BUKTI PERMULAAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DALAM PENGARUHNYA TERHADAP PERKAPOLRI NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
Abstract
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengertian “bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 17 KUHAP sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 dan bagaimana pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, terhadap Pasal 1 angka 21 Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengertian “bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP telah mengalami perkembangan pengertian, di mana semula pengertiannya diserahkan sepenuhnya kepada penilaian penyidik sehingga sering diartikan cukup dengan 1 (satu) alat bukti saja, kemudian dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, ditegaskan bahwa pengertiannya yaitu minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, yang menegaskan pengertian bukti permulaan minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP, seharusnya ditaati juga dalam Perkapolri Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012, karena suatu putusan Mahkamah Konstitusi tidak saja berpengaruh terhadap suatu Undang-Undang tetapi juga terhadap semua peraturan di bawah Undang-Undang, termasuk terhadap suatu Peraturan Kepala Keplisian Negara Republik Indonesia.
Kata kunci : Bukti Permulaan, Manajemen Penyidikan, Tindak PidanaFull Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.