PENYALAHGUNAAN KEKUASAAN OLEH PENEGAK HUKUM DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah implikasi ajaran sifat melawan hukum materiel terhadap penyalahgunaan kekuasaan dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi dan bagaimanakah bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh penegak hukum dalam proses penyidikan dalam penanganan tindak pidana korupsi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Implikasi ajaran sifat melawan hukum materiel dalam tindak pidana korupsi yaitu; ketidakpastian hukum. Penyalahgunaan Kekuasaan (abuse of power) oleh aparat penegak hukum dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Adanya “kebebasan†dalam melakukan penafsiran telah membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum dalam memproses perkara korupsi, baik di tingkat penyidikan, penuntutan maupun di pengadilan.Di dalam praktik peradilan perkara tindak pidana korupsi, putusan MK No 003/PUU-IV/2006 Tanggal 25 Juli 2006 tentang tidak dianutnya lagi ajaran sifat melawan hukum marteriel, ternyata tidak ditaati oleh aparat penegak hukum, termasuk polisi. Tidak ditaatinya putusan Mahkamah Konstitusi RI No: 003/PUU-IV/2006, ternyata memiliki implikasi yang sangat signifikan terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia, yaitu terjadinya ketidakpastian hukum dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of Power) oleh aparat penegak hukum, termasuk polisi. 2. Dianutnya ajaran sifat melawan hukum formil ini, memang baru sebatas putusan Mahkamah Konstitusi dengan segala konsekuensinya, termasuk adanya upaya penolakan. Oleh karena itu, sangat diperlukan tindakan lebih lanjut untuk mentransformasikan putusan Mahkamah Konstitusi dalam produk hukum yang terkait tindak pidana korupsi. Dengan demikian, adalah tugas politik hukum mentransformasikan ke dalam Undang-undang.
Kata kunci: Penyalahgunaan, kekuasaan, penegak hukum, korupsi