilibatkan dalam perdagangan alkohol dan zat adiktif lainnya serta bagaimana pemberlakuan sanksi pidana terhadap pelaku yang melibatkan anak dalam perdagangan alkohol dan zat adiktif lainnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Perlindungan hukum terhadap anak agar tidak dilibatkan dalam kegiatan produksi dan distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya dilakukan dengan membuat peraturan perundang-undangan dan tanggung jawab penyelengaraannya dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas untuk melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak serta memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak. 2. Pemberlakuan sanksi pidana terhadap pelaku yang melibatkan anak dalam produksi dan distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya merupakan bagian dari penegakan hukum untuk memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana dan bagi pihak lain tidak melakukan perbuatan yang sama. Ancaman sanksi pidana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan paling singkat 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi, maka pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus dan/atau korporasinya. Â Pidana yang dijatuhkan kepada korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan pidana denda yang dijatuhkan ditambah 1/3 (sepertiga). Kata kunci: Anak, Alkohol, Adiktif
LEX CRIMEN
2014-08-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/5297
LEX CRIMEN; Vol. 3 No. 3 (2014): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/5297/4810
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/5298
2021-05-15T13:02:39Z
lexcrimen:ART
PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP KEKERASAN MENURUT UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Limbat, Taisja
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana substansi dari larangan penggunaan kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga menurut Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan bagaimana kekerasan fisik terhadap anak oleh orang tua dengan tujuan untuk mendisiplinkan atau mendidik masih dapat dibenarkan di bawah Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Denagn menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Substansi larangan penggunaan kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga menurut UU No.23 Tahun 2004 adalah memberikan perlindungan yang bersifat komprehensif (menyeluruh) dan tegas terhadap anak dalam rumah tangga. 2. Walaupun dalam UU No.23 Tahun 2004 diadakan larangan penggunaan kekerasan, di antaranya kekerasan fisik, oleh orangtua terhadap anak, tetapi dalam undang-undang ini tidak secara eksplisit (tersurat) dilarang pemberian hukuman fisik oleh orangtua terhadap anak dengan tujuan untuk mendisiplinkan/ mendidik. Kata kunci: Anak, Kekerasan, Rumah Tangga.
LEX CRIMEN
2014-08-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/5298
LEX CRIMEN; Vol. 3 No. 3 (2014): Lex Crimen
2301-8569
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/5298/4811
f38fe83c409cf66cd7820947f0df8c70