LEX ADMINISTRATUM
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum
en-USLEX ADMINISTRATUM2337-6074TINJAUAN YURIDIS PENANGANAN DAN PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN MENURUT PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 2020
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57810
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaturan penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 21 Tahun 2020 dan untuk mengetahui penerapan penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 21 Tahun 2020. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Mengenai pengaturan agraria, terutama yang diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020 atau peraturan-peraturan sejenis pada pokoknya bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam kepemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan tanah. Ini mencakup prosedur pendaftaran tanah, sertifikasi hak, dan perlindungan hukum bagi pemilik tanah. 2. Penelitian ini memberikan pandangan mendalam tentang penerapan penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan di Kabupaten Minahasa, dengan menyoroti tantangan yang dihadapi dan potensi perbaikan yang dapat dilakukan. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan akses keadilan tanah dan pengelolaan yang berkelanjutan di daerah ini menjadi suatu tantangan utama dalam penanganan kasus pertanahan yang meliputi kompleksitas regulasi, kurangnya kejelasan batas tanah, selain itu, kapasitas terbatas dalam penerapan teknologi dan sumber daya manusia menjadi faktor penghambat yang signifikan.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>penyelesaian kasus pertanahan</em></p>Zefanya Aprilya Retor
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125KEKUATAN MENGIKAT KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57812
<p><a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>Skripsi ini membahas mengenai perkembangan kekuatan mengikat ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam sistem hukum di Indonesia dan implikasinya terhadap peraturan perundang-undangan. Sebelum amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, ketetapan MPR memiliki kedudukan yang tinggi dalam hierarki perundang-undangan, tetapi setelah reformasi posisi ini mengalami perubahan. Pada tahun 2011, dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, ketetapan MPR kembali diakui dalam hierarki perundang-undangan di bawah UUD 1945. Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dengan analisis yuridis kualitatif untuk memahami implikasi dari perubahan ini terhadap tugas dan wewenang MPR serta dampaknya pada sistem hukum nasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengakuan kembali ketetapan MPR dalam hierarki perundang-undangan membawa konsekuensi hukum yang signifikan, terutama dalam konteks hubungan antara lembaga negara dan kepastian hukum di Indonesia.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci <em>: ketetapan MPR, sistem hukum, hierarki perundang-undangan, UUD 1945, implikasi hukum</em></p>ARFIAN DAWANGI
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PEMBERI FIDUSIA YANG MENGALIHKAN JAMINAN FIDUSIA TANPA PERSETUJUAN PENERIMA FIDUSIA MENURUT PASAL 36 UNDANG-UNDANG JAMINAN FIDUSIA (KAJIAN PUTUSAN MA NO. 698 K/Pid.Sus/2023)
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57813
<p>Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan bagaimana penerapan Pasal 36 Undang-Undang Jaminan Fidusia dan sanksi hukum dalam putusan MA Nomor 698 K/Pid.Sus/2023. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia; di mana perbuatan ini menjadi tindak pidana karena telah diperjanjikan dalam Akta Jaminan Fidusia bahwa benda yang merupakan objek Jaminan Fidusia telah menjadi miliknya Penerima Fidusia, sedang Obyek Jaminan Fidusia tersebut tetap berada pada dan dalam kekuasaan Pemberi Fidusia. 2. Penerapan Pasal 36 Undang-Undang Jaminan Fidusia dalam putusan MA Nomor 698 K/Pid.Sus/2023 yaitu tindak pidana mencakup perbuatan konkrit seperti seorang Pemberi Fidusia atas kendaraan bermotor roda empat (mobil dump truk), yang tanpa persetujuan Penerima Fidusia, telah mengalihkan objek Jaminan Fidusia dengan cara memindahtangankan mobil dump truk yang merupakan objek Jaminan Fidusia tersebut kepada orang lain dengan cara <em>over</em> kredit. </p> <p><strong>Kata kunci</strong>: Pemberi Fidusia, Mengalihkan Jaminan Fidusia, Tanpa Persetujuan Penerima Fidusia.</p>ESTER CHEREN LALOAN
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA TANAH TIDAK BERSERTIFIKAT (Studi Kasus : Kecamatan Tahuna Barat Kabupaten Kepulauan Sangihe )
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57814
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaturan mengenai penyelesaian sengketa tanah tidak bersertifikat dan untuk mengetahui dan memahami mekanisme penerapan penyelesaian sengketa tanah tidak bersertifikat. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pemerintah telah membuat regulasi atau pengaturan untuk mewadahi kepastian hukum pertanahan serta penyelesaian sengketa tanah baik litigasi yang ditinjau dalam HIR dan Rbg maupun non-litigasi berlandaskan Permen Agraria/Kepala BPN No 21 Tahun 2020 Tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan serta juga Undang-undnag No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagai dasar pelaksanaan penyelesaian sengketa diluar pengadilan. 2. Dalam penyelesaian sengketa tanah tidak bersertifikat di Kecamatan Tahuna Barat Kabupaten kepulauan Sangihe cenderung kebanyakan warga masyarakatnya menyelesaikan sengketa melalui jalur non-litigasi dengan mediasi yang juga tidak melibatkan Badan Pertanahan Nasional tetapi melibatkan hukum tidak tertulis yakni hukum adat serta Lurah sebagai mediator sekaligus hakim desa. Hal ini sudah menjadi kebiasaan warga masyarakat di Kecamatan Tahuna Barat untuk menyelesaikan sengketa pertanahan serta jarang ditemui sengketa yang sampai di ranah peradilan.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>sengketa tanah tidak bersertifikat, kecamatan tahuna barat</em></p>Yolandita Griselia BuisanRevy S. KorahSarah D. L. Roeroe
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA SAMA SISTER CITY DI INDONESIA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57816
<p>Tujuan dari skripsi ini adalah untuk memahami dasar hukum, mekanisme pelaksanaan, serta dampak dari perjanjian kerja sama <em>Sister City</em> di Indonesia. Penelitian ini berfokus pada bagaimana perjanjian kerja sama antara dua kota di negara yang berbeda dapat mempengaruhi hubungan diplomasi, ekonomi, pendidikan, budaya, dan aspek lainnya. Dalam pembahasannya, skripsi ini mengeksplorasi landasan peraturan yang mendukung kerja sama <em>Sister City</em>, serta mekanisme perjanjian yang melibatkan pemerintah daerah di Indonesia. Salah satu studi kasus yang dibahas adalah kerja sama antara Kota Bandung dengan Kota Suwon di Korea Selatan, yang berhasil mencapai beberapa tujuan awal seperti peningkatan kerja sama di bidang ekonomi, pendidikan, dan budaya. Namun, skripsi ini juga mengidentifikasi bahwa tidak semua perjanjian <em>Sister City</em> berhasil mencapai tujuannya, dengan beberapa kerja sama yang tidak memberikan dampak signifikan. Oleh karena itu, skripsi ini memberikan rekomendasi untuk perbaikan dalam pelaksanaan perjanjian <em>Sister City</em> agar lebih efektif dan memberikan manfaat yang nyata bagi daerah yang terlibat.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : <em>Sister City, </em>Kerja Sama Internasional, Perjanjian Internasional, Hukum Internasional, Indonesia.</p>Esti Nikolin MataCaecilia J.J WahaStefan Obaja Voges
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENAMPUNG/PENJUAL KAYU OLAHAN YANG TELAH MEMPEROLEH IZIN DARI DINAS KEHUTANAN
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57817
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum penampung/penjual kayu olahan dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap penampung/penjual kayu olahan. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Penampung/Penjual kayu olahan yang memiliki izin resmi dari Dinas Kehutanan Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelimpahan Kewenangan Penerbitan Perizinan Berusaha Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Ini berarti mereka diakui dan dilindungi oleh hukum dalam menjalankan usahanya. Dengan memiliki izin, penampung penjual kayu olahan memiliki hak untuk mengelola dan menjual kayu olahan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Izin dari Dinas Kehutanan memberikan perlindungan hukum bagi penampung berdasarkan Undang Undang Perlindungan Pedagang UMKM Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah terhadap tindakan ilegal seperti penyitaan atau penutupan usaha tanpa alasan yang sah. Mereka dapat mengajukan keberatan atau banding jika mengalami tindakan yang merugikan dari pihak berwenang. Penampung yang melanggar ketentuan dalam izin yang diberikan dapat dikenakan sanksi administratif atau hukum, termasuk denda atau pencabutan izin.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>penampung/penjual kayu olahan</em></p>Albapoetry Karunia Badar
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM MELAKUKAN PERJANJIAN USAHA PERTAMBANGAN MENURUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2023
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57819
