MENGGADAIKAN HAK ATAS TANAH MENURUT SISTEM HUKUM ADAT DI INDONESIA
Abstract
Praktik menggadaikan hak atas tanah berdasarkan sistem Hukum Adat masih berlangsung hingga sekarang ini, khususnya di kalangan masyarakat pedesaan. Menggadaikan hak atas tanah dalam sistem Hukum Adat berbeda dengan menggadaikan hak atas tanah menurut sistem Hukum Perdata Barat khususnya berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menggadaikan hak atas tanah menurut Hukum Adat harus dipahami dari sistem Hukum Adat yang hanya mengenal benda atas tanah dan bukan tanah. Berdasarkan sistem Hukum Perdata Barat maupun KUH. Perdata (Buku Kedua tentang Kebendaan) maupun berdasarkan pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang membedakan hak-hak kebendaan atas tanah berdasarkan benda bergerak dan benda tidak bergerakSebagai barang atau benda bergerak, maka gadai atas tanah tidak dikenal di dalam sistem Hukum Perdata Barat berdasarkan KUH. Perdata maupun berdasarkan pada UUPA. Gadai hak atas tanah hanya dikenal dalam sistem Hukum Adat, yang sering disebut sebagai “Jual Gadaiâ€. Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang melatarbelakangi permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana pengaturan Hukum Gadai menurut Sistem Hukum Indonesia serta bagaimana praktik menggadaikan tanah menurut sistem Hukum Adat. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. SoerjonoSoekanto dan Sri Mamudji menjelaskan, yang dimaksud dengan penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. Dengan demikian, sumber data pada penelitian ini adalah sumber data pustaka dan dikategorikan sebagai data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembahasan tentang Gadai (Pand) berdasarkan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia, dibedakan atas 3 (tiga) sumber hukum pokoknya yang mengatur tentang Gadai yakni: Pertama, berdasarkan Sistem Hukum Perdata Barat; Kedua, berdasarkan Sistem Hukum Adat; dan Ketiga, ialah berdasarkan Sistem Hukum Islam.Dalam praktik yang berlaku sekarang ini, pembebanan benda bergerak dilakukan dengan Gadai (Pand) yang pada Hukum Perbankan dan Hukum Jaminan diatur dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Praktik menggadaikan tanah menurut Sistem Hukum Adat termasuk bagian dari perjanjian gadai dan berbeda dengan yang diatur menurut hukum Gadai dalam KUH. Perdata.Praktik menggadaikan tanah berdasarkan Sistem Hukum Adat tidaklah kaku sehubungan dengan penebusan kembali tanah yang digadaikan tersebut. Terdapat kesepakatan di antara para pihak dalam hal penebusan kembali tanah gadai, oleh karena kata sepakat menjadi bagian penting dalam hubungan hukum tersebut. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa sekarang ini, pembebanan benda bergerak dilakukan dengan Gadai yang pada Hukum Perbankan dan Hukum Jaminan diatur dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Praktik menggadaikan tanah menurut Sistem Hukum Adat masih berlaku dikalangan masyarakat di Indonesia, oleh karena proses dan prosedurnya yang cepat, sederhana, dan tidak berbelit-belit.
Kata kunci: hak atas tanah, hukum adat