TINJAUAN YURIDIS PASAL 2 DAN 3 UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI DELIK MATERIL MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 25/PUU-XIV/2016
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi menurut Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan bagaimana Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi sebagai delik materil menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Terhadap pelaku tindak pidana korupsi, apapun klasifikasi perbuatannya kalau memang sudah ternyata mempunyai niat yang buruk untuk melakukan suatu tindak pidana korupsi, haruslah dituntut pertanggungjawabannya dan dipidana dengan berat agar tidak lagi mengulangi perbuatannya. 2. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia no.25/PUU-XIV/2016 telah menyatakan kata “dapat” dalam undnag-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-undang no.31 tahun 1999 dan perubahannya UU no.20 tahun 2001) bertentangan dengan UUD RI tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Karena itu dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, ketentuan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 undang-undang Tindak Pidana Korupsi bukan lagi sebagai delik formil tapi kini menjadi delik materiil.
Kata kunci: Tinjauan yuridis, Tindak Pidana Korupsi, Delik Materil, Putusan Mahkamah Konstitusi.Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.