2024-03-28T08:05:31Z
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/oai
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7065
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN BAGI ORANG ASING YANG MELEBIHI BATAS WAKTU IZIN TINGGAL DI INDONESIA
Hasan, Alan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia dan bagaimanakah penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay). Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan: 1. Izin tinggal yang diberikan oleh suatu Negara kepada orang asing adalah suatu wujud kedaulatan Negara sebagai suatu Negara hukum yang memiliki kewenangan sepenuhnya untuk menentukan dan mengatur batasan-batasan bagi orang asing untuk tingla di suatu Negara. Izin tersebut bukanlah hal dari seseorang asing, tetapi merupakan privilege yang diberikan oleh Negara kepada orang asing. Selain itu batasan-batasan mengenai izin tinggal adalah untuk melindungi kepentingan bangsa dari aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi, ketenagakerjaan, keamanan dan ketertiban. 2. Penindakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian terhadap perbuatan melampaui batas waktu izin tinggal (overstay) dilaksanakan dalam dualisme sistem penegakan hukum yaitu didasarkan pada hukum pidana dan hukum administratif. Tindakan keimigrasian secara administratif lebih efektif dan efesien, dalam hal penegakan hukum terhadap perbuatan overstay apabila dilandasi atas asas subsidaritas hukum pidana yakni mengedepankan prinsip ultimum remedium dalam hukum pidana maka penyelesaian secara adminsitratif adalah kebijakan yang lebih tepat dan mengenai sasaran. Kata kunci: Orang asing, izin tinggal.
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7065
10.35796/les.v3i1.7065
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7065/6578
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7066
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
FUNGSI YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Lapadengan, Tirsa
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan yayasan dalam hukum positif Indonesia dan bagaimana implementasi Hukum Yayasan pada badan hukum pendidikan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normative dan dapat disimpulkan: 1. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor. 16 jo. Undang-Undang Nomor. 28 tentang yayasan, sumber hukumnya ialah kebiasaan dan yurisprudensi sehingga sistem hukum yayasan adalah sistem terbuka, namun pasca peraturan perundangannya diberlakukan, beralih menjadi sistem tertutup oleh karena yayasan diatur secara tegas sebagai badan hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban menurut hukum. 2. Badan Hukum Pendidikan adalah suatu badan hukum yang dibentuk berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik badan hukum antara lainnya ada pemisahan kekayaan dari kekayaan pendiri, ada Organ-Organnya. Badan Hukum Pendidikan diarahkan agar dunia pendidikan semakin mandiri dalam pengelolaan pendanaannya. Kata kunci: Yayasan, pengelolaan, pendidikan
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7066
10.35796/les.v3i1.7066
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7066/6579
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7067
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
PENEYELESAIAN SENGKETA PELANGGARAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
Situngkir, Fridolin
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah bentuk sengketa pelanggaran hukum perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan bagaimanakah cara penyelesaian sengketa pelanggaran hukum perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative dan dapat disimpulkan: 1. Jenis sengketa pelanggaran hukum perlindungan konsumen terdiri dari sengketa di bidang periklanan; sengketa di bidang perjanjian standar; layanan purnajual; hak atas kekayaan intelektual; asuransi; dan produk pangan yang membahayakan konsumen. Keenam jenis sengketa ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari berbagai larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 2. Adapun bentuk penyelesaian sengketa yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan sengketa pelanggaran perlindungan konsumen menurut sistem perundangan ini, terdiri dari dua jenis, yakni: bisa melalui peradilan umum, dan juga bisa melalui jalur di luar peradilan. Jalur peradilan umum dengan memanfaatkan peran lembaga perlindungan konsumen nasional melalui jalur: mengajukan gugatan, proses penyidikan, dan kemudian proses peradilan yang ditempuh dalam peradilan melalui tiga alternatif, yakni: gugatan permohonan atau gugatan voluntair; gugatan contentiosa; dan gugatan perwakilan kelompok. Sedangkan melalui jalur di luar peradilan, proses penyelesaiannya bisa dilakukan dengan melalui beberapa alternatif, diantaranya adalah: negosiasi; mediasi; proses konsiliasi; fasilitasi; proses penilai independen; dan arbitrase. Kata kunci: Sengketa, Konsumen
