LEGALITAS PERKAWINAN ADAT SUKU KAJANG (AMMATOA) SULAWESI SELATAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaturan hukum adat dan hukum positif yaitu Undang-Undang perkawinan metode yang digunakan adalah peneitian normatif dengan kesimpulan yaitu: 1. Prinsip Perkawinan Adat Suku Kajang Ammatoa, Perkawinan dalam masyarakat Kajang Ammatoa dianggap sakral dan harus memenuhi syarat serta ritual adat agar sah. Meski pencatatan di KUA dilakukan untuk keperluan administratif, keabsahan tetap bergantung pada hukum adat.2. Dalam perspektif hukum positif, legalitas perkawinan didasarkan pada ketentuan agama dan pencatatan resmi sebagaimana diatur dalam UU No. 16 Tahun 2019. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa suatu perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing- masing, sehingga perkawinan adat Suku Kajang Ammatoa sah dan tetap diakui selama memenuhi syarat agama dan kepercayaan mereka. Namun, Pasal 2 ayat (2) mewajibkan pencatatan resmi, Dalam praktiknya, masyarakat Suku Kajang Ammatoa lebih mengutamakan keabsahan perkawinan berdasarkan hukum adat yang telah diwariskan secara turun-temurun.Selain itu, aturan adat yang melarang pernikahan dengan beda suku berpotensi menimbulkan konflik dengan hukum positif, melalui Pasal 28B ayat (1) UUD 1945, menjamin hak membentuk keluarga, Larangan adat tersebut dapat dianggap membatasi kebebasan individu dalam memilih pasangan, sehingga berpotensi bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi.
Kata Kunci:Perkawinan adat,suku kajang (ammatoa) sulawesi selatan