ALASAN PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN SUATU TINDAK PIDANA KORUPSI
Abstract
Korupsi sudah melanda Indonesia sudah sejak lama dan hampir menyentuh semua lini kehidupan masyarakat, sepertinya korupsi sudah sampai pada apa yang disebut sebagai ‘budaya korupsi’. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah di dalam pemberantasan korupsi dengan menetapkan berbagai strategi nasional, lebih-lebih di era reformasi. Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan UU No. 30 Tahun 2002, tidak serta merta dapat melakukan penindakan terhadap tindak pidana korupsi karena kewenangan tersebut ada pada penyidik dan penuntut umum yang masing-masing diambil dari Kepolisian RI dan Kejaksaan RI. Penelitian ini termasuk ke dalam kategori penelitian normatif atau penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan tentang apa yang menjadi alasan penghentian penyidikan suatu tindak pidana korupsi serta bagaimana kewenangan penyidik dalam mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada perkara tindak pidana korupsi. Pertama, Alasan penghentian penyidikan suatu tindak pidana korupsi menurut Pasal 109 ayat (2) KUHAP yakni:Tidak diperoleh bukti yang cukup; Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana; danPenghentian penyidikan demi hukum. Dalam ketentuan Pasal 14 RUU Hukum Acara Pidana secara tegas disebutkan bahwa penyidik berwenang menghentikan penyidikan karena: Nebis in idem; Tersangka meninggal dunia; Sudah lewat waktu; Tidak ada pengaduan pada tindak pidana aduan; Undang-undang atau pasal yang yang menjadi dasar tuntutan sudah dicabut atau dinyatakan tidak mempunyai daya laku berdasarkan putusan pengadilan; danBukan tindak pidana atau terdakwa masih di bawah umur 8 tahun pada waktu melakukan tindak pidana. Kedua, Kewenangan penyidik untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidik dalam kasus tindak pidana korupsi adalah : Tidak ditemukannya perbuatan melawan hukum; Tidak ditemukannya bukti yang kuat; danTidak ditemukannya kerugian negara.Terdapat empat pola pemberian Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dilakukan oleh Kejaksaan, yaitu: Penerbitan (SP3) secara diam-diam;Pengumuman (SP3) diberikan apabila telah tercium oleh masyarakat banyak;(SP3) diberikan kepada para tersangka korupsi yang mengakibatkan kerugian negara dalam jumlah sangat besar;Pemberian (SP3) dilakukan pada saat berkuarang atau tidak adanya perhatian masyarakat terhadap kasus korupsi tersebut. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa: (1) alasan penghentian penyidikan suatu tindak pidana korupsi adalah sebagaimana yang sudah diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP yakni: Tidak diperoleh bukti yang cukup;Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana; danPenghentian penyidikan demi hukum. Sedangkan kewenangan penyidik untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidik dalam kasus tindak pidana korupsi, apabila dalam kasus tindak pidana korupsi tersebut:Tidak ditemukannya perbuatan melawan hukum; Tidak ditemukannya bukti yang kuat; danTidak ditemukannya kerugian negara.
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.