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7067
10.35796/les.v3i1.7067
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7067/6580
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7068
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
EFEKTIVITAS KONVENSI WINA 1961 TENTANG HUBUNGAN DIPLOMATIK DALAM MENGATASI KONFLIK . ANTAR NEGARA
Inkiriwang, Kevin Gerson
Mewakili (representation) negaranya pada negara penerima merupakan suatu fingsi di mana pewakilan diplomatik dipercayakan untuk bertindak sebagai saluran hubungan antara kedua negara, fungsi reporting tentu saja adalah upaya untuk mendapatkan suatu kepastian dengan cara yang sah atas seluruh keadaan maupun perkembangan dinegara penerima, dan negotiating adalah tugas untuk melakukan perundingan mengenai berbagai masalah. Ada 6 (enam) cara yang bisa dipilih atau dianjurkan oleh suatu Perwakilan Diplomatik melakukuan diplomasi dalam mengatasi Konflik antarnegara, yaitu: NegosiasiMediasiPencarian Fakta (Inquiry)KonsiliasiArbitrasePenyelesaian Konflik atau Sengketa melalui Organisasi Regional Mengingat banyaknya kasus yang menyebabkan konflik antarnegara, maka para diplomat pada tiap negara harus mampu menjaga hubungan diplomatik yang baik dan mampu melakukan diplomasi-diplomasi yang bisa memberikan keuntungan bagi kepentingan nasional masing-masing negara. Efetivitas Hubungan Diplomatik dalam mengatasi konflik antarnegara sudah bisa dipastikan efektif. Namun, tentu saja agar hubungan diplomatik tersebut bisa efektif dalam mengatasi konflik antarnegara perlu didukung oleh beberapa faktor seperti, penentuan ditetapkannya diplomat yang tepat serta mempunyai kemampuan yang handal agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Selain itu, setiap negara yang terlibat konflik atau pertikaian harus memiliki kesadaran bahwa betapa pentingnya pemeliharaan perdamaian dunia, yang dengan inisitaif setiap negara-negara tersebut lebih memilih berdiplomasi melalui hubungan diplomatik ketimbang melaui cara kekerasan maupun perang. Selanjutnya, salah satu faktor yang penting yaitu, dengan adanya aturan-aturan Hukum Internasional tersebut dianggap bisa membantu membuat Hubungan Diplomatik efektif, serta ditambah dengan beberapa keberhasilan Indonesia melakukan diplomasi dengan negara-negara lain sebagai pendukung yang membuat Hubungan diplomatik efektif dalam mengatasi konflik antarnegara. Oleh sebab itu, suatu negara juga diharapkan agar bisa menjaga hubungan baik sesama negara lain, dengan menghargai kepentingan-kepentingan, prinsip-prinsip, ideologi, serta tidak melanggar batas-batas wilayah masing-masing negara supaya bisa terhindar dari konflik
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7068
10.35796/les.v3i1.7068
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7068/6581
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7069
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
KODE ETIK HAKIM DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA
Deu, Melfa
Profesi hakim di Indonesia yang dalam fungsi dan tugasnya hakim berkedudukan sebagai pejabat Negara yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian. Tujuan dibentuknya kode etik dan pedoman perilaku hakim serta pengawasan oleh Komisi Yudisial tersebut adalah demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti timbulnya salah paham atau konflik antara sesama anggota hakim atau antara hakim dengan masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang dipergunakan dalam usaha menganalisis bahan hukum dengan mengacu kepada norma-norma hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan tentang bagaimana kode etik hakim di Indonesia serta bagaimana peranan komisi yudisial sebagai lembaga pengawasan pada hakim di Indonesia. Pertama, Kode Etik Hakim di Indonesia yakni: Kode etik adalah sebuah kompas yang menunjuk arah moral bagi profesional hukum dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi hukum di mata masyarakat; Kode etik dan penguasaan hukum ini bersifat komplementer, saling mengisi dan menguatkan jati diri para profesi hukum; Kode etik hakim bersifat universal, terdapat dinegara manapun. Termasuk Negara Republik Indonesia. Karena