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan memahami penetapan wilayah pertambangan dalam melakukan perjanjian usaha pertambangan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2023 dan untuk mengetahui dan memahami perjanjian antara Pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam melakukan kegiatan usaha pertambangan mineral. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan bagian Kesatu Umum Pasal 14 disebutkan secara jelas bahwa: 1). Menteri menetapkan batas dan luas Wajib Pajak setelah ditentukan oleh gubernur dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan rencana Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. 2). Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Wilayah Usaha Pertambangan; b. Wilayah Pertambangan Rakyat; c. Wilayah Pencandangan Negara; dan d. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus. 3). Gubernur dalam menentukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus mempertimbangkan: a. rencana Wajib Pajak b. kriteria Pertambangan rakyat; c. usulan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaganukliran khusus untuk golongan Mineral radioaktif; d. kepentingan strategis nasional untuk pencadangan komoditas tertentu dan konservasi dalam rangka keseimbangan ekosistem dan lingkungan; dan e. aspirasi masyarakat terdampak. 4). Gubernur dalam menentukan Wajib Pajak harus berkoordinasi dengan Menteri dan bupati/wali kota. 5). Penetapan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan berdasarkan masing-masing wilayah peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat 2. 6).Penetapan Wajib Pajak dituangkan dalam bentuk peta berbasiskan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional. 2. Kontrak karya merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu kata <em>work of contract</em>. Istilah yang lazim dilakukan adalah perjanjian karya, tetapi di dalam penjelasannya, istilah yang digunakan adalah kontrak karya. Dalam Hukum australia, istilah yang digunakan adalah <em>indenture, franchise agreement, state agreement or goverment agreement.</em></p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>wilayah pertambangan, perjanjian usaha pertambangan</em></p>Felicia Nathania Kindangen
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DAN KOMPENSASI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57821
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan dan untuk menentukan pengaturan pembebanan dan besarnya kompensasi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Proses pengadaan tanah untuk pembangunan tidak jarang terjadi konflik kepentingan, antara pemegang hak atas tanah dengan panitia pengadaan tanah (pemerintah) dikarenakan permasalahan besaran nilai/harga tanah hasil musyawarah belum mendapat kesepakatan antara dua belah pihak (ganti rugi atau kompensasi). Untuk itu pemegang hak atas tanah mendapat perlindungan hukum yang tepat dan penerapannya yang efektif, sehingga pemegang hak atas tanah mendapat jaminan kepastian hukum yang berkeadilan ketika harus melepaskan hak mereka untuk pembangunan, mekanisme musyawarah dan implikasi hukum dari pengadaan tanah untuk pembangunan. 2. Pengaturan tanah di republik ini didasarkan UUPA dan regulasi lainnya yang terkait sebagaimana turunan/penjabaran dari Pasal 33 ayat (3) UUD RI 1945. Besarnya ganti rugi/kompensasi diutamakan sesuai hasil musyawarah dengan memperhitungkan hal-hal yang berada di atas tanah (bangunan tanaman, benda yang berwujud), hilangnya sumber penghasilan/pekerjaan. Bentuk ganti rugi dapat berbentuk nilai rupiah, ganti tanah/lahan, pemukiman kembali, saham sesuai hasil musyawarah, dan apabila pihak pemilik hak atas tanah menolak besaran ganti rugi, maka instansi yang memerlukan tanah dapat mengajukan permohonan penitipan ganti rugi kepada pengadilan setempat/lokasi tanah.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>kompensasi, pengadaan tanah untuk pembangunan</em></p>Jhosua Bryanlee Hendrik Watung
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125IMPLEMENTASI BLOCKCHAIN DALAM LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57822
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mendalami tentang bagaimana pengaturan blockchain dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses transaksi keuangan di lembaga keuangan perbankan dan untuk mengetahui dan mendalami tentang bagaimana penerapan blockchain dalam lembaga keuangan perbankan di Indonesia. Dengan metode penelitian sosiologi hukum, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Untuk penerapan <em>blockchain </em>agar bisa mempermudah seseorang untuk melakukan transaksi tanpa melalui perantara dan juga tidak memerlukan proses verifikasi dan validasi serta menghemat biaya dan waktu. Dan tantangan-nya bisa dilihat dari segi sumber daya manusia yang belum memadai pengetahuan tentang teknologi <em>blockchain</em> atau bisa di katakana masih gaptek. Pemerintah pun masih secara implisit mengakomodir daripada teknologi <em>blockchain</em>. 2. Pengaturan <em>blockchain</em> di atur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam pasal 1 ayat 4, lebih lanjut <em>blockchain</em> bersifat desentralisasi yaitu bahwa tidak ada satu pun entitas yang memiliki kontrol penuh atas seluruh jaringan. Ini berarti bahwa data yang tersimpan dalam blockchain tidak dapat dimanipulasi oleh pihak yang tidak berwenang. Setiap perubahan atau tambahan data harus disetujui oleh mayoritas peserta jaringan, yang memastikan integritas dan validitas informasi yang tercatat. Dalam konteks pengendalian internal, mekanisme ini sangat penting untuk menjaga keandalan dan kebenaran catatan keuangan.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>blockchain, transaksi keuangan</em></p>Mikail Sidik Tuna
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125 PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR DITINJAU DARI PASAL 332 AYAT 1 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57823
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui modus operandi pelaku tindak pidana terhadap perempuan dibawah umur yang dibawa lari tanpa izin orang tuanya dan untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana membawa lari perempuan dibawah umur tanpa izin orang tuanya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Modus operandi yang dilakukan pelaku adalah dengan tipu muslihat dan bujuk rayu yang dilakukan oleh pelaku untuk mendapatkan tujuan yang ingin didapatkan oleh pelaku, dengan adanya kedekatan atau hubungan yang dekat antara pelaku dan korban, korban pun kehilangan kontrol atau daya pengawasan untuk membentengi diri sendiri, sedangkan dari pihak pelaku seperti terdorong berbuat karena mendapatkan kesempatan untuk melakukannya. Pelaku memanfaatkan kelengahan, kelemahan dan apalagi jika korban masih dibawah umur yang otomatis fisiknya tidak mampu melawan. 2. Pertanggungjawaban Pidana terhadap pelaku tindak pidana membawa lari Wanita belum dewasa tanpa izin orang tua sesuai yang telah di atur di dalam pasal 332 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ‘’Bersalah melarikan Wanita diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang Wanita yang belum dewasa, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap Wanita itu, baik di dalam maupun diluar perkawinan,paling lama Sembilan tahun.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>melarikan wanita belum cukup umur</em></p>Veronica Deswita Putri
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125TANGGUNG JAWAB HUKUM LAYANAN PSIKOLOGI TERHADAP KLIEN DI PERUSAHAAN
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57825
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan memahami pengaturan hukum layanan psikologi terhadap klien menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022 dan Untuk mengetahui dan memahami implikasi hukum dari layanan psikolog yang melanggar hak klien sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam hal ini Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Para professional dan praktis ilmu justru lebih banyak dihadapi dalam menghadapi benturan dengan aturan hukum formal yang dimiliki setiap negara. Kepentingan profesionalisme lebih banyak ditempatkan dibawah kepentingan tersebut. Pertimbangan-pertimbangan etika profesional seringkali sulit mendapatkan penguatan hukum untuk melindungi aktifitas profesional, sehingga berakibat terhambatnya perkembangan layanan professional yang maksimal. Berbagai Undang-undang yang dibuat seringkali tidak memperhatikan peran para professional yang terlibat dalam implementasinya Jika terjadi inkonsistensi di dalam kode etik atau dalam kaitannya dengan peraturan lain, maka menjadi kendala pencapaian tujuan pembentukan peraturan dalam kode etik. 2. Implikasinya saat ini juga walaupun sudah ada Undang-Undang Khusus Layanan psikolog namun tidak memiliki ketentuan sanksi hukum yang tegas yang dapat dan masih membuka ruang untuk seorang yang memiliki profesi psikolog dapat berpeluang melakukan pelanggaran tersebut, dengan berbagai contoh contoh seperti jual-beli alat tes psikologi secara bebas kepada masyarakat awam, soal psikotest yang disebarkan ke masyarakat umum, pemberian intervensi psikologi oleh ilmuwan psikologi, serta yang terparah pembukaan rekam psikologis tanpa adanya persetujuan dari klien.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>layanan psikologi, klien di perusahaan</em></p>Tabita Christi Montolalu
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125KAJIAN HUKUM TERHADAP PERBUATAN MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57826
