KAJIAN YURIDIS HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PASCAPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 36/PUU-XV/2017
Abstract
Tujuan penulisan dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami pengaturan hukum dari hak angket DPR terhadap KPK dan untuk mengetahui dan memahami kedudukan hukum dari hak angket DPR terhadap KPK pasca putusan MK nomor 36/PUU-XV/2017. Dengan metode penelitian hukum normatif dan juga menggunakan dua pendekatan, yakni pendeketan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), kesimpulan yang didapat: 1. Pengaturan hukum mengenai hak angket Dewan Perwakilan Rakyat telah secara tegas diatur dalam konstitusi, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 20A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Ketentuan mengenai hak angket tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan yang ada di bawahnya, yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 mengenai MD3, yang diatur secara spesifik dan terperinci dalam Pasal 199 sampai 209 Undang-Undang a quo, yang telah menjabarkan mengenai mekanisme angket, alur dan prosesur angket, pembentuk panitia angket, tugas pokok dan fungsi dari panitia angket, dan lain sebagainya. 2. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 yang memutuskan bahwa DPR dapat melakukan angket kepada KPK, telah memberikan legitimasi hukum mengenai KPK sebagai objek angket dari DPR. Hal ini juga telah melahirkan suatu konsekuensi yuridis terhadap kedudukan KPK sebagai lembaga penunjang eksekutif. Dimana KPK dapat diangket oleh DPR, serta KPK harus bertanggungjawab kepada DPR dengan cara memberikan laporan tahunan kepada DPR, Presiden, dan BPK. Hal tersebut telah diatur dalam perubahan Undang-Undang KPK yang baru yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
Kata Kunci: Hak Angket DPR terhadap KPK