EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN

Wiska W. R. Rahantoknam

Abstract


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana eksistensi mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata di pengadilan dan apa saja yang menjadi kekuatan mediasi selama proses penyelesaian sengketa berlangung. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode penelitian hukum normatif dan dapat disimpulkan: 1. Terintegrasinya mediasi ke dalam lembaga peradilan awalnya lewat SEMA No. 1 tahun 2002. Kemudian Mahkamah Agung menerbitkan PERMA No. 2 tahun 2003 yang direvisi dengan PERMA No. 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan sebagai langkah penyempurnaan. Kehadiran mediasi di pengadilan untuk mengurangi penumpukkan perkara di pengadilan tingkat pertama dan memperkuat upaya perdamaian yang ada di dalam ketentuan pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg. Semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama harus diselesaikan dengan mediasi dengan ketentuan apabila tidak melaksanakan mediasi, maka putusan batal demi hukum. Proses mediasi berjalan dengan jangka waktu 40 (empat puluh) hari dan dapat diperpanjang 14 (empat belas) hari setelah masa 40 (empat puluh) hari berakhir jika para pihak yang bersengketa menghendakinya. 2. Dalam proses mediasi selain itikad baik yang wajib dijunjung tinggi para pihak, diperlukan juga suatu kekuatan dalam proses mediasi guna membantu penyelesaian perkara di pengadilan. Di samping itu mediasi juga tidak memakan biaya yang begitu mahal dan tidak memakan waktu yang cukup lama. Jika tercapai kata sepakat antara para pihak, maka akan dituangkan dalam akte perdamaian yang memiliki kekuatan eksekutorial.

Kata kunci: Mediasi,   Sengketa.

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.35796/les.v2i4.4667

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.