EVALUASI DAMPAK SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK BORDER CROSSING AGREEMENT PADA MASYARAKAT PERBATASAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD PROVINSI SULAWESI UTARA (Studi Dalam Rangka Rekomendasi Revisi Kebijakan Pengaturan Pelintas Batas Indonesia – Philipina)

Michael Mamentu, Joyce Jacinta Rares

Abstract


Tahun 1975, pemerintah Indonesia dan Philipina menandatangani Border Crossing Agreement untuk mengatur hubungan lintas batas penduduk Pada dasarnya ada 3 hal yang diatur yaitu : Visit of Relatives, Religious worship, Pleasure. Kenyataannya kemudian, aktivitas lintas batas antara penduduk dua negara ini, sudah jauh bergeser dari kesepakatan yang tertuang dalam BCA. Hasil penelitian membuktikan asumsi yang diajukan bahwa hubungan lintas Batas sudah “keluar” dari isi Border Crossing Agreement antara Indonesia – Philippina. Dari penelitian juga ditemukan bahwa sentra perdagangan ternyata adalah di Pulau Marore. Sementara Pulau Miangas adalah tempat transit perdagangan. Dari evaluasi dengan menggunakan teori analisis dampak silang dari Dunn (1990) ditemukan bahwa : 1. Dampak sosial. Nilai-nilai budaya lokal tidak terdeterminasi oleh intensitas hubungan antara dua penduduk. Dampak sosial yang menonjol adalah hanya pada pilihan-pilihan penggunaan kebutuhan primer yang lebih banyak menggunakan produk-produk Phillipina, yang disebabkan empat faktor, yaitu soal harga yang lebih murah, biaya, jarak dan kualitas. 2. Dampak Ekonomi. Pengamatan lapangan memperlihatkan, transaksi jual beli lebih banyak memberikan keuntungan pada pihak penduduk Phillipina Selatan. Meskipun memberikan keuntungan bagi nelayan lokal, hasil tangkapan ikan yang dibawa ke General Santos dan dijual kembali dengan harga yang jauh lebih tinggi. Sentra-sentra perdagangan di Talaud dan ternyata juga di kepulauan Sangihe, lebih banyak memasarkan produk-produk jadi dari Phillipina. Sementara barang-barang jadi yang dijual ke Phillipina adalah barang-barang kebutuhan primer yang bukan produk lokal (Talaud dan juga Sangihe) 3. Dampak Politik.Untuk Kepentingan mendapatkan dana dari Pusat, maka perdagangan perbatasan yang lebih menguntungkan ketimbang perdagangan ke “dalam”, ketertinggalan pembangunan infrastruktur dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia, menjadi “andalan” beberapa aktor politik lokal untuk mengangkat isu melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun kesimpulan dari penelitian ini bahwa Border Crossing Agreement sudah urgen untuk segera di update oleh karena sudah tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Saran dari penelitian ini adalah BCA harus diikuti dengan MOU yang lebih teknis yang juga meliputi pengaturan perdagangan perbatasan.
_____________________________________________________________________________
Kata kunci: Evaluasi Dampak, Border Crossing Agreement, illegal trading, simplikasi
kebijakan.

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.