<p>Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana implementasi peraturan hukum negara, terhadap perbuatan merugikan kuangan negara sebagai suatu tindak pidana dan untuk mengetahui upaya upaya hukum apa yang dapat diterapkan dalam perbuatan yang merugikan keuangan negara sebagai suatu tindak pidana. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Kerugian keuangan negara merupakan satu diantara banyaknya jenis kerugian yang dapat dialami oleh negara yang mencakup semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kerugian negara dimaksud adalah kekurangan, uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Karena itu pengelola keuangan negara yang dilakukan oleh pengelola keuangan wajib dilakukan pemeriksaan, sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pemeriksa dalam rangka pencegahan dan/atau pengembalian kerugian keuangan negara. 2. Perbuatan merugikan keuangan negara harus dipertanggungjawabkan secara pidana agar dapat dinilai apakah seseorang tersangka/terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi. Suatu pertanggungjawaban pidana dalam hal ini yakni delik korupsi dapat kita lihat dari proses tahapannya, dari tingkat penyidikan, penyelidikan, penuntutan, peradilan, dan yang terakhir putusan dan vonis. Dan jika terbukti dalam persidangan terdakwa terbukti bersalah sesaui dengan surat dakwaan maka hakim akan memutuskan vonis kepada terdakwa sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam hal ini undang-undang tindak pidana korupsi. Kata Kunci : keuangan negara, suatu tindak pidana</p>Agustinus Glen Djenaung
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125DELIK MEMASANG PERANGKAP MEMBUNUH BINATANG BUAS BERDASARKAN PASAL 495 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57827
<p>Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan delik memasang perangkap untuk menangkap atau membunuh binatang buas tanpa izin menurut Pasal 495 KUHP dan bagaimana penerapan delik memasang perangkap untuk menangkap atau membunuh binatang buas tanpa izin menurut Pasal 495 KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan delik memasang perangkap untuk menangkap atau membunuh binatang buas menurut Pasal 495 KUHP merupakan suatu delik pelanggaran yang mengancamkan pidana terhadap seseorang yang: 1) Tanpa izin kepala polisi atau pejabat yang ditunjuk untuk itu, 2) di tempat yang dilalui manusia (orang), 3) memasang perangkap-kaki, lobang perangkap, jerat atau perkakas lain untuk menangkap atau membunuh binatang-liar (binatang buas), 4) yang karenanya dapat menimbulkan bahaya bagi manusia (orang). 2. Perapan delik berkenaan dengan Pasal 495 KUHP seharusnya memperhatikan adanya peningkatan ancaman pidana denda yang dilakukan melalui Perppu Nomor 18 Tahun 1960 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 02 Tahun 2012; juga adanya kemungkinan untuk pengenaan pidana kurungan jika terjadi pengulangan sebelum lewat satu tahun sesudah adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>: Delik Memasang Perangkap Membunuh Binatang Buas Berdasarkan Pasal 495 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana</p>Mirna Regina Baret
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PERLINDUNGAN HUKUM TERKAIT HAK WARIS ANAK YANG BELUM DEWASA AKIBAT DITINGGAL MATI KEDUA ORANG TUA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57828
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui setiap aturan mengenai hak waris anak yang belum dewasa dan untuk mengetahui perlindungan hak yang diberikan pemerintah dalam melindungi setiap hak anak yang belum dewasa yang ditinggal mati kedua orangtua. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Pengaturan hak waris anak yang belum dewasa mencerminkan pentingnya perlindungan hukum. Anak yang belum dewasa memiliki hak waris sesuai Pasal 832 KUHPerdata dan hukum waris lainnya, baik berdasarkan surat wasiat maupun ketentuan hukum. Untuk melindungi mereka, hukum menyediakan mekanisme perwalian jika salah satu orang tua tidak memenuhi kewajiban atau meninggal. Wali akan mengelola urusan pribadi dan harta benda anak hingga mereka dewasa. Namun, perlindungan hukum terhadap hak waris tanah anak di bawah umur masih memerlukan perbaikan, terutama terkait interpretasi Pasal 393 KUHPerdata yang sering mengabaikan kepentingan anak. Revisi pasal dan peraturan yang lebih komprehensif, serta pengawasan ketat dari Badan Pertanahan Nasional, diperlukan untuk melindungi hak anak dengan prosedur yang benar. 2. Pemerintah melindungi hak anak yang ditinggal mati kedua orangtua melalui berbagai cara: perlindungan hak keperdataan, seperti akta kelahiran dan dokumen resmi untuk identitas; hak atas pemeliharaan dan pendidikan; hak untuk diwakili dalam urusan hukum; serta hak waris sesuai hukum yang berlaku. Pemerintah juga mengatur pengelolaan harta dan penetapan wali jika kedua orang tua meninggal, termasuk hak anak dari perkawinan sebelumnya untuk warisan. Kata Kunci : hak waris anak yang belum dewasa</p>Abraham Agung PoputraRonny A. MaramisSarah D. L. Roeroe
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PENEGAKAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN HAK ATAS TANAH BAGI PENANAMAN MODAL ASING
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57830
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan tentang hak atas tanah dalam rangka penanaman modal dan untuk mengetahui penegakan hukum dalam pengelolaan hak atas tanah bagi penanaman modal asing. Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif dan terapan dengan kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengaturan secara umum penanaman modal asing secara tegas telah diatur dalam undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanam modal yang didalamnya sedapat mungkin mengakomodasi kebijakan investasi sehingga mampu menjadi payung hukum bagi peningkatan investasi di Indonesia. Hal ini tentunya menjadi dasar hukum dengan pemberlakuan di bidang penanam modal asing di Indonesia. 2. Penegakan hukum dalam pengelolaan hak atas tanah bagi penanaman modal asing di Indonesia sudah dijabarkan dalam pasal 33 ayat 1 Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2007 yang menyebutkan adanya sanksi berkaitan dengan perjanjian nominee yang dinyatakan Penanaman modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>pengelolaan hak atas tanah, penanaman modal asing</em></p> <p><strong> </strong></p>Marsela Silsilia Laloan
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN METODE AUDIT INVESTIGATIF DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57831
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan audit investigatif dalam pembuktian tindak pidana korupsi dan untuk mengetahui bagaimana bentuk pembuktian audit investigatif oleh badan pengawasan keuangan sebagai keterangan ahli dalam penanganan tindak pidana korupsi. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Dengan mengacu pengertian tentang bukti permulaan menurut undang-undang maupun para ahli, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa laporan audit investigasi dapat dijadikan bukti permulaan pada penyidikan tindak pidana korupsi karena berdasarkan pasal 44 Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi terdapat perluasan yang diberikan terhadap alat bukti yang diatur pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP. 2. Audit Investigasi secara akurat dapat menentukan unsur kesalahan dan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi yang terjadi dalam birokrasi secara akurat karena metode yang digunakan dalam audit investigasi merupakan penggabungan antara ilmu auditing dan ilmu penyidikan yang dapat menentukan modus operandi, pihak yang terlibat dalam tindak pidana korupsi, dan kerugian negara yang ditimbulkan.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>pembuktian tindak pidana korupsi, metode audit investigatif</em></p>Evanglin Injilia Mumu
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57832
<p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami dasar hukum penyelenggaraan waralaba di Indonesia dan untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum bagi para pihak dalam pelaksanaan perjanjian waralaba. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Dasar hukum penyelenggaraan waralaba di Indonesia, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang Waralaba, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Selanjutnya, telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, serta Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, dan akhirnya Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba. 2. Perlindungan hukum bagi para pihak dalam pelaksanaan perjanjian waralaba haruslah memenuhi kriteria-kriteria waralaba sebagai terdapat dalam peraaturan perundang-undangan tentang penyelenggaraan waralaba, dan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan memperhatkan klausula-klausula yang terdapat di dalamnya.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>perlindungan hukum, perjanjian waralaba</em></p>Christianto Kansil
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PROSES PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN DAN PERAN BPN MENURUT PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 2020 TENTANG PENANGANAN DAN PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57835
<p> </p> <p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kewenangan BPN dalam menangani konflik pertanahan dalam peraturan menteri agraria dan tata ruang/kepala BPN No. 21 Tahun 2020 tentang penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan dan untuk mengetahui peran dari Badan Pertanahan Nasional dalam proses penyelesaian konflik pertanahan. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan yang dilaksanakan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku telah memberikan kepastian hukum bagi Badan Pertanahan Nasional untuk melaksanakan Kewenangan Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan bagi masyarakat yang mengalami permasalahan hukum dibidang pertanahan. Penyelesaian Sengketa dapat dilakukan melalui 2 jalur penyelesain, penyelesaian yang pertama dilakukan melalui jalur litigasi atau pengadilan dalam hal ini Pengadilan Umum (Pengadilan Negeri) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Penyelesaian yang kedua dilakukan melalui jalur non litigasi atau penyelesaian diluar badan peradilan dalam hal ini bisa bermacam-macam yaitu konsiliasi, mediasi, instansi yang berkompeten dan arbitrase. 2. Peran Badan Pertanahan Nasional adalah sebagai mediator atau mediasi apabila terjadi penyelesaian sengketa antara pihak satu dengan pihak lainnya. Namun tidak jarang pula dalam permasalahan yang rumit dan pihak-pihak yang bersengketa sulit untuk dimediasi maka pada akhirnya penyelesaian dilakukan melalui jalur pengadilan. Namun pada jalur pengadilan pun Kantor Pertanahan akan tetap menjadi pihak yang dimintai keterangan. </p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>penyelesaian konflik pertanahan, BPN</em></p> <p> </p>Sefni Sefti Mangare
