KEWENANGAN DISKRESI PEMERINTAH DAERAH DALAM KONSEP NEGARA HUKUM

Hezky Fernando Pitoy

Abstract


UUD 1945 memberikan kewenangan atau kewenangan kepada pemerintah diberikan untuk menguasai seluruh kekayaan dan segala sesuatu yang bermanfaat bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, hal ini dikarenakan Indonesia sebagai negara hukum menganut paham negara kesejahteraan atau dikenal dengan istilah welfare state atau welvaartsstaat. Maka dari itu, pemerintah memiliki kewenangan diskresi atau freies ermessen. Pejabat pemerintahan harus dan dapat mengambil suatu tindakan pemerintahan karena kewenangannya diberikan oleh hukum. Namun dalam penyelenggaran pemerintahan negara maupun daerah, langkah ini seringkali takut diambil oleh penyelenggara pemerintahan sebab takut dikriminaliasi ataupun memang terjebak dalam praktik melawan hukum atau terjebak dalam tindakan penyalahgunaan kekuasaan.Hasil dari penelitian ini adalah meskipun pemberian kewenangan diskresi kepada pemerintah atau pejabat administasi negara merupakan konsekuensi logis dari konsepi dan paham negara kesejahteraan atau welfare state, akan tetapi dalam kerangka negara hukum, diskresi ini tidak dapat digunakan tanpa batas dengan dalih kekosongan hukum dan untuk kepentingan umum sebab hal ini justru akan membawa pada praktik penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of the power atau detournement de pouvoir. Diskresi dikeluarkan dalam rangka mempercepat tujuan pelayanan kepentingan publik. Pejabat administrasi diberikan kewenangan diskresi, artinya sekalipun belum diatur dalam peraturan perundang-undangan atau terjadi kekosongan hukum, kepala daerah diberikan keluasan untuk mengambil suatu kebijakan dengan cepat dan tepat atas inisiatif diri sendiri. Diskresi yang dimaksud bukanlah tanpa wewenang atau sewenang-wenang juga bukan melampaui atau melebihi kewenangan (penyalahgunaan kekuasaan) ataupun mencampuradukan kewenangan tertentu. Standarisasi efektivitas penerapan kewenangan diskresi oleh pemerintah daerah dapat dilihat dari tindakan atau keputusan yang diambil tidak bertentangan sistem hukum yang berlaku atau kaidah hukum positif, ditujukan untuk kepentingan umum, tidak melanggar AUPB, mengatasi permasalahan atau persoalan pemerintahan yang dianggap mendasar dan sebuah keharusan, dilandasi dengan niat dan tujuan yang baik, dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral kepada Tuhan maupun secara hukum di pengadilan, berdasarkan pada norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat,yakni norma hukum, norma kesopanan, norma kesusilaan dan norma agama, memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat dan tidak melanggar HAM. Oleh karena itu dilihat dari sudut pandang negara hukum, kekuasaan diskresi haruslah dikontrol, diawasi dan dibatasi.

Kata Kunci : Hukum, Diskresi, Kewenangan, Kekuasaan

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.35796/les.v6i4.19825

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.