dalam kode etik terkandung nilai-nilai kebaikan yang sudah selayaknya dipatuhi oleh para Hakim. Kedua, Komisi Yudisial sebagai lembaga Pengawasan Hakim di Indonesia. Komisi Yudisial kedudukannya disejajarkan dengan lembaga-lembaga tinggi Negara lainnya. Komisi Yudisial bersifat Mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa kode Etik dan pedoman perilaku pada hakim adalah merupakan pedoman untuk para hakim dalam menjalankan kehidupannya baik dalam persidangan maupun diluar persidangan. Bahwa Komisi Yudisial sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 maupun undang-undang KY adalah merupakan lembaga Independen dalam lingkup Kekuasaan Kehakiman tetapi bukan pelaku yudisial dan merupakan lembaga pengawas internal terhadap person dari hakim dalam kekuasaan kehakiman
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7069
10.35796/les.v3i1.7069
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7069/6582
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7070
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
PENGATURAN WASIAT WAJIBAH TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM
Ramdhani, Ria
Hukum Islam memperbolehkan mengangkat anak namun dalam batas-batas tertentu yaitu selama tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dari orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya. Filosofis yang terkandung dalam konsep hukum Islam yang pada sisinya tertentu memperbolehkan pengangkatan anak namun dalam sisi lain memberikan syarat yang ketat dan batasan pengertian pengangkatan anak adalah : a. Memelihara garis turun nasab (genetik) seorang anak angkat sehingga jelaslah kepada siapa anak angkat tersebut dihubungkan nasabnya yang berdampak pada hubungan, sebab dan akibat hukum. b. Memelihara garis turun nasab bagi anak kandung sendiri sehingga tetap jelas hubungan hukum dan akibat hukum terhadapnya. Dengan demikian, Perlu ada pembentukan pola pikir dalam masyarakat khususnya mereka yang mengangkat anak bahwa anak angkat dalam Islam tidak sama statusnya dengan anak kandung baik itu berupa pemberian nasab (keturunan) atau nama belakang maupun pemberian harta warisan. Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa anak angkat atau orang tua angkat tidak ada hubungan mewarisi. Tetapi sebagai pengakuan mengenai baiknya lembaga pengangkatan anak, maka hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya dikukuhkan dengan perantara wasiat atau wasiat wajibah. Kompilasi hukum Islam yang sekarang menjadi acuan oleh Pengadilan agama bahwa anak angkat berhak memperoleh “wasiat wajibah†dengan syarat tidak boleh lebih dari 1/3 harta berdasarkan Pasal 209 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam. Untukitu, disarankan kepada para hakim agama di Lingkungan Peradilan Agama agar berani untuk menerapkan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai maksud Pasal 5 ayat 1 Undang-undang No. 48 tahun 2008 tentang Pokok-pokok kekuasaan kehakiman yang berbunyi : Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7070
10.35796/les.v3i1.7070
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7070/6583
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7071
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM HUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
Kusuma, Ayu Amalia
Anak adalah salah satu sumber daya manusia yang membutuhkan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Sebagai implementasinya, Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuannya menjadi Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan bukti empiris anak dan perempuan merupakan posisi rentan menjadi korban perdagangan orang. Dalam hal ini efektivitas Undang-Undang Perlindungan Anak dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak korban  perdagangan orang dikaitkan dengan faktor-faktor perdagangan orang. Sejauh ini, ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang menyangkut perlindungan hukum  terhadap anak korban  perdagangan orang sudah memadai. Persoalannya adalah ketersediaan  regulasi tersebut belum dapat diterapkan secara efektif dalam masyarakat. Sehingga diperlukan pembenahan dari segi penerapannya. Kemudian dapat dilihat akibat hukumnya bagi anak korban perdagangan orang ialah berupa perlindungan khusus yang dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi. Namun,perlindungan berupa reintegrasi atau proses penyatuan kembali kepada orang tua dan masyarakat juga dibutuhkan guna membantunya melalui proses pemulihan dengan baik
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7071