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125TINJAUAN YURIDIS HAK SETIAP ORANG UNTUK MENIKMATI STANDAR KESEHATAN TERTINGGI SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2023 TENTANG KESEHATAN
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57860
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tentang hak setiap orang untuk menikmati standar kesehatan tertinggi dan untuk dapat mengetahui dan memahami kebijakan di Indonesia dalam pemenuhan hak setiap orang untuk menikmati standar kesehatan tertinggi sebagai Hak Asasi Manusia. Dengan metode penelitian sosiologi hukum, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Dalam bentuk pemenuhan hak atas kesehatan tertinggi, pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan ketersediaanya segala kebutuhan tentang kesehatan. Upaya juga sudah dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatn aksesibilitas layanan kesehatan. Seperti adanya klinik, puskesmas, dan rumah sakit yang ada, bahkan diadakannya Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS kesehatan yang berusaha menjamin akses layanan kesehatan bagi setiap warga negara. 2. Prinsip-prinsip hak atas kesehatan tertinggi telah diakui dan diatur oleh dalam perundang-undangan Indonesia, peraturan nasional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014. Hingga internasional berupa Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (<em>International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights</em>), Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (<em>International Covenant on Civil and Political Rights</em>) 1966. Dalam peraturan-peraturan tersebut menetapkan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan terjangkau.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>standar kesehatan tertinggi sebagai hak asasi manusia di indonesia</em></p>Priskila Milania Siburian
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN TIDAK TERCATAT (STUDI PENGADILAN AGAMA MANADO)
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57861
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai kedudukan anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat dan untuk mengetahui akibat hukum terhadap anak hasil dari perkawinan yang tidak tercatat. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Kedudukan anak pasca Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 memperjelas kedudukan anak dalam mendapakan kepastian hukun serta memperoleh hak-hak sebagaimana anak sah dengan ayah biologisnya sepanjang hal tersebut dapat dibuktikan meskipun perkawinan orang tuanya tidak dicatatkan secara resmi. Selain itu juga, Permendagri No. 108 Tahun 2019 memastikan bahwa setiap anak-anak dari perkawinan tidak tercatat mendapatkan akta kelahiran yang sah. Kedua ketentuan ini penting untuk memastikan bahwa semua anak, terlepas dari status perkawinan orang tuanya, menerima hak dan perlindungan hukum yang sesuai. 2. Implementasi perlindungan hukum bagi anak di Pengadilan Agama Manado, melalui mekanisme itsbat nikah dan penetapan asal usul anak menunjukkan upaya yang signifikan dalam memberikan kepastian hukum bagi anak-anak tersebut. Itsbat nikah membantu melegalkan perkawinan yang tidak tercatat, sehingga mengakui status hukum anak-anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat tersebut, sedangkan penetapan asal usul anak membantu memastikan bahwa anak tersebut diakui sebagai anak sah dari ayah biologisnya. Kedua upaya hukum ini mendukung perlindungan hak-hak anak sesuai dengan undang-undang yang berlaku saat ini, antara lain Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010, Undang-undang Perlindungan Anak serta peraturan terkait lainnya.</p> <p> </p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>Perlindungan Hukum Anak, Perkawinan Tidak Tercatat, Pengadilan Agama</p>Yahya Gazzali Herman
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PEMBERANTASAN KOHABITASI (KUMPUL KEBO) DI INDONESIA DALAM PANDANGAN HUKUM POSITIF
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57862
<p>Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana hukum positif memberantas kohabitasi (kumpul kebo) di Indonesia dan Untuk mengetahui bagaimana kebijakan kriminal <em>(criminal policy) </em>memberantas kohabitasi (kumpul kebo) di Indonesia. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Perbuatan kohabitasi merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma-norma atau kaidah-kaidah yang berlaku dan hidup dalam kehidupan sosial masyarakat. Perbuatan kohabitasi juga merupakan perbuatan yang dapat menghasilkan begitu banyak permasalahan baik dari segi sosial, psikologis dan juga hukum. namun nyatanya perbuatan kohabitasi masih belum memiliki aturan hukum yang jelas dalam aturan hukum pidana atau Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dikarenakan kekosongan hukum tersebut sehingga perbuatan kohabitasi dapat hampir dapat selalu kita jumpai baik di kota-kota besar maupun di pelosok-pelosok desa, baik kalangan orang dewasa maupun kalangan muda-mudi. 2. Secara yuridis perbuatan kohabitasi tidak diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai hukum positif atau hukum yang berlaku saaat ini, namun bukan berarti perbuatan tersebut menjadi perbuatan yang boleh dan bebas dilakukan. Kohabitasi yang dapat menimbulkan begitu banyak permasalahan yang serius tentunya perlu mendapatkan respon yang serius, guna menjaga, mengatur sertu melindungi masyarakat. Respon tersebut adalah kebijakan kriminal (<em>criminal policy</em>) melalui upaya non penal (di luar jalur hukum pidana) yang oleh aparat penegak hukum dalam pelaksanaannya melakukan razia-razia ditempat penginapan, rumah kontrakan serta kos-kosan.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : <em>kohabitasi (kumpul kebo, hukum positif dan kebijakan kriminal (criminal policy)</em></p>Bryan Y. F. WoworEugenius ParansiHerlyanty Y. A. Bawole
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI DIHUBUNGKAN DENGAN SISTEM PERAMPASAN ASET BERBASIS PROPERTI
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57868
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa pengaturan perampasan aset dalam tindak pidana korupsi dan untuk mengetahui penerapan sistem perampasan aset berbasis properti dalam tindak pidana korupsi. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan Perampasan Aset dalam Tindak Pidana Korupsi dapat dilihat dalam Pengaturan perampasan aset jika pada model pendekatan yang digunakan berdasarkan ketentuan KUHP, terdapat pada Pasal 10 KUHP mengenai perampasan barang-barang tertentu sebagai salah satu jenis hukuman tambahan. Sedangkan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Pasal 38 Ayat (5) menempatkan perampasan aset bukan hanya sebagai sanksi pidana. Perampasan aset sebagai hukuman tambahan juga dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah oleh UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 soal pidana pokok berupa pidana penjara dan denda. 2. Penerapan perampasan kekayaan hasil korupsi yang tertuang pada UU Pemberantasan Tipikor dilakukan menggunakan dua cara: a. perampasan aset hasil tipikor dari jalur tuntuan pidana; b. perampasan aset hasil tipikor dari gugatan perdata</p> <p><strong><em>Kata Kunci</em> </strong>: perampasan aset, tipikor</p>Wilki Angga Lineleyan
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 22 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57870
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami aturan pengendalian pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan untuk mengetahui dan memahami sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja atau perbuatan mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pentingnya Peraturan Lingkungan: Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 merupakan landasan hukum yang penting dalam upaya pengendalian pencemaran udara di Indonesia. Aturan ini memberikan kerangka kerja yang jelas dan komprehensif bagi pihak-pihak terkait untuk melaksanakan perlindungan lingkungan hidup, termasuk pengendalian pencemaran udara. Meskipun telah ada regulasi yang kuat, tantangan dalam implementasi aturan ini masih banyak. 2. Adanya sanksi pidana bagi pelanggar yang sengaja atau secara tidak sengaja melebihi baku mutu udara ambien memberikan dorongan yang kuat untuk mematuhi regulasi lingkungan. Sanksi tersebut bertujuan untuk mencegah pelanggaran dan memastikan kepatuhan terhadap standar kualitas udara yang telah ditetapkan. Penerapan sanksi pidana menjadi instrumen penting dalam menegakkan hukum lingkungan.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>sanksi pidana pencemaran udara</em></p>Fernando Dio Tumengkol
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DISKRIMINASI WARNA KULIT (COLORISM) BERDASARKAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57871
