PERBANDINGAN HUKUM PENGATURAN YURISDIKSI TINDAK PIDANA SIBER DI INDONESIA DAN DI AFRIKA SELATAN

Herlyanty Yuliana Anggraeny Bawole

Abstract


Dasar pengaturan yurisdiksi kriminal terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Buku I Pasal 2 sampai Pasal 9 dan Pasal 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menganut prinsip territorial, prinsip bendera negara kapal dan prinsip pesawat negara terdaftar, prinsip nasional, prinsip perlindungan, prinsip universal, dan prinsip dual criminality. Sedangkan Pengaturan yurisdiksi kriminal terhadap tindak pidana siber di Afrika Selatan terdapat dalam Act no.25 of 2002 tentang Electronic Communication and Transaction Act, 2002 yang menganut prinsip dalam Konvensi Dewan Eropa 2001 yakni prinsip territorial subyektif, prinsip territorial obyektif, prinsip ekstra terirotial, prinsip nasional, prinsip bendera negara kapal, dan prinsip pesawat negara terdaftar.

Pengaturan yurisdiksi kriminal dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik relatif singkat dan padat sehingga dalam implementasinya diperlukan penafsiran-penafsiran dan pengempangan terhadap prinsip-prinsip yurisdiksi dalam hukum internasional publik dan teori locus delicti dalam hukum pidana. Oleh karena itu, perlu adanya perluasan prinsip untuk meminimalisir dan menanggulangi berbagai tindak pidana siber yang semakin marak terjadi di Indonesia, seperti halnya Afrika Selatan yang memperluas prinsip dalam Konvensi Dewan Eropa 2001 untuk menentukan hukum negara mana yang harus digunakan jika melibatkan dua negara dalam tindak pidana siber dan perlu adanya upaya konsultasi antara dua negara tersebut agar tidak terjadi duplikasi permintaan yurisdiksi.

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.