10.35796/les.v3i1.7071
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7071/6584
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7072
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM
Arifin, Arini Indika
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap korupsi dan bagaimana regulasi Tindak Pidana Korupsi menurut Hukum Pidana Islam. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Korupsi dalam Islam adalah perbuatan melanggar syariat. Syariat Islam bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia dengan apa yang disebut sebagai maqashidussy syaria’ah. Perspektif konteks ajaran Islam yang lebih luas, praktik korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan, akuntabilitas, dan tanggung jawab. Korupsi dan segala dampak negatifnya menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan Negara dan masyarakat yang dapat di kategorikan ke dalam perbuatan kerusakan di muka bumi (fasad) yang sangat dikutuk Allah swt. 2. Regulasi Hukum Pidana Islam menempatkan korupsi dalam kategori jarimah takzir, takzir merupakan sanksi hukum yang diberlakukan kepada seseorang pelaku jarimah atau tindak pidana yang melakukan pelanggaran-pelanggaran baik berkaitan dengan hak Allah swt maupun hak manusia, dan pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak ditentukan secara tegas bentuk sanksinya di dalam nash Al-Quran dan hadist oleh karena tidak ditentukan secara tegas maka takzir menjadi kompetensi hakim atau penguasa setempat. Sanksi hukum takzir dapat berupa hukuman penjara, hukuman denda, masuk dalam daftar orang tercela, hukum pemecatan, bahkan hukuman mati. Kata kunci: Korupsi, Pidana Islam
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7072
10.35796/les.v3i1.7072
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7072/6585
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7073
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PELANGGARAN YANG BERAT TERHADAP HAM
Rincap, Febriyanto Ricart
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aturan hukum tentang perlindungan bagi korban pelanggaran berat terhadap HAMdan bagaimana praktek perlindungan bagi korban pelanggaran berat terhadap HAM. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan mtode penelitian normative dan dapat disimpulkan, bahwa: 1. Perlindungan korban pelanggaran yang berat terhadap HAM telah dijamin, sebagaimana yang tertuang dalam berbagai instrumen hukum Internasional, yaitu Pasal 9 ayat (5) Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Pasal 5 ayat (5) Konvensi eropa dan Pasal 34 UU No.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. 2. Praktek perlindungan korban pelanggaran HAM yang berat sendiri dipengaruhi oleh kesadaran Negara yang mempunyai kewajiban untuk memberikan pemulihan dalam hal terjadi sesuatu pelanggaran terhadap kewajiban di bawah hukum internasional untuk menghormati dan memastikan penghormatan terhadap hak asasi manusia, termasuk kewajiban untuk mencegah pelanggaran, kewajiban untuk menyelidiki pelanggaran, kewajiban untuk mengambil tindakan yang layak terhadap para pelanggar, kewajiban untuk memberikan penanganan hukum kepada para korban. Kata kunci: Korban, Pelanggaran berat, HAM
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7073
10.35796/les.v3i1.7073
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7073/6586
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7074
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
KAJIAN YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS TNI DALAM PEMBERANTASAN TERORISME DI INDONESIA
Lolombulan, Hizkia Israel
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kedudukan dari TNI dalam pemberantasan terorisme di Indonesia dan apakah tugas dari TNI dalam pemberantasan terorisme di Indonesia. Denagn menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Berdasarkan rekomendasi Komisi I DPR tersebut dan assessment terhadap dinamika terorisme, menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), dalam penanganan terorisme di Indonesia. Penandatangan MoU ini merupakan implementasi Peraturan Presiden No 46 Tahun 2010 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden No 12 tahun 2012. 2. Dalam Undang-Undang No. 34 tahun 2004 disebutkan tugas pokok TNI itu pada prinsipnya ada tiga, yaitu: pertama, menegakkan kedaulatan negara: kedua, mempertahankan keutuhan wilayah dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Dan Peraturan Kasad Nomor Perkasad/125/XII/2011 tanggal 21 Desember 2011, menyangkut Tugas-Tugas TNI. Kata kunci: TNI, Terorisme.
