PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KORBAN PEMERKOSAAN DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana konsep dasar perlindungan korban tindak pidana perkosaan dalam hukum pidana dan bagaimana prospek perlindungan korban perkosaan dalam hukum pidana n asional dimasa yang akan datang, yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Konsep dasar kebijakan perlindungan korban tindak pidana perkosaan. Korban tindak pidana perkosaan selain mengalami penderitaan secara fisik juga mengalami penderitaan secara psikis yang membutuhkan waktu lama untuk memulihkannya. Mengingat penderitaan yang dialami korban tindak pidana perkosaan tidak ringan dan membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk bias memulihkannya, maka aparat penegak hukum berkewajiban memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan yang diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan sebagai produk hukum yang memihak korban. Dalam konteks perlindungan terhadap korban kejahatan, adanya upaya preventif maupun represif yang dilakukan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah (melalui aparat penegak hukumnya), seperti pemberian perlindungan/pengawasan dari berbagai ancaman yang dapat membahayakan nyawa korban, pemberian bantuan medis, maupun hukum secara memadai, proses pemeriksaan dan peradilan yang fair terhadap pelaku kejahatan, pada dasarnya merupakan salah satu perwujudan dari perlindungan hak asasi manusia serta instrument penyeimbang. Dari sinilah dasar filosofis di balik pentingnya korban kejahatan (keluarganya) memperoleh perlindungan. 2. Prospek perlindungan korban perkosaan dalam hukum pidana dimasa yang akan datang, yaitu dengan dimasukkannya sanksi pidana ganti kerugian ke dalam sanksi pidana tambahan sehingga hakim dapat menjatuhkannya bersamaan dengan pidana pokok atau secara mandiri apabila delik yang bersangkutan hanya diancam dengan pidana denda secara tunggal. Dibanding Pasal 285 KUHP, dalam Pasal 423 RUU KUHP tindak pidana perkosaan tidak hanya berdasarkan kekerasan atau ancaman kekerasan tetapi juga bila bertentangan dengan kehendak perempuan atau tanpa persetujuan perempuan, bila persetubuhan dilakukan terhadap perempuan berusia di bawah 14 (empat belas) tahun, bila dilakukan secara seks oral dan anal atau memasukkan benda ke dalam vagina atau anus perempuan. Disamping itu juga disebutkan batas minimum pidana penjara bagi pelaku tindak pidana perkosaan yaitu 3 (tiga) tahun penjara. Hal ini tentu mempunyai efek jera yang lebih kuat bagi pelaku dibanding aturan dalam KUHP yang menentukan batas pidana penjara minimum 1 (satu) hari.Kata kunci: korban; pemerkosaan;
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.