<p>Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan dan memberikan pengetahuan terhadap masyarakat dan penulis tentang Pengaturan hukum diskriminasi warna kulit <em>(Colorism) </em>dan untuk mengetahui dan menyelidiki bagaimana faktor-faktor sehingga terjadinya diskriminasi warna kulit dan bagaimana perlindungan hukum diskriminasi warna kulit tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan terkait dengan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Diskriminasi Warna Kulit secara umum terdapat dalam Universal Declaration of Human Rights & Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Secara khusus terkait dengan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Diskriminasi Warna Kulit terdapat dalam Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965. (Negara Indonesia Meratifikasi dengan Undang-Undang No. 29 Tahun 1999 tentang <em>Pengesahan International Convention on the of All Forms of Racial Discrimination 1965), </em>konvensi itu menjadi Pedoman Pembentukan Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. 2. Terjadinya diskriminasi warna kulit dikarenakan oleh beberapa faktor yakni 1) Ideologi Histori, yang menganggap warna kulit putih lebih unggul dan menimbulkan Hasrat kecantikan sehingga kulit putih menjadi standar kecantikan di Indonesia. 2) Prasangka dan Stereotipe Negatif, Kepercayaan dan prasangka yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan juga merupakan salah satu faktor sehingga terjadi diskriminasi warna kulit. 3) Sosial dan Ekonomi, Pengelompokan atau penggolongan kelas masyarakat tersebut sifatnya adalah <em>hierarki vertikal</em> yang akibatnya adalah memunculkan istilah kelas sosial atas atau <em>upper class</em>. Tingkatan kelas sosial tersebut memicu adanya suatu perlakuan yang membeda-bedakan. 4) Adanya kekecewaan terhadap seseorang akan menimbulkan suatu perlakuan yang membeda-bedakan, sehingga ujaran kebencian, penghinaan dan perlakuan diskriminasi secara tidak sengaja akan terjadi.</p> <p> </p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : <em>colorism, hak asasi manusia</em></p>Arvi Chen KalaloLusy K.F.R. GerunganThor Bangsaradja Sinaga
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK DESAIN INDUSTRI ATAS KESAMAAN PRODUK DESAIN INDUSTRI
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57880
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri atas kesamaan produk desain industri dan untuk mengetahui penyelesaian hukum terhadap sengketa kesamaan produk desain industri. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Perlindungan hukum terdiri atas dua bentuk, yaitu perlindungan hukum preventif merupakan segala yang diupayakan untuk mencegah suatu hal terjadi. Sedangkan hukum represif merupakan perlindungan akhir yang berupa pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang telah dilakukan. Perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri diatur dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang desain industri. Perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri sangat diperlukan untuk menjamin perlindungan hak-hak pendesain dan menetapkan hak serta kewajibannya, tetapi selain itu juga untuk menjaga agar orang lain yang tidak bertanggung jawab tidak menyalahgunakan hak desain industri tersebut. 2. Penyelesaian hukum terhadap sengketa kesamaan produk desain industri dapat diselesaikan melalui jalur litigasi atau melalui pengadilan dan non litigasi atau di luar pengadilan. Mekanisme penyelesaian sengketa di bidang desain industri sebagaimana yang telah diatur secara terus terang dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang desain industri, yaitu pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan melanggar hak desain industri, berupa gugatan ganti rugi dan/ atau penghentian semua perbuatan yang terkait dengan lingkup hak desain industri ke pengadilan niaga. Para pihak juga dapat menyelesaikan perselisihan atau sengketa tersebut lewat <em>Alternative Dispute Resolution </em>(ADR).</p> <p>Kata Kunci : <em>hak desain industri, kesamaan produk desain industri</em></p>Mitia Christy MokodompitMerry Elisabeth KalaloElko Lucky Mamesah
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PENERAPAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA TERHADAP NOVEL FANFIKSI YANG MENGGUNAKAN COVER POTRET ARTIS TERKENAL
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57881
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang penerapan Undang-undang penjualan Novel Fanfiksi yang menggunakan cover potret artis terkenal dan untuk mengetahui dan memahami tentang dampak moril atau finansial terhadap artis yang dijadikan objek dalam penjualan Novel Fanfiksi. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta seseorang tidak boleh sembarangan menggunakan hasil karya orang lain dan apalagi dikomersilkan. Dalam Hal ini seseorang yang dengan sengaja melakukan perbuatan penggunaan Hak Cipta seseorang dan jika artis terkenal yang dijadikan objek dalam cover novel fanfiksi tersebut merasa dirugikan baik hak moral maupun hak ekonominya berhak menggugat penulis atau pembuat novel fanfiksi tersebut. 2. Dalam hal seseorang yang akan menggunakan subjek seseorang untuk dijadikan Objek yang akan dikomersilkan perlu adanya sebuah perjanjian atau kerjasama antara pembuat dan yang memiliki karya tersebut dikenakan jika itu dikomersilkan dan yang memiliki karya tersebut merasa dirugikan maka akan dikenakan sanksi hukum yang berlaku dan telah diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta tersebut dan itu merupakan hal yang tidak diperkenankan atau dianggap Ilegal yang melanggar akan dikenakan sanksi seperti membayar Royalty kepada pemilik karya atau Ciptaannya tersebut dan akan masuk dalam penyalahgunaan hak Cipta sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tersebut yang mana diatur dalam Pasal 7 ayat 3 dan Pasal 52 untuk Penggunaan Komersial dengan perkenaan hukuman Penjara maksimal 2 tahun dan atau denda Maksimal Rp. 300.000.000 ( Tiga Ratus Juta Rupiah ).</p> <p>Kata Kunci : novel fanfiksi, cover potret artis terkenal</p>Rarantika Wiendusari
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMERASAN DAN PENGANCAMAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57882
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui, serta memahami tinjauan yuridis tentang pemerasan dan pengancaman menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan untuk mengetahui, serta memahami sanksi pidana bagi pelaku pemerasan dan pengancaman menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Pemerasan dengan kekerasan diatur dalam Pasal 368 <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/nprt/38/wetboek-van-strafrecht-(wvs)-kitab-undang-undang-hukum-pidana-(kuhp)?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHP">Kitab Undang-Undang Hukum P</a>idana lama yang masih berlaku hingga saat ini. Selain itu, tindak pidana pemerasan dengan kekerasan juga terdapat dalam <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/nprt/38/wetboek-van-strafrecht-(wvs)-kitab-undang-undang-hukum-pidana-(kuhp)?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHP">Kitab Undang-Undang Hukum P</a>idana baru, yaitu Pasal 482 <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt63b3943c53853/undang-undang-nomor-1-tahun-2023?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_1_2023_KUHP_baru">Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana </a>yang akan mulai diberlakukan tiga tahun sejak ditetapkan (tahun 2026). Tindak pidana pengancaman diatur dalam Pasal 369 <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/nprt/38/wetboek-van-strafrecht-(wvs)-kitab-undang-undang-hukum-pidana-(kuhp)?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHP">Kitab Undang-Undang Hukum P</a>idana lama yang masih berlaku hingga saat ini. Selain itu, tindak pidana pengancaman juga terdapat dalam <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/nprt/38/wetboek-van-strafrecht-(wvs)-kitab-undang-undang-hukum-pidana-(kuhp)?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHP">Kitab Undang-Undang Hukum P</a>idana baru, yaitu Pasal 483 <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt63b3943c53853/undang-undang-nomor-1-tahun-2023?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_1_2023_KUHP_baru">Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana </a>yang akan mulai diberlakukan tiga tahun sejak ditetapkan (tahun 2026). 2. Sanksi pidana bagi pelaku pemerasan dan pengancaman menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu berupa pidana penjara. Maksimal sembilan tahun untuk tindak pidana pemerasan, dan maksimal empat tahun untuk tindak pidana pengancaman. Apabila ada pemberatan, maka pidana penjara untuk tindak pidana pemerasan, maksimal dua puluh tahun.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>pemerasan pengancaman</em></p>Valentino Reza UnioHerlyanty Y. A. BawoleVictor Kasenda
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125IMPLEMENTASI GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) MENURUT HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57912
<p>Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagiamana landasan hukum dan bagaimana implementasi dari Gugatan Perwakilan Kelompok (<em>Class Action) </em>menurut Hukum Lingkungan yang ada di Indonesia. Metode Penelitian yang digunakan yaitu dengan penelitian hukum pendekatan yuridis normatif. 1. Gugatan <em>class action </em>yang merupakan gugatan masyarakat terhadap sengketa lingkungan harus menjadi perhatian yang khusus dari aparat pemerintah dengan memberikan aturan yang cukup jelas terhadap perlindunga korban; 2. Upaya penyelesaian sengketa melalui litigasi dengan gugatan perwakilan kelompok atau <em>Class Action </em>dalam penegakan hukum lingkungan dalam mengatasi masalah-masalah lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan masyarakat kedepannya.</p> <p>Kata kunci: Implementasi, gugatan perwakilan kelompok, <em>class action, </em>hukum lingkungan.</p>Dyta A S Mamangkey
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125KAJIAN HUKUM PERINTAH JABATAN SEBAGAI ALASAN PENGHAPUS PIDANA DALAM KUHP
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57915
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji lebih mendalam lagi tentang pengaturan hukum tentang alasan penghapus pidana dalam KUHP dan untuk mengkaji lebih mendalam lagi tentang perintah jabatan sebagai alasan penghapus pidana dalam KUHP. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Hukum pidana mengenal beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bagi hakim untuk tidak menjatuhkan hukuman atau pidana kepada pelaku atau terdakwa yang diajukan ke Pengadilan karena telah melakukan suatu tindak atau perbuatan pidana. Alasan-alasan tersebut dinamakan alasan penghapus pidana. Alasan penghapus pidana adalah peraturan yang terutama ditujukan kepada hakim. Peraturan ini menetapkan berbagai keadaan pelaku, yang telah memenuhi perumusan delik sebagaimana yang telah diatur dalam Undang- undang yang seharusnya dipidana, akan tetapi tidak dipidana. 2. Seorang pejabat memiliki wewenang memberikan perintah tertentu harus dilihat dari undang-undang yang menjadi dasar hukum dari jabatan yang bersangkutan. Untuk adanya perintah jabatan tidak perlu bahwa antara yang memberi perintah dan yang diperintah ada hubungan atasan-bawahan, dan juga yang diperintah tidak perlu harus seorang pegawai negeri. Substansi dari perintah jabatan tanpa wewenang, yaitu perintah jabatan tanpa wewenang ini pada dasarnya tidak dapat melepaskan orang yang diperintah dari pidana. Pengecualian terhadap ketentuan umum mengenai perintah jabatan yang tanpa wewenang ini hanyalah apabila yang diperintah memenuhi dua syarat yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat (2) KUHPidana, yaitu: Jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang; dan, Pelaksanaan perintah itu termasuk dalam lingkungan pekerjaan orang yang diperintah.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>perintah jabatan, alasan penghapus pidana</em></p>Bryan Prince Calvin Alie
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PENDELEGASIAN KEWENANGAN PENUNTUT UMUM KEPADA PENYIDIK POLISI LALU LINTAS DALAM PERSIDANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57931
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis aturan pendelegasian kewenangan penuntut umum kepada penyidik polisi dalam persidangan pelanggaran lalu lintas dan untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme persidangan pelanggaran lalu lintas. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Kewenangan untuk melakukan Penuntutan bersifat fungsional dan melekat pada Jaksa itu sendiri, sehingga konsep pendelegasian yang dapat ditemukan dalam Peraturan Perundang-Undangan terdapat 3 (tiga) bentuk yaitu: a. Pelimpahan Kewenangan dengan Atribusi yaitu kewenangan yang diberikan kepada pihak lain dengan jelas dan spesisifik, b. Pelimpahan Kewenangan dengan Delegasi yaitu kewenangan yang diberikan kepada pihak lain untuk melaksanakan tugas tertentu, c. Pelimpahan Kewenangan dengan Mandat yaitu kewenangan yang diberikan kepada pihak lain untuk bertindak atas nama pemberi mandat. 2. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas meliputi : a. Pengadilan menerima berkas perkara; b. petugas melakukan verifikasi data; c.Hakim yang ditunjuk membuka sidang dan memutus semua perkara; d. Pelanggar membayar denda secara tunai atau elektronik ke rekening Kejaksaan di Bank BRI; e. Pelanggar mengambil barang bukti kepada Jaksa selaku eksekutor di kantor Kejaksaan dengan menunjukkan bukti pembayaran denda; f. Petugas Kejaksaan Negeri sebagai eksekutor memberitahukan dan menyerahkan lembar blanko tilang.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>pendelegasian wewenang, persidangan pelanggaran lalu lintas</em></p>Angga Aristyo Suprapto
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125UPAYA PENYELESAIAN TERHADAP PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DI PTUN (STUDI KASUS PUTUSAN PTUN MANADO NOMOR: 30/G/2019/PTUN.MDO
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57934
<p>Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN adalah lembaga peradilan yang berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengkera tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa antara subjek hukum dengan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara, kemudian yang menjadi objek sengketa di PTUN adalah keputusan tersebut. Salah satu yang dapat dimuat dalam keputusan TUN yaitu pengangkatan kepala desa. Kepala desa pejabat pemerintah yang mempunyai kewenangan, tugas dan kewajiban untuk menjalankan pemerintahan di desa yang bisanya kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat atau ditugaskan oleh pemerintah kabupaten. Walaupun kepala desa dipilih oleh msayarakat tetapi setelah itu diperlukan penetepan melalui surat keputusan oleh pemerintah kabupaten maka dari pada itu penetapan tersebut dapat dijadikan objek gugatan di PTUN. Sebagai bagian dari penetapan pemerintah, apabila kepala desa mengakibatkan suatu akibat tertentu kepada masyarakat, maka masyarakat bisa mengajukan gugatan di PTUN.</p> <p><strong> </strong></p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa, Keputusan Tata Usaha Negara, Penyelesaian Sengketa Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara</p>Windy Juliana AssaLendy SiarGrace Karwur
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PERAN PARTAI POLITIK DALAM PROSES PENGAJUAN PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57936
<p>Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui bagaimana pengaturan dari peran partai politik dalam proses pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia menurut UU No.7 Tahun 2017 dan bagaimana implementasi dari pengaturan terkait peran partai politik dalam proses pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia menurut UU No.7 Tahun 2017. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian yuridis normatif, sehingga dapat disimpulkan: 1. Pencalonan presiden dan wakil presiden merupakan hak dari partai politik, namun ada pengaturan hukum terkait peran partai politik dalam mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, yaitu terkait syarat bagi calon presiden dan calon wakil presiden, syarat bagi partai politik atau gabungan partai politik yang akan mengusung calon, serta terkait alur pelaksanaan yang harus dituruti, semua itu tertuang dalam Undang- Undang Dasar NRI Tahun 1945, yang kemudian diuraikan lebih rinci dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Undang-Undang ini mengatur partai politik lebih rinci dibandingkan UUD pada saat parpol mulai memainkan perannya dalam mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil pesiden.</p> <p>Pelaksanaan dari pengaturan peran partai politik dalam mencalonkan presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2017 sering menimbulkang pro dan kontra terkait aturan yang ditetapkan. Terkadang apa yang dianggap adil oleh sekelompok orang, bisa di anggap tidak adil oleh kelompok lainnya, hal ini terkait dengan adanya perbedaan baik itu kedudukan maupun kepentingan. Namun, meski terus menuai pro dan kontra, pelaksanaan pengaturan bagi peran partai politik dalam mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tetap mengacu pada hukum yang berlaku karena sifatnya yang mengikat serta memaksa.</p> <p>Kata kunci:Partai Politik, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Umum.</p>Reynold S. Mokoginta
Copyright (c) 2024
2024-04-012024-04-01125PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM KAITANNYA DENGAN NONJOB PNS SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57937
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum terhadap pegawai negeri sipil yang di <em>non job </em>tidak sesuai dengan persyaratan <em>non job</em> dan untuk mengetahui sanksi hukum terhadap kasus <em>non job</em> Pegawai Negeri Sipil yang tidak sesuai persyaratan <em>non job </em>mulai dari tahap pelaporan. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Tidak dapat dipungkiri mengenai hal <em>non job</em> ada kaitannya dengan politik yang bersemayam dalam lingkup pemerintahan meskipun berdasarkan Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah mengatur terkait keberpihakan Pegawai Negeri Sipil dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun merupakan sesuatu yang dilarang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menunjukkan adanya pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara yang terus meningkat setiap lima tahun sekali saat digelarnya pesta demokrasi. 2. Berdasarkan proses upaya hukum atas keberatan terhadap penjatuhan hukuman disiplin maka Pegawai Negeri Sipil dapat melaporkan hal tersebut kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian dan apabila perkara tetap berjalan dan masih tetap keberatan maka berhak mengajukan banding administratif dan apabila disaat banding pun Pegawai Negeri Sipil masih keberatan dengan hasil yang didapatkan maka dengan itu pihak yang bersangkutan masih barulah dapat mengajukan persoalannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>PNS, non job</em></p> <p><em> </em></p>Preysi Karunia Polii
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HUTAN MANGROVE DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57938
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mengkaji pengaturan perlindungan mangrove di Indonesia dan untuk mengetahui dan mengkaji pelaksaan perlindungan Kawasan hutan lindung mangrove. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Pengaturan mengenai perlindungan mangrove di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai dasar perlindungan lingkungan hidup, termasuk kawasan hutan mangrove. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana kawasan hutan mangrove termasuk kedalam kawasan lindung sehingga tata ruang wilayah sangat diperlukan untuk menjaga dan melindungi fungsi ekologis ekosistem mangrove. Konvensi Keanekaragaman Hayati yang selanjutnya telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pengesahan Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, mangrove sebagai salah satu sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga wajib untuk dilindungi, dipelihara dan dilestarikan untuk menjaga keasrian ekosistem-ekosistem disekitarnya. 2. Pelaksanaan perlindungan hutan mangrove di Indonesia dilaksanakan dengan berbagai upaya, salah satunya dengan penanaman kembali mangrove di beberapa provinsi. Selanjutnya kegiatan rehabilitasi di 9 (Sembilan) provinsi prioritas yaitu provinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>pemerasan pengancaman</em></p>Boniventura Marischo Wowor
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125TINJAUAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM ATAS PENYELESAIAN KASUS SENGKETA TANAH PUSKESMAS BEO DI KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2669/K/PDT/2017)
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57942
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang Putusan Hakim atas penyelesaian kasus sengketa tanah Puskesmas Beo di Kabupaten Kepulauan Talaud dan untuk mengetahui status kepemilikan tanah setelah putusan pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik Kesimpulan yaitu: 1. Putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Pada Tingkat Kasasi membenarkan bahwa pihak pemerintah melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum pemerintah untuk untuk membayar kerugian yang diderita oleh penggugat atas dibongkarnya 4 (empat) buah bangunan rumah beserta tanahnya seluas kurang lebih 840 m² yang ditaksir sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); dan 2. Pasal 50 huruf e Undang-Undang No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dengan adanya larangan tersebut, upaya pihak penggugat akan terhenti sampai dengan penetapan pemberian peringatan <em>(aanmaining)</em> kepada pihak pemerintah daerah. Tanah Objek Sengketa merupakan milik penggugat dan selama pembayaran ganti rugi belum direalisasikan, pemerintah daerah mencatat adanya utang kepada pihak penggugat.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong> :<em> Pengadaan tanah, kepentingan umum </em></p>Alicia Tamawiwy
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125ANALISIS HUKUM PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG TERKAIT PENETAPAN AYAH BIOLOGIS ATAS ANAK YANG LAHIR DI LUAR PERNIKAHAN YANG SAH (Studi Kasus Putusan Nomor : 1055 K/PDT/2023)
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57945
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji dan menganalisa ketentuan hukum yang mengatur mengenai penetapan ayah biologis atas anak luar nikah dan untuk mengkaji dan menganalisa putusan Mahkamah Agung dalam perkara nomor 1055 K/PDT/2023. Dengan metode penelitian sosiologi hukum, kesimpulan yang didapat: 1. Ketentuan mengenai adanya penetapan ayah biologis atas anak luar nikah diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Setiap anak yang lahir di luar pernikahan yang sah dianggap sebagai anak luar kawin. 2. Dalam putusan 1055 K/PDT/2023 ini yang menjadi pertimbangan utama hakim agung dalam kasus ini yaitu bahwa terbukti penggugat hidup serumah dengan tergugat hingga lahir anak perempuan bernama Naira Kaemita Tarekat pada tanggal 3 Maret 2013, sebagaimana kutipan akta kelahiran dari Suku dinas kependudukan dan catatan sipil Jakarta Selatan Nomor 3174 LT- 15032016-0133, tanggal 6 Desember 2016. Bahwa karena antara penggugat dengan tergugat tidak ada ikatan perkawinan yang sah, maka anak perempuan tersebut adalah anak biologis tergugat, sepanjang tergugat tidak dapat membuktikan sebaliknya. Meskipun tidak adanya pembuktian biologis seperti tes DNA dalam perkara ini, Mahkamah Agung tetap mendasarkan putusannya pada bukti lain yang kuat dan relevan. Hakim mempertimbangkan fakta bahwa penggugat dan tergugat hidup serumah hingga kelahiran anak, serta adanya kutipan Akta kelahiran yang diakui oleh suku dinas kependudukan dan catatan sipil Jakarta Selatan.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : <em>anak yang lahir di luar pernikahan yang sah</em></p>Marshanda Niquita WuwunganDeasy SoeikromoDjefry Welly Lumintang
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PENYELESAIAN KONFLIK HUKUM OLEH KEPALA DESA DI DESA BAKAN KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57947
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan memahami aturan Hukum yang berlaku di Desa dan untuk mengetahui dan memahami upaya-upaya yang dilakukan oleh Kepala Desa dalam penyelesaian masalah. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Kepala Desa Bakan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow dalam melakukan mediasi penyelesaian konflik dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa kepala desa dapat bertindak sebagai hakim perdamaian desa sesuai dengan yang tertulis pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa pelaksanaan tugas dan wewenang kepala desa dalam masyarakat desa, kepala desa dapat menjadi mediator serta mendamaikan permasalahan perselisihan konflik antar masyarakat desanya. 2. Dilihat dari pengaturan hukum kewenangan dari seorang Kepala Desa untuk menyelesaikan suatu perselisihan dalam masyarakat desanya, secara substansi diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pelaksanaan fungsi dari kepala desa mempunyai ruang yang cukup luas, hal ini membuat masyarakat mempercayakan segala urusan dan penyelesaian masalah masyarakat desa kepada Kepala Desanya, termasuk dalam upaya penyelesaian konflik hukum oleh warganya. Kepala Desa berwenang untuk menyelesaikan segala konflik yang ada di desanya sesuai dengan yang di atur pada Pasal 26 Ayat 4 huruf K Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kepala Desa atau yang di sebut nama lain atau yang di sebut Sangadi untuk desa Bakan menggunakan aturan Peraturan Desa Bakan Nomor 11 Tahun 2014.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>penyelesaian konflik hukum, kepala desa, desa bakan</em></p>Fadli Maleteng
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MODUS KLIK FILE APLIKASI
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57951
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bentuk tindak pidana penipuan dengan Modus operandi melalui klik file aplikasi dan untuk mengetahui penyelesaian hukum terhadap penipuan melalui klik file aplikasi. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Penipuan dengan modus klik file aplikasi menggunakan modus operandi yang beragam. Modus operandi penipuan dengan klik file aplikasi yang pernah terjadi yakni, penipuan undangan pernikahan online, penipuan resi dari ekspedisi, penipuan tagihan PLN, penipuan surat tilang online, penipuan tagihan BPJS, penipuan dengan voice note, penipuan catut nama Direktorat Jenderal Pajak dan penipuan pendaftaran BI- Fast. 2. Penipuan di Indonesia, diatur dalam KUHP pasal 378 dan pasal 492 UU No. 1 tahun 2023 serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik, pada pasal 28 ayat (1) untuk menjerat pelaku tindak pidana yang menggunakan sarana elektronik sebagai wadah untuk melakukan kejahatannya.</p> <p> </p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : <em>penipuan, klik file aplikasi</em></p> <h1> </h1>Mei Namsi Lisu Bulawan
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PENGATURAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI DESA KEIMANGA KECAMATAN BOLANGITANG BARAT KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57953
<p>Tujuan penelitian ini antara lain :</p> <ol> <li>Untuk mengetahui bagaimanakah Pengaturan Pengelolaan BUMDes dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa keimanga, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.</li> <li>Untuk mengetahui dan menganalisa Bagaimanakah Sisim Pengawasan Pengelolaan BUMDes dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa keimanga, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.</li> </ol> <p>Kesimpulan yang di dapat :</p> <ol> <li>Pengaturan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Keimanga dilaksanakan berdasarkan Peraturan Desa No. 2 Tahun 2015 Tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) “Keimanga” Desa Keimanga Kecamatan Bolangitang Barat. Keputusan Sangadi Nomor : 3 Tahun 2015 Tentang Pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) “Keimanga” Desa Keimanga Kecamatan Bolangitang Barat, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Keimanga “Desa Keimanga” Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. BUMDes Keimanga sendiri dibentuk kemudian di sediakan aturan – aturan yang menjadi landasan dalam pengaturan pengelolaan BUMDes. Akan tetapi aturan – aturan yang ada belum mampu untuk terealisasikan. Sehingganya, sampai saat ini BUMDes Keimanga belum mampu untuk terlaksana sebagaimana mestinya.</li> <li>Sistim Pengawasan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Keimanga dilakukan Oleh kepala Desa. Penasehat BUMDes dijabat oleh Kepala Desa yang merangkap jabatan sebagai Penasihat BUMDes, dan tim pengawas yang diangkat dalam musyawarah Desa/Musyawarah antar desa. Sistim Pengawasan yang diterapkan oleh pengelola BUMDes Keimanga sendiri masih sangat lemah, dan belum mampu untuk menjalankan Organisasi BUMDes yang dibetuk.</li> </ol>Rekiyanto LatodjoDonna Okthalia SetiabudhiDelasnova Sonya S. Lumintang
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125EKSISTENSI HUKUM PENGANGKATAN ANAK (ADOPSI) TANPA PENETAPAN PENGADILAN BERLANDASKAN HUKUM POSITIF INDONESIA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/57989
<p>Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peraturan pengangkatan anak yang berlaku pada hukum positif Indonesia serta untuk menjelaskan dampak hukum yang terjadi pada pengangkatan anak tanpa penetapan pengadilan terhadap kepentingan-kepentingan anak yang diadopsi. Dengan meggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan harus melalui penetapan pengadilan, agar perihal pengangkatan anak tersebut memiliki keabsahan hukum sehingga di kemudian hari dapat dipertanggung jawabkan peristiwanya. Selain itu juga diatur dapat dilaksanakan sesuai dengan adat kebiasaan setempat dan dapat dimohonkan dengan penetapan pengadilan. Sedangkan dalam Hukum Islam mengakui pengangkatan anak tetapi dengan ketentuan tidak boleh membawa perubahan hukum di bidang nasab, wali mawali, dan mewaris. Sehingga, prinsip pengangkatan anak hanya bersifat pengasuhan, meski demikian pengangkatan anak dilakukan berdasarkan putusan pengadilan. Sedangkan Pengangkatan anak secara adat di golongkan menjadi 2 (dua), yaitu pengangkatan anak dengan cara ”terang dan tunai”, dan Pengangkatan anak dengan cara ”tidak terang dan tidak tunai”. Pengangkatan anak secara terang dan tunai prosesnya diketahui umum serta melibatkan pihak yang berwajib, dan melibatkan penyerahan barang magis. Sedangkan pada pengangkatan tidak terang berarti prosesnya dilakukan secara privasi (kekeluargaan) dan tanpa melibatkan pemberian barang religius (tidak tunai). 2. Dampak yang dapat timbul apabila pengangkatan anak dilakukan tanpa penetapan pengadilan adalah hak dan kewajiban antara anak angkat dan orang tua angkat tidak dapat memberikan kepastian hukum karena tidak terdapat</p> <p>suatu dokumen yang sah yang mengatur hak dan kewajiban dari orang tua angkat dan juga anak angkat. Hal ini juga dapat menimbulkan persoalan pembagian warisan yang deskriminatif antara anak kandung dan anak angkat dalam suatu keluarga, sehingga berujung ke pengadilan yang pada akhirnya anak angkat berada di pihak yang lemah karena tidak ada bukti dokumen hukum yang memperkuat status dan kedudukannya secara sah. Dampak paling bahayanya adalah adanya tindakan perdagangan orang (<em>human trafficking</em>) berkedok adopsi anak.</p> <p> </p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: <em>pengangkatan anak, adopsi, tanpa penetapan pengadilan, hukum positif Indonesia</em></p>Ajeng Savitri Thamrin
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125TRANSFORMASI SISTEM HUKUM ANGLO-SAXON DALAM PRAKTIK BISNIS WARALABA (FRANCHISE) DI INDONESIA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58012
<p>Waralaba atau<em> Franchise</em> merupakan praktek bisnis yang diadopsi negara Indonesia dari negara – negara penganut sistem hukum common law. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui Pengaturan Hukum mengenai waralaba di Indonesia dan Transformasi Sistem Hukum <em>Anglo-Saxon</em> dalam Praktik Bisnis Waralaba di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Poin penting dari pengaturan hukum mengenai <em>Franchise</em> di Indonesia yakni, Pedoman Pelaksanaan <em>Franchise</em>, Kewajiban Pendaftaran, Perjanjian <em>Franchise</em>, Hak Kekayaan Intelektual, Pengawasan dan Penegakan Hukum serta Perlindungan Konsumen. Transformasi Sistem Hukum <em>Anglo-Saxon</em> dalam praktik bisnis waralaba di Indonesia menunjukkan penyesuaian sistem hukum negara untuk mengakomodir kebutuhan dan praktik bisnis internasional. Indonesia telah mengadaptasi prinsip-prinsip hukum <em>Anglo-Saxon</em>, seperti perlindungan hak kekayaan intelektual dan kepastian hukum, untuk meningkatkan kejelasan dan keamanan dalam kontrak waralaba.</p> <p>Kata Kunci: Transformasi, Anglo-Saxon, Waralaba, Franchise, Bisnis.</p>Elshaddai Imanuela Maria Kountul
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEPASTIAN HUKUM PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH OLEH PTUN
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58013
<p>Pembatalan hak atas tanah diartikan sebagai tindakan membatalkan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengalami cacat hukum administratif dalam proses penerbitannya atau untuk mematuhi keputusan pengadilan yang telah menjadi kekuatan hukum tetap. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui mekanisme pembatalan sertifikat hak atas tanah oleh PTUN dan kepastian hukum tentang pembatalan sertifikat hak milik atas tanah. Metode penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (<em>statute approach</em>).</p> <p>Hasil penelitian bahwa mekanisme pembatalan sertifikat hak milik atas tanah oleh PTUN dapat dilakukan dengan permohonan maupun tanpa adanya permohonan. Kepastian Hukum tentang pembatalan sertifikat hak atas tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak.</p> <p>Kata Kunci: Sertifikat, Hak Milik, Tanah, PTUN.</p>Irene Gabriela Hapa
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125REGULASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN KARYA CIPTA LAGU YANG DIHASILKAN OLEH TEKNOLOGI ARTIFICIAL INTELLIGENCE
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58014
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana regulasi hukum yang ada mengatur perlindungan karya cipta lagu yang dihasilkan oleh teknologi <em>Artificial Intelligence</em> dan untuk memahami tentang kedudukan hukum <em>Artifical Intelligence</em> sebagai penghasil karya cipta lagu. Melalui metode peneletian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan: 1. Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 sebagai regulasi utama dalam perlindungan hak cipta di Indonesia belum secara khusus memuat tentang perlindungan karya yang dihasilkan oleh <em>Artificial Intelligence</em>. Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta, karya yang dihasilkan AI tidak secara eksplisit memenuhi unsur sebagai ciptaan yang mendapat perlindungan dan AI tidak dikagorikan sebagai Pencipta; dan 2. Kedudukan <em>Artificial Intelligence</em> sebagai entitas non-manusia tidak diakui sebagai subjek hukum dalam hukum positif Indonesia, sehingga AI tidak dapat diberikan pertanggungjawaban hukum atas potensi pelanggaran hak cipta yang mungkin terjadi. Situasi ini menciptakan tantangan baru dalam ranah hukum Indonesia, terutama dalam menentukan batas-batas tanggung jawab dan atribusi hak atas karya yang dihasilkan oleh AI.</p> <p><strong> </strong></p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : <em>Karya Cipta Lagu</em>, <em>Artificial Intelligence</em>.</p>Clianta Manuella KondoahiEmma V. T. SeneweImelda Amelia Tangkere
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125TINJAUAN HUKUM TERHADAP UPAYA PENANGANAN SAMPAH PLASTIK SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58015
<p>Indonesia merupakan negara penghasil sampah terbesar kelima di dunia. Sampah plastik merupakan jenis sampah yang paling potensial dalam mencemari dan merusak lingkungan termasuk lingkungan laut, untuk itu perlu penanganan terhadap sampah tersebut. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami pengaturan penanganan pencemaran lingkungan laut dan upaya penanganan sampah plastik sebagai sumber pencemaran lingkungan laut di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif dengan tipe deskriptif.</p> <p>Hasil penelitian yakni pengaturan penanganan pencemaran lingkungan laut dan sampah dipelopori oleh Konferensi Stockholm 1972 yang kemudian menjadi cikal bakal aturan-aturan lainnya baik di tingkat internasional maupun nasional. Aturan yang dihasilkan di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 merupakan bentuk upaya preventif dan upaya penegakan sebagai tanggung jawab pemerintah dalam penanganan sampah plastik yang menjadi sumber pencemaran lingkungan laut di Indonesia.</p> <p>Kata Kunci: Sampah Plastik, Penanganan, Pencemaran, Lingkungan, Laut.</p>Jonathan Lawrence Karianga
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU USAHA PANGAN YANG MEMPERDAGANGKAN PANGAN OLAHAN DALAM BENTUK KEMASAN ECERAN TANPA IZIN EDAR MENURUT PASAL 142 AYAT (1) JO PASAL 91 AYAT (1) UU NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN JO UU NOMOR 6 TAHUN 2023 KAJIAN PUTUSAN MA NO. 5
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58016
<p>Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan Pasal 142 ayat (1) <em>juncto</em> Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 jo Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dan bagaimana penerapan pemidanaan terhadap pelaku usaha pangan yang memperdagangkan Pangan Olahan dalam bentuk Kemasan Eceran Tanpa Izin Edar dalam putusan MA No. 5253 K/Pid.Sus/2022. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan Pasal 142 ayat (1) <em>juncto</em> Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 <em>juncto</em> Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 merupakan tindak pidana dengan unsur-unsur: Pelaku Usaha Pangan; Yang dengan sengaja; Tidak memiliki Perizinan Berusaha terkait Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1). Tindak pidana ini dapat mencakup perbuatan memperdagangkan minuman beralkohol Cap Tikus yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Pangan yang tidak memiliki Perizinan Berusaha untuk Pangan Olahan dalam Kemasan Eceran untuk Cap Tikus. 2. Penerapan pemidanaan terhadap pelaku usaha pangan yang memperdagangkan Pangan Olahan dalam bentuk Kemasan Eceran Tanpa Izin Edar dalam putusan MA No. 5253 K/Pid.Sus/2022, yaitu tindak pidana ini sudah memadai jika dijatuhkan pidana denda asalkan beratnya pidana denda itu cukup setimpal dengan perbuatan.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>: Pemidanaan, Pelaku Usaha Pangan, Memperdagangkan Pangan Olahan, Bentuk Kemasan Eceran, Tanpa Izin Edar</p>Patrisia Evangeli Manoppo
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125KAJIAN YURIDIS TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN RUMAH SAKIT MENURUT DOKTRIN RESPONDEAT SUPERIOR
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58018
<p> </p> <p>Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji peraturan-peraturan tentang rumah sakit di Indonesia dan untuk mengkaji pertanggungjawaban rumah sakit menurut doktrin <em>Respondeat Superior</em>. Dengan metode penelitian sosiologi hukum, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Rumah Sakit sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewajibannya sangat jelas diatur dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Sebagai institusi, rumah sