ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA MENUJU KAWASAN CAGAR BUDAYA DI KOTA TOMOHON

Authors

  • Alberta Mantiri
  • Fela Warow
  • Judy O. Waani

DOI:

https://doi.org/10.35793/fraktal.v6i1.35792

Abstract

Kawasan bersejarah sebagai bagian penting bagi perkembangan kota perlu dilakukan kajian sejarah dan arsitekturnya. Dalam sejarahnya Kota Tomohon memiliki hubungan dengan bangsa kolonial Belanda, dimana tersebar dibeberapa kawasan. Ketidaktersediaan basis data menjadi salah satu latar belakang penelitian ini penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ciri dan menemukan gaya arsitektur kolonial Belanda sehingga dapat menentukan arah pelestarian kedepannya menuju kawasan cagar budaya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif eksploratif dengan analisis kuantitatif pada 3 bangunan yang ada dalam kawasan yaitu Gereja Hati Kudus, Pastoran Gereja dan Rumah Sakit Gunung Maria. Dari hasil analisis dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: ciri arsitektur kolonial Belanda yang ada pada bangunan di kawasan di Kota Tomohon yaitu gable/gevel, tower/menara, nok acroterie/hiasan puncak atap, dan bouvenlicht/ lubang ventilasi. Dari ciri ciri yang teridentifikasi, ciri arsitektur kolonial Belanda yang dimiliki 3 bangunan penelitian, adalah adanya gable/gevel dan bouvenlicht/ lubang ventilasi. Dan Gaya arsitektur kolonial Belanda pada kawasan cagar budaya di Kota Tomohon didominasi oleh gaya Indische Empire (Abad 18-19) yaitu pada bangunan Gereja Hati Kudus sebesar 42.86 %, pada bangunan Pastoran Gereja sebesar 32.14 % dan pada bangunan Rumah Sakit Gunung Maria sebesar 42.86 %. Untuk menuju kawasan cagar budaya, maka perlu dilakukan kajian dan persiapan selanjutnya pada semua bangunan bersejarah yang ada di kawasan sesuai dengan Undang- Undang no 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Kata Kunci: Arsitektur kolonial Belanda, Kawasan cagar budaya, Kota Tomohon

Downloads

Published

2021-09-13