PERJANJIAN BAGI HASIL UNTUK PENYELENGGARAAN USAHA PERTANIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL

Authors

  • Venita Vita Vabiola Wungow

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimanakah bentuk perjanjian bagi hasil untuk menyelenggarakan usaha pertanian dan bagaimanakah jangka waktu perjanjian bagi hasil untuk menyelenggarakan usaha pertanian. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan:1. Bentuk perjanjian bagi hasil untuk menyelenggarakan usaha pertanian, menunjukkan Semua harus dibuat oleh pemilik dan penggarap sendiri secara tertulis dihadapkan Kepala dari Desa atau daerah yang setingkat dengan itu tempat letaknya tanah yang bersangkutan. Kepala Desa dengan dipersaksikan oleh dua orang, masing-masing dari fihak pemilik dan penggarap. Perjanjian bagihasil memerlukan pengesahan dari Camat/Kepala Kecamatan yang bersangkutan atau penjabat lain yang setingkat dengan itu. Pada tiap perkumpulan desa Kepala Desa mengumumkan semua perjanjian bagi-hasil yang diadakan sesudah perkumpulan yang terakhir. Hal-hal yang bersangkutan dengan pembuatan perjanjian itu akan diatur oleh Menteri ATR/BPN.2. Jangka waktu perjanjian bagi hasil untuk menyelenggarakan usaha pertanian, menunjukkan perjanjian bagi-hasil diadakan untuk waktu yang dinyatakan didalam surat perjanjian tersebut, dengan ketentuan, bahwa bagi sawah waktu itu adalah sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan bagi tanah-kering sekurangkurangnya 5 (lima) tahun. Dalam hal-hal yang khusus, yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri ATR/BPN, oleh Camat dapat diizinkan diadakannya perjanjian bagi-hasil dengan jangka waktu yang kurang dari apa yang ditetapkan bagi tanah yang biasanya diusahakan sendiri oleh yang mempunyainya.

Downloads

Published

2022-08-01