KAJIAN HUKUM HUMANITER DAN HAM MENGENAI PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP-PRINSIP KEMANUSIAAN TAWANAN PERANG
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu bagaimanakah perlindungan hukum terhadap tawanan perang menurut hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia dan bagaimanakah penegakan hukum terhadap kejahatan kemanusiaan pada tawanan perang menurut hukum humaniter internasional dan HAM di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Tawanan perang (prisoner of war) adalah sebutan bagi tentara yang dipenjara oleh musuh pada masa atau segera setelah berakhirnya konflik bersenjata. Kombatan dan penduduk sipil apabila jatuh ke-tangan musuh, berhak mendapatkan perlakuan sebagai tawanan perang. Mereka harus dilindungi dan dihormati dalam segala keadaan. Konvensi Jenewa III tahun 1949 yang berkaitan dengan perlakuan terhadap tawanan perang telah menyatakan substansi di atas, dimana konvensi tersebut memberikan jaminan perlindungan terhadap tawanan perang sejak mereka jatuh sebagai tawanan, sampai kemudian dibebaskan dan dipulangkan ke kampung halaman atau tanah air mereka. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Jenewa III 1949 terhadap tawanan perang adalah meliputi pencegahan dan penghentian kekerasan, pemulihan martabat dan penjaminan hidup yang layak melalui restitusi, resparasi dan rehabilitasi, penghormatan terhadap hak-hak individu meliputi perlakuan yang berdasarkan prinsip Hukum Humaniter Internasional, larangan penganiyaan, jaminan atas sandang, pangan dan papan, perawatan kesehatan, kebebasan melakukan kegiatan keagamaan dan perlindungan kemanusiaan yang lainya seperti yang diatur dalam Konvensi Jenewa ke III 1949 tentang Perlindungan terhadap tawanan perang. Konvensi Jenewa dalam menetapkan ketentuan-ketentuannya mengutamakan asas-asas perikemanusiaan dam memperhatikan pengalaman-pengalaman pahit yang di rasakan oleh tawanan perang. Ketentuan-ketentuan tersebut juga memandang segala aspek hak asasi manusia (HAM) yang harus dijunjung tinggi dan merupakan pemberian Tuhan yang harus dilindungi dan dihormati. Jadi,Hukum Humaniter Internasional dan HAMmewajibkan setiap negara yang turut serta meratifikasi konvensi tersebut, agar menghindarkan diri dari segala bentuk penyiksaan terhadap tawanan perang demi penghormatan terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan. 2. Kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan salah satu kejahatan yang termasuk dalam 4 kejahatan internasonal paling serius selain kejahatan genosida, Kejahatan Perang, dan Kejahatan Agresi. Istilah ini diambil dari Nurremberg trial pada tahun 1945 dan meliputi pula kejahatan pembunuhan, penghabisan (Eksterminasi), pembudakan, deportasi dan tindakan-tindakan lain yang tidak manusiawi yang dilakukan terhadap penduduk sipil dan tawanan perang. Dalam mengadili pelaku kejahatan kemanusiaan itu tidaklah mudah, baik oleh badan Peradilan Nasional maupun badan peradilan pidana Internasional, meskipun masyarakat Internasional sepakat bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan semacam itu diberlakukan yurisdiksi universal. Kendala-kendala yang timbul dalam proses peradilannya terletak pada faktor kedaulatan Negara yang termenipestasikan pada atau kemauan politik (political will), baik untuk mengadili sendiri pelakunya, mengekstradisikannya kepada Negara lain yang memintanya, ataupun menyerahkan proses peradilannya kepada badan peradilan pidana Internasional (ICC). Melalui Konvensi Jenewa III yang mengatur perlindungan terhadap tawanan perang, sayangnya memiliki kelemahan yaitu tidak diaturnya secara spesifik mengenai hukuman apa yang dijatuhi bagi pelaku pelanggaran berat tawanan perang dan siapa yang berhak mengadili. Dengan demikian, Hal ini cukup menyebabkan hambatan bagi Penegakan Hukum Humaniter Internasional.
Kata kunci: hukum humaniter; tawanan perang;Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.35796/les.v7i3.24673
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.