PEMBAHASAN ATAS PENERAPAN PASAL 242 KITAB UNDANG-UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA PADA PEMBERIAN KETERANGAN PALSU DI ATAS SUMPAH

Authors

  • Alexa Inca Weenas

Abstract

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana arti pentingnya pengambilan sumpah terhadap kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam perkara pidana di Pengadilandan bagaimana kekuatan hukum sumpah terhadap sumpah palsu dan keterangan palsu dalam proses peradilan pidana yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Arti penting pengambilan sumpah terhadap kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam proses peradilan pidana dapat diketahui dari beberapa hal. Seperti dari tujuan dilakukannya sumpah yang diharapkan untuk mendorong saksi agar memberikan keterangan yang sebenarnya (jujur) karena telah dikuatkan dengan sumpah. Kemudian dari sisi keabsahan alat bukti keterangan saksi, karena ketika seorang saksi menolak untuk disumpah maka nilai dari alat bukti keterangan saksi tersebut menjadi tidak sah, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti, hanya dapat menguatkan keyakinan hakim. Dalam hal ini penulis menegaskan bahwa syarat keterangan saksi agar keterangannya itu menjadi sah dan berharga, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan hakim dalam hal membentuk keyakinannya, dapat terletak dalam beberapa hal antara lain: a. Hal kualitas menjadi saksi. b. Hal apa yang diterangkan saksi. c. Hal sebab apa saksi mengetahui tentang sesuatu yang ia terangkan. d. Syarat sumpah atau janji. e. Syarat mengenai adanya hubungan antara isi keterangan saksi dengan isi keterangan saksi lain atau isi alat bukti lain. Oleh karena itu sumpah menjadi salah satu faktor yang penting terhadap kekuatan pembuktian alat bukti keterangan saksi. 2. Kekuatan hukum sumpah dalam perkara pidana terhadap tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu, telah dirumuskan pada Pasal 242 KUHP. Salah satu unsurnya menghendaki agar dapat dikatakan suatu tindak pidana keterangan yang disampaikan harus di bawah sumpah. Selain itu supaya dapat dihukum saksi pemberi keterangan harus mengetahu bahwa ia memberi keterangan dengan sadar yang bertentangan dengan kenyataan, serta telah memberikan keterangan palsu dibawah sumpah. Suatu keterangan palsu dapat dikatakan sebagai tindak pidana sumpah palsu apabila pemeriksaan terhadap saksi yang bersangkutan telah selesai dalam memberikan keterangannya. Selama saksi itu masih diperiksa, saksi tersebut masih dapat menarik kembali keterangannya dan belum terjadi tindak pidana sumpah palsu yang dapat dipidana berdasarkan Pasal 242 KUHP. Berdasarkan Pasal 174 KUHAP, hakim berwenang memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu. Apabila seseorang telah disumpah atau mengucapkan janji sebagai saksi tetapi kesaksian atau keterangan yang diberikannya sebagai saksi disangka palsu dan hakim telah memperingatkan saksi mengenai konsekuensinya. Namun dalam prakteknya seringkali hakim menyerahkan hak menuntut tersebut terhadap pihak Penuntut Umum ataupun pihak Penasehat Hukum (terdakwa). Hal tersebut dikarenakan hakim sebagai pengadil sudah terbebani oleh tugasnya yang bukan hanya untuk menyelesaikan perkara namun juga untuk menyelesaikan konflik antara pihak-pihak yang berperkara dipersidangan.

Kata kunci: keterangan palsu; pasal 242 kuhp;

Author Biography

Alexa Inca Weenas

e journal fakultas hukum unsrat

Downloads

Published

2019-10-25

Issue

Section

Articles