PENENTUAN TOLOK UKUR TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM BERDASAR PADA UU NO. 5 TAHUN 1960

Authors

  • Chendra Adiguna Mokoagow

Abstract

Bila dilihat penentuan tolok ukur atas tanah untuk kepentingan umum atau untuk kepentingan pemerintah, maka konstitusi kita memberikan jaminan bahwa tanah merupakan hak dasar setiap orang. Jaminan tersebut dipertegas dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang “Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budayaâ€.Dalam kenyataannya, tanah memiliki arti yang sangat vital bagi kehidupan manusia.Salah satu landasan penting yang dianut di dalam UUPA yang merupakan penyebaran dan pelaksanaan dari pada Pancasila adalah azas Nasionalisme di bidang hukum pertanahan sebagaimana dijumpai dalam pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 UUPA No. 5 tahun 1960.Namun permasalahan muncul berkenaan dengan ketersediaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum. Benturan kepentingan terjadi manakala di satu sisi pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utamanya, sedangkan di sisi lain sebagian besar dari warga masyarakat juga memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat mata pencahariannya.Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang melatarbelakangi permasalahan dalam penulisan ini ialahbagaimana pengadaan tanah untuk kepentingan umum serta bagaimana penggantian kerugian akibat pengadaan tanah untuk kepentingan umum.  Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif. Adapun jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui data atau bahan hukum primer dari bahan-bahan hukum yang dihimpun atau dikumpulkan yakni dari studi kepustakaan baik berupa buku-buku literatur, jurnal, artikel, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, yurisprudensi dan lain sebagainya.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pengadaan tanah secara normatif ditegaskan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Itu artinya, hak atas tanah apa pun yang ada pada seseorang, penggunaannya tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi, terlebih lagi apabila hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Secara normatif, pengadaan tanah itu berhubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yangmelepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yangberkaitan dengan tanah. Sehubungan dengan itu, pengadaan tanah selalu menyangkut dua sisi dimensi yang harus ditempatkan secara seimbang, yaitu “kepentingan masyarakat dan kepentingan pemerintahâ€.ganti rugi dibatasi sebagai penggantian terhadap kerugian, bersifat fisik dan/atau nonfisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.  Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam praktiknya dikenal dua jenis pengadaan tanah, pertama pengadaan tanah oleh pemerintah untuk kepentingan umum dan kedua pengadaan tanah untuk kepentingan swasta yang meliputi kepentingan komersial dan bukan komersial atau bukan sosial. Dalam pengadaan tanah baik melalui pembebasan maupun pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan pembangunan atau kepentingan umum, harus dibarengi dengan kompensasi atau ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan hasil musyawarah dari kedua belah pihak. Ganti kerugian atas pelepasan hak atas tanah dapat berbentuk uang, tanah pengganti dan dapat berupa penyertaan modal (saham).

Author Biography

Chendra Adiguna Mokoagow

e journal fakultas hukum unsrat

Downloads

Published

2015-02-13