ANALISIS HAK KONSUMEN TERHADAP PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT OLEH HAKIM PENGADILAN NIAGA

Authors

  • Anthonius Karianga

Abstract

Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang bahwa semua harta debitur pailit dapat dilakukan penyitaan umum guna untuk pemberesan dan pengurusan harta pailit demi mendapatkan pelunasan dan kepastian hukum dan dilakukan oleh kurator yang diawasi oleh hakim pengawas.  Maka harta debitur pailit dipergunakan untuk pelunasan utang. Salah satu yang terkena pailit adalah PT. Metro Batavia Air yang dinyatakan pailit oleh hakim Pengadilan Niaga dinyatakan pailit pada tanggal 30 Januari 2013, berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 77/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst., tertanggal 30 Januari 2013. PT. Metro Batavia Air sudah memangkas penerbangan yang awalnya 64 Rute penerbangan dikurangi 20 rute penerbangan, hanya 40 rute penerbangan yang di operasikan oleh PT. Metro Batavia Air. Dalam kasus batavia air tersebut diatas terdapat berjuta pelanggan batavia air atau konsumen batavia air yang sudah membeli tiket disetelah palu hakim diketok oleh hakim Pengadilan Niaga di jakarta pusat, maka mirisnya nasib konsumen yang tidak tergantikan, bahkan  konsumen dirugikan karena dalam pembagian harta pailit pun pada perusahaan yang dinyatakan pailit yang dalam penguasaan kurator seolah-olah tidak diperhatikan. Pada kasus PT. Metro Batavia Air bahwa yang dipailitkan adalah PT. Metro Batavia air, Travel-travel yang menjual tiket penerbangan atas maskapai PT. Metro Batavia Air mendapatkan effek dari pailitnya PT. Metro Batavia Air. Lepas dari pailit maka travel hanya sebagai perantara sebagai penjual tiket dan pengangkut yang memiliki tanggung jawab penuh atas pengangkutan barang maupun penumpang, seharusnya hal tersebut yang sudah diatur dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pada pasal 4 huruf h yang pada intinya yaitu mendapatkan ganti kerugian karena barang dan atau tidak sesuai dengan perjanjian. Memperhatikan hal tersebut maka diperkuat pasal 140 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan bahwa Badan usaha angkutan udara niaga wajib mengangkut orang dan/atau kargo, dan pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan. Dan pada pasal 2 peraturan menteri nomor 77 tahun 2011 tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara, bahwa pertanggung jawaban oleh pengangkut terhadap penumpang ataupun barang penumpang dan atau kerugian pihak ketiga termasuk didalamnya yaitu keterlambatan dan tidak berangkatnya maskapai penerbangan.

Kata Kunci : pailit, pengadilan niaga

Author Biography

Anthonius Karianga

e journal fakultas hukum unsrat

Downloads

Published

2017-10-19