MEKANISME PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN KORBAN OLEH LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

Lidya Ester Turangan

Abstract


Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu bagaimanakah Pengaturan Hukum Terhadap Saksi dan Korban di Indonesia dan bagaimanakah Mekanisme Perlindungan Hukum Terhadap Saksi dan Korban, yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban atau di singkat dengan istilah UU PSK. Sebelum lahirnya UU PSK, terdapat beberapa Peraturan dan Ketentuan lain yang mengatur mengenai perlindungan kepada saksi dan korban yaitu: a. Undang-Undang Dasar RI 1945; b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); c.Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; d. Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM); e. Undang-Undang Pengadilan Ham; f. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sebelum ada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, Pemberian Perlindungan terhadap saksi dan korban dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang yang berlaku. Perlindungan saksi dan korban yang dilakukan oleh POLRI biasanya ditangani oleh Bareskrim, sedangkan di Kejaksaan, perlindungan dilakukan oleh JPU yang menangani kasus tersebut. 2. LPSK merupakan lembaga yang diberikan kewenangan untuk memberikan perlindungan terhadap saksi dan/atau korban tindak pidana. Mekanisme pemberian perlindungan kepada saksi dan korban oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yaitu : 1. Pengajuan Permohonan. 2. Pemeriksaan Formil/ Administrasi. 3. RPP (Rapat Paripurna) Anggota. 4. Pemberian Perlindungan dan Bantuan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Kata kunci: saksi dan korban;

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.