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7074
10.35796/les.v3i1.7074
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7074/6587
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7075
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA
Pangemanan, Jefferson B.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 mengatur tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan bagaimana pertanggungjawaban pidana anak dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia. Denagn menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan: 1. Bahwa dengan adanya Sistem Peradilan Pidana Anak yang menginginkan adanya kemajuan secara praktis dalam rangka perlindungan sebaik-baiknya kepada anak yang dipandang sebagai aset berharga suatu bangsa dan negara di masa mendatang yang harus dijaga dan dilindungi hak-haknya. Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.2. Bahwa pertanggungjawaban pidana anak di bawah umur yang berkonflik dengan hukum adalah sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur dalam KUHP dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak yang melakukan tindak pidana tetap dapat dimintakan pertanggungjawabannya, ancaman pidana bagi anak yang melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum ditentukan oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dimana penjatuhan pidananya ditentukan setengah dari maksimal ancaman pidana dari orang dewasa, sedangkan penjatuhan pidana seumur hidup dan pidana mati tidak diberlakukan terhadap anak. Kata kunci: Anak, Peradilan Pidana
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7075
10.35796/les.v3i1.7075
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7075/6588
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7076
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
KAJIAN HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA
Ticoalu, Sergio
Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam suku, adat, agama dan budaya. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Jaminan kebebasan kehidupan beragama di Indonesia secara normatif cukup kuat, namun, dalam pelaksanaannya wajib mentaati peraturan-perundang-undangan, sebagai bagian dari pelaksanaan toleransi bernegara dan bermasyarakat.Pemerintah menjamin kebebasan beragama, namun masih munculnya berbagai aliran atau sekte keagamaan yang belum diakui oleh Pemerintah. Dengan menggunakan penelitian hukum normatif tentang apa yang menjadi penyebab dan bagaimana cara penanggulangan terhadap tindak pidana penistaan agama di Indonesia serta bagaimana pengaturantindak pidana penistaan agama di Indonesia. Pertama, penyebab terjadinya tindak pidana penistaan agama di Indonesia yakni: Kegagalan Pembinaan Agama; Lemahnya Penegakan Hukum (Law Enforcement) dan Munculnya Pembela Aliran Sesat. Cara penanggulangannya: Usaha Preventif (Usaha Pencegahan); Usaha Repressif (Tindakan Penanggulangan) dan Usaha Reformatif (Pembinaan terhadap Para Pelaku). Kedua, pengaturan tindak pidana penistaan agama di Indonesia. Pengaturan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam Pasal 156 dan 156a. Â Upaya penindakan aliran-aliran sesat hanya memuat rumusan sanksi pidana penjara selama-Âlamanya 5 (lima) tahun. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Aliran-aliran sesat yang muncul di Indonesia karena adanya paham-Âpaham baru yang bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini disebabkan karena ajaran meluas ke seluruh jemaat/umat atau karena kepentingan pribadi /organisasi. Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah terdapat di dalam KUHP, RUU KUHP maupun pengaturan-pengaturan lain yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga keagamaan. Kata kunci: penistaan agama
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7076
10.35796/les.v3i1.7076
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7076/6589
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7077
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
SANKSI HUKUM TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT SISTEM HUKUM INDONESIA DAN AKIBAT PIDANA PENJARA
Moniaga, Mansila M.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah sanksi hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana menurut sistem hukum Indonesia dan bagaimanakah akibat penjatuhan pidana penjara terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana. Denagn menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan: 1. Bahwa sanksi hukum yang dapat dijatuhkan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu berupa: pidana dan tindakan. Sanksi pidana terdiri dari : pidana pokok berupa; pidana peringatan, pidana dengan syarat seperti pembinaan di luar lembaga, pelayanan masyarakat atau pengawasan, kemudian pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga dan pidana penjara; serta pidana tambahan berupa: perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana dan pemenuhan kewajiban adat. Sanksi tindakan berupa: pengembalian kepada orang tua/wali, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LPKS, kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta, pencabutan SIM dan atau perbaikan akibat tindak pidana. 2. Bahwa penjatuhan pidana penjara bagi anak mempunyai akibat yang sangat besar terhadap masa depan anak itu sendiri. Anak akan mendapat cap/label sebagai anak nakal, kemudian anak yang sementara menjalani pidana dalam penjara akan mengalami proses ‘prisonisasi’, suatu proses pembiasaan sikap dan perilaku dengan narapidana yang lain yang tidak baik. Disamping kedua hal tersebut, pidana penjara juga berakibat buruk dari dimensi sosial yaitu anak akan beranggapan bahwa ia telah dibuang dari pergaulan hidup masyarakat dan dari dimensi pendidikan, anak tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang layak dan kehilangan harapan untuk meraih cita-citanya. Kata kunci: Anak, dibawah umu, penjara.
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7077
10.35796/les.v3i1.7077
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7077/6590
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7078
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
KEDUDUKAN PENASEHAT HUKUM (LAWYER) PADA PEMERIKSAAN TERSANGKA OLEH PENYIDIK POLRI
Syam, Rio Christo
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hak-hak tersangka telah diakomodir oleh KUHAP dan sejauhmana potensi penyalahgunaan wewenang oleh polisi dalam memeriksa para tersangka pada tingkat penyidikan serta bagaimana kedudukan Penasehat Hukum (advokad) dalam mendampingi klien pada tingkat penyidikan oleh Polri. Denagn menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan: 1. Hak Asasi Manusia adalah hak kodrat moral yang merupakan hak-hak dasar manusia yang melekat secara langgeng pada manusia itu sendiri, di mana hak-hak tersebut sudah ada sejak manusia itu lahir ke muka bumi, sehingga kita sebagai sesama manusia wajib menghormati, menjunjung tinggi, dan melindunginya. 2. Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang di dalamnya menegaskan hak dari tersangka atau terdakwa untuk didampingi penasehat hukum apabila tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana 15 tahun atau lebih, atau bagi yang tidak mampu yang diancam pidana 5 tahun yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, di mana pejabat yang bersangkutan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka. 3. Kehadiran Penasehat hukum untuk membela nilai Hak Asasi Manusia (HAM), di mana bagi setiap tersangka atau terdakwa berhak didampingi penasehat hukum pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan. Kata kunci: Penasehat hukum, tersangka
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7078
10.35796/les.v3i1.7078
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7078/6591
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7079
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
KAJIAN YURIDIS PASAL 134 KUHAP TENTANG BEDAH MAYAT DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA
Rompas, Amelia Fransiska
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum pidana dalam bedah mayat terkait dengan inkonsistensi Pasal 134 KUHAP dan bagaimana kendala – kendala dalam penegakan hukum pidana terhadap proses bedah mayat terkait inkonsistensi Pasal 134 KUHAP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan: 1. Penegakan hukum pidana di Indonesia dalam bedah mayat mengalami inkonsistensi baik dalam Pasal 134 KUHAP dikaitkan dengan substansi dari sistem hukum berupa peraturan–peraturan lainnya tentang bedah mayat dan struktur sistem hukum berupa kewenangan dan peran dari POLRI sebagai penyidik, peran dan kewenangan dari saksi ahli atau dokter forensik, bahkan koordinasi secara bersama antara penyidik dan dokter forensik. Kontradiksi antara sub-sistem dengan sub-sistem yang lain akan berdampak pada hasil penegakan Hukum di Indonesia, termasuk Hukum Pidana Indonesia. Demikian juga jika terjadi pertentangan antara beberapa aturan hukum yang secara substansial mengatur kewenangan institusional dalam bidang penegakan hukum. Hal inilah yang akan mengakibatkan adanya inkonsistensi baik antara penegak hukum, sistem penegakan hukum atau peraturan perundangan–undangan yang ada. 2. Terdapat faktor yang menyebabkan adanya kendala dalam bedah mayat untuk kepentingan peradilan. Faktor – faktor tersebut adalah: Budaya Pemikiran Masyarakat yang Sempit,Penolakan Bedah Mayat oleh Keluarga yang Menyebabkan Kematian Tidak Wajar,Biaya dalam Pelaksanaan Bedah Mayat,Kurangnya Pendidikan Forensik terhadap Penyidik,Keterbatasan Fasilitas Dalam Pelaksanaan bedah Mayat,Kesalahan Koordinasi antara Penyidik dan Dokter Forensik,Melakukan Identifikasi Terhadap Korban Yang tidak dikenal,Kurangnya Sumber Daya Manusia di Bagian Forensik. Kata kunci: Bedah, mayat
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7079
10.35796/les.v3i1.7079
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7079/6592
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7080
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
PERTANGGUNGJAWABAN PENYIDIK DALAM HAL TERJADI KESALAHAN PENANGKAPAN
Moritz, Jordy
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kewenangan penyidik dalam melakukan penangkapan menurut KUHAP dan bagaimanakah pertanggungjawaban penyidik ketika terjadi kesalahan penangkapan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Pertanggungjawaban penyidik Polri secara individu atau non individu dengan memberikan jalan untuk mengajukan praperadilan ke Pengadilan agar dapat mengetahui dimanakah letak kekeliruan penerapan salah tangkap tersebut. Pertanggungjawaban penyidikan secara kode etik berupa penurunan pangkat jabatan bahkan pemecatan apabila melakukan tindakan berat yang bertentangan dengan kode etik Kepolisian Indonesia. 2. Pertanggungjawaban penyidikan Polri secara hukum pidana apabila terjadi salah tangkap atau error in persona dalam melakukan tugas Kepolisian tidak dapat dipidanakan atau dituntut sesuai penyalahgunaan wewenang Kepolisian. Penyidik juga tidak berkewajiban untuk menyatakan penyesalan atau meminta maaf secara tertutup atau secara terbuka. Kata kunci: Pertanggungjawaban, Penyidik, Penangkapan
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7080
10.35796/les.v3i1.7080
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7080/6593
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/7081
2018-03-13T22:18:09Z
lexetsocietatis:ART
ARBITRASE MERUPAKAN UPAYA HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIOANAL
Tampongangoy, Grace Henni
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan dalam penyelesaian masalah melalui arbitrase dan bagaimana proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Â Denagn menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 2. Adanya perjanjian tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan negara. Kata kunci: Arbitrasi, Penyelesaian sengketa, Dagang internasional
Universitas Sam Ratulangi
2015-02-13
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7081
10.35796/les.v3i1.7081
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 1 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/7081/6594
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/8215
2018-11-18T17:01:54Z
lexetsocietatis:ART
KAJIAN HUKUM WEWENANG KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI UTARA DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH
Binambuni, Sandra Paula
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menggantikan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran yang dinilai tidak lagi sesuai dengan keadaan bangsa, semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 ini adalah penyiaran yang bebas dari intervensi penuh pemerintah pusat dengan dibentuknya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang ada di pusat dan di daerah. Keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang mengenal kondisi daerah justru hanya bergerak pada bagian pengawasan isi siaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Utara dan bagaimana penerapan desentralisasi berkaitan dengan kewenangan tersebut. Wewenang Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi tidak boleh dibatasi hanya pada pengawasan isi siaran namun juga perizinan. Perlu adanya revisi undang-undang penyiaran yang baru dengan Komisi Penyiaran Indonesia dalam menentukan Izin Penyelenggaraan Penyiaran. Desentralisasi yang membagi kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah perlu diperjelas dalam perubahan undang-undang penyiaran nanti, Izin Penyiaran dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia sedangkan pemerintah pusat sebagai pengawasan penyiaran di tingkat pusat dan untuk proses di daerah sepenuhnya oleh Komisi Penyiaran Daerah Sulawesi Utara dibantu pemerintah daerah untuk pengawasan sesuai dengan semangat desentralisasi. Kata Kunci : Wewenang, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, otonomi
Universitas Sam Ratulangi
2015-05-11
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/8215
10.35796/les.v3i5.8215
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 5 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/8215/7774
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/8216
2018-11-18T17:01:54Z
lexetsocietatis:ART
TANGGUNG JAWAB PROFESI PENEGAK HUKUM DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA
Ansow, Anneke V.
Anak adalah suatu potensi tumbuh kembang suatu bangsa dimasa depan. Oleh sebab itu anak patut diberikan pembinaan dan perlindungan secara khusus oleh Negara dan Undang-Undang untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial. Berdasarkan spesifikasi peradilan anak tersebut mengharuskan setiap penegak hukum baik hakim atau jaksa dituntut tanggung jawab profesi dalam proses peradilan anak. Negara Indonesia sudah memiliki aturan untuk melindungi, mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak antara lain Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak dan Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pentingnya perlindungan anak proses pengadilan menyebabkan tanggung jawab profesi penegak hukum menjadi hal yang mutlak. Melalui Penelitian yuridis normatif penelitian dilakukan terkait dengan tanggung jawab profesi penegak hukum dalam peradilan anak dengan melakukan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kenyataan hukum sebagai pelengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa standar profesi belum diterapkan dalam sistem peradilan anak baik standar profesi haki maupun jaksa. Ketidak tegasan penerapan standar profesi disebabkan karena lemahnya sistem penegasan untuk menuntut jaksa dan hakim yang melakukan pelanggaran kode etik profesi dalam peradilan sebagai kesimpulan standar profesi penegak hukum telah diatur dalam aturan profesi hukum seperti kode etik profesi hakim baik berlaku bagi hakim, jaksa, maupun profesi hukum lainnya. Dalam praktek peradilan anak standar profesi penegak hukum tidak diterapkan oleh hakim dan jaksa yaitu memberikan perlakuan khusus bagi anak. Kata Kunci : Penegak hukum, peradilan anak, hak asasi manusia
Universitas Sam Ratulangi
2015-05-11
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/8216
10.35796/les.v3i5.8216
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 5 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/8216/7775
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/8218
2018-11-18T17:01:54Z
lexetsocietatis:ART
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN DI WILAYAH TANGKAPAN IKAN (FISHING GROUND)
Mamoto, Victor O.
Perlindungan terhadap nelayan tradisional dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan sebagaimana sudah diatur dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 sejak pemerintah Republik Indonesia meratifikasi konfensi hukum laut tahun 1982 maka kedaulatan atas laut dan perikanan telah menjadi kedaulatan negara yang harus dipertahankan untuk kesejahteraan masyarakat (nelayan tradisional). Payung hukum untuk melindungi nelayan pada wilayah tangkapan telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan terutama undang-undang perikanan nomor 23 tahun 2009 sebagai payung hukum banyaknya kapal-kapal yang melakukan penangkapan ilegal (ilegal fishing) merupakan tantangan dalam perlindungan hak-hak nelayan diwilayah tangkapan ikan. Hasil penelitian menunjukan pada kenyataannya masih terjadi pelanggaran terhadap wilayah tangkapan yang peruntukan bagi nelayan tradisional, undang-undang perinakan nomor 23 tahun 2009 belum menyangkut aspek penting yang terkait dengan hak-hak nelayan dibidang ekonomi dan sosial (ekoso) terkait dengan terhadap standar hidup minimal dan keuntungan dari hasil tangkapan untuk meningkatkan taraf hidup. Sebagai kesimpulan berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah untuk melindungi wilayah tangkapan nelayan sesuai UU 23 tahun 2009 tatapi dibutuhkan kosistensi dalam perlindungan ekoso agar supaya pasal 33 ayat 3 bisa diwujudkan. Kata kunci: Nelayan, wilayah, tangkapan ikan
Universitas Sam Ratulangi
2015-05-11
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/8218
10.35796/les.v3i5.8218
LEX ET SOCIETATIS; Vol. 3 No. 5 (2015): Lex Et Societatis
2337-9758
2747-1713
eng
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/8218/7777
4fe2169944e11eee4bc26f70ac2033e4