HAK SUBTITUSI PENERIMA KUASA DALAM PERKARA PERDATA

Juita J. Timbuleng

Abstract


Dalam hukum acara perdata sebagai hukum formil terdapat suatu asas bahwa tidak ada kewajiban para pihak yang bersengketa tersebut untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya kalau dikehendakinya. Memang pemberian kuasa merupakan perbuatan hukum yang paling banyak dijumpai dalam masyarakat, selain itu pemberian kuasa adalah perbuatan yang mendasar sekali dan penting dalam proses hubungan hukum maupun bukan hubungan hukum, dalam hal seseorang menghendaki dirinya diwakili oleh orang lain untuk menjadi kuasanya, untuk melaksanakan segala sesuatu yang merupakan kepentingan si pemberi kuasa, dalam segala hal, termasuk dalam hubungan-hubungan dengan pihak-pihak lain selain kuasanya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, di mana di dalamnya penulis meneliti dan mengangkat permasalahan perjanjian kuasa dalam mewakili para justisiabelen di persidangan pengadilan negeri sebagai kaidah-kaidah positif karena sesuai dengan permasalahan mengenai hukum sebagai kaidah atau norma yang secara eksplisit dan positif telah terumus yang memberi kejelasan terhadap penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan tentang bagaimana bentuk-bentuk pemberian kuasa dan bagaimana tahapan perkembangan pemberian kuasa subtitusi/khusus dalam penyelesaian penanganan perkara di pengadilan. Pertama, KUH Perdata menyatakan bahwa bentuk-bentuk kuasa bisa diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan (Pasal 1793 ayat (1) KUH Perdata), dan sejumlah ketentuan undang-undang mewajibkan surat kuasa terikat pada bentuk tertentu, antara lain Pasal 1171 KUH Perdata yang menyatakan kuasa untuk memberikan hipotik harus dibuat dengan suatu akta otentik, Pasal 1683 KUH Perdata menyatakan si penerima hibah dapat memberi kuasa kepada seseorang lain dengan suatu akta otentik untuk menerima penghibahan-penghibahan. Sehingga pada dasarnya, memberikan kausa dapat dilakukan baik secara tertulis maupun secara lisan. Kedua, Kuasa Substitusi adalah penggantian penerima kuasa melalui pengalihan. Atau dengan kata lain bahwa Kuasa Substitusi adalah Kuasa yang dapat dikuasakan kembali kepada orang lain. Dalam tanggung jawab penerima kuasa substitusi ditegaskan dalam ketentuan yang ada dalam Pasal 1803 KUH Perdata menegaskan bahwa “Si Kuasa bertanggungjawab untuk orang yang telah ditunjuk olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya”. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa surat kuasa dapat diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. Pemberian kuasa yang melakukan lagi pengalihan hak dari penerima kuasa semula pada pihak ketiga yang dilakukan baik seluruhnya atau sebagian saja, maka pelaksanaanya pula harus tidak mengurangi apa yang dimasudkan untuk melaksanakan kepentingan dari pemberi kuasa utama, sehingga terlaksana maksud dan kepentingan dari yang emberi kuasa. Sehingga sepenuhnya tanggungjawab ada pada penerima kuasa yang melakukan subtitusi atau mewakilkan lagi kepada penerima hak subtitusi.

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.