IMPLEMENTASI PENDEKATAN RESTORATIF DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN KORPORASI MENURUT SISTEM HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Abstract
Perkembangan sistem hukum pidana yang dianut oleh berbagai negara yang sudah banyak mengadopsi konsep dasar pendekatan restoratif dan berbagai penyelesaian kasus tindak pidana korporasi melalui pendekatan dalam praktek hukum di Indonesia saat ini, maka dapat dikatakan konsep pendekatan resotratif memiliki potensi yang besar untuk disandingkan ke dalam sistem peradilan pidana sebagai alternatif pilihan dalam penanggulangan tindak pidana korporasi di Indonesia.
Pandangan ini sejalan dengan himbauan PBB dalam Deklarasi Bangkok tahun 2005 yang menganjurkan agar setiap negara menggunakan konsep-konsep pendekatan restoratif sebagai bagian dari sistem peradilan pidana, sehingga setiap penyelesaian tindak pidana dapat ditempuh melalui konsep yang lebih menghargai hak-hak korban dan lebih mudah untuk melakukan proses rehabilitasi pelaku tindak pidana sambil mencari alternatif dari penuntutan dengan cara menghindari efek-efek pemenjaraan yang selama ini masih dipergunakan dalam sistem peradilan pidana pada umumnya.
Beberapa konsep dasar pendekatan restoratif yang dapat dipergunakan sebagai landasan penanggulangan tindak pidana korporasi sebagai bagian dari sistem peradilan pidana pada umumnya di Indonesia antara lain pendayagunaan masyarakat khususnya korban dan pelaku untuk bersama-sama berperan aktif dalam p-enyelesaian tindak pidana korporasi. Konsep dasar pendayagunaan mesyarakat khususnya bagi korban tindak pidana, merupakan cirri dan landasan utama bagi pendekatan restoratif dalam menyelesaikan atau menanggulangi suatu tindak pidana korporasi. Konsep dasar pendayagunaan masyarakat khususnya bagi korban tindak pidana, merupakan cirri dan landasan utama bagi pendekatan restoratif dalam menyelesaikan atau menanggulangi suatu tindak pidana korporasi. Keterlibatan pelaku dan korban dimaknai sebagai pihak yang lebih memiliki kewenangan untuk mencari bentuk dan cara penyelesaian yang paling baik bagi mereka, karena merekalah pemilik konflik itu sendiri.[1] Keterlibatan korban dalam proses penyelesaian tindak pidana korporasi merupakan cermin dari pelaksanaan prinsip-prinsip keseimbangan dan keadilan yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi dalam sistem hukum pidana di Indonesia.
Pendayagunaan masyarakat khususnya korban untuk ikut serta dalam proses penyelesaian tindak pidana korporasi bukan hanya semata-mata untuk memberikan kesempatan atau keseimbangan, tetapi hal tesebut berkaitan erat dengan proses pencapaian makna keadilan itu sendiri. Pendekatan restoratif memaknai keadilan hanya dapat diberikan melalui keterlibatan para pihak dalam menyelesaikan suatu konflik yang timbul akibat tindak pidana, dan bukan sekedar pemenuhan keadilan menurut ketentuan perundang-undangan. Memberikan hak kepada pelaku dan korban untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di antara mereka, merupakan hal yang utama dalam pandangan pendekatan restoratif karena pendekatan ini memandang suatu tindak pidana bukan semata-mata merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum negara tetapi merupakan suatu perbuatan dari seseorang kepada orang lain yang menimbulkan kerusakan atau kerugian yang harus dipulihkan.
Pandangan bahwa suatu tindak pidana yang bukan semata-mata merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum negara, memberi pemahaman bahwa pertanggungjawaban pidana adalah ditujukan kepada korban bukan kepada negara. Negara hanya dianggap sebagai pemberi fasilitas dan menjaga terselenggaranya proses penyelesaian yang adil dan seimbang khususnya untuk mendorong dan memfasilitasi pelaku dapat diintegrasikan kembali ke dalam masyarakat[1] Hutauruk. Rufinus Hotmaulana, Penanggulangan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan Restoratif Suatu Terobosan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal. 253.
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.