KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM
Abstract
Seiring dengan perkembangan zaman juga pola pikir masyarakat, hal ini menghasilkan adanya berbagai kemajuan dalam bidang kewarisan Islam di Indonesia yang kemudian mengakui adanya ahli waris pengganti, hal ini disebabkan oleh adanya rasa ketidakadilan yang dialami oleh para cucu yang menggantikan orang tuanya dan menempati tempat orang tuanya selaku anak pewaris, keponakan menggantikan orang tuanya dan menempati tempat orang tuanya selaku saudara pewaris, saudara sepupu menggantikan orang tuanya dan menempati tempat orang tuanya selaku paman pewaris, dan seterusnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, di mana di dalamnya penulis meneliti dan mempelajari norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan ataupun norma yang mengatur tentang ahli waris pengganti sebagai ahli waris yang sah. Hasil penelitian menunjukkan tentang bagaimana penggolongan ahli waris dalam Hukum Islam dan bagaimana kedudukan dan bagian ahli waris pengganti menurut Hukum Islam. Pertama, secara keseluruhan ahli waris berjumlah 25 orang yang terdiri dari 15 ahli waris laki-laki dan 10 ahli waris perempuan yang kemudian menurut ajaran kewarisan Islam pada umumnya yang bercorak patrilineal, ahli waris digolongkan menjadi tiga, yaitu ahli waris dzawil furud, ahli waris asabah, dan ahli waris dzawil arham. Dalam buku ke II Kompilasi Hukum Islam yang mengatur tentang hukum kewarisan, ahli waris dibagi menjadi 3 golongan yaitu ahli waris dzul faraid, ahli waris asabah, dan ahli waris pengganti. Kedua, khususnya dalam sistem kewarisan Islam tidak dikenal adanya sistem pergantian tempat dalam pembagian kewarisan. Umumnya dalam khazanah kitab klasik, mereka lebih menyebut dengan istilah orang yang berhak menerima (furudul muqaddarah) karena sebab-sebab nasabiyah (keturunan) dan perkawinan. Di Indonesia sendiri dengan adanya perkembangan dalam hukum kewarisam Islam yang berlaku di Indonesia yaitu dengan dikenalnya ahli waris pengganti yang dalam ilmu hukum dikenal dengan plaatsvervulling yang penerapannya di atur dalam pasal 185 Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan bagian yang diterima oleh ahli waris pengganti tidak boleh lebih besar dari pada ahli waris yang diganti. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan penggolongan ahli waris, khususnya dalam sistem kewarisan Islam tidak dikenal adanya sistem pergantian tempat dalam pembagian kewarisan. Umumnya dalam khazanah kitab klasik, mereka lebih menyebut dengan istilah orang yang berhak menerima (furudul muqaddarah) karena sebab-sebab nasabiyah (keturunan) dan perkawinan. Sedangkan bagian yang diterima oleh ahli waris pengganti tidak boleh lebih besar dari pada ahli waris yang diganti.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.35796/les.v2i8.6197
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.