TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLUASAN ALAT BUKTI PENYADAPAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Debby Natalia Ang

Abstract


Pengaturan penyadapan di Indoneisa sendiri sudah di atur dalam beberapa undang-undang yakni undang-undang tindak pidana khusus dan juga dalam undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik, tetapi tidak di atur dalam undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP dan masih memiliki berbagai masalah mengenai pengaturan prosedur atau tata cara penyadapan sehingga terjadi ketidakseimbangan antara ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lain, dan porses penyadapan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan  apa yang disyaratkan antara lain penyadapan yang dilakukan harus benar-benar berdasarkan kepentingan hukum, proses penyadapan juga harus melalui persetujuan lembaga hukum terkait. Alat bukti penyadapan pada dasarnya tidak memiliki dasar hukum pada KUHAP, karena didalam KUHAP itu sendiri hanya mengatur lima alat bukti saja yaitu surat,keterangan ahli, keterangan saksi, petunjuk, dan keterangan terdakwa.  Alat bukti penyadapan hanya di atur di tindak pidana khusus saja yaitu dalam UU 31 tahun 1999 jo undang-undang no 20 tahun 2001 pasal 26A tetang pemberantasan tindak pidana korupsi dan undang-undang 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.  Perluasan alat bukti penyadapan dalam tindak pidana korupsi dapat dilihat dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memperluas alat bukti khususnya alat bukti petunjuk selain yang terdapat dalam KUHAP dimana bukti petunjuk bukan saja diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan tersangka tetapi sesuai Pasal 26A alat bukti petunjuk juga diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dandokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas,  maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.Sehingga alasan untuk dilakukan perluasan alat bukti penyadapan karena ingin mencari bukti-bukti untuk mengungkap tindak pidana korupsi dan mencari kebenaran materil yang sangat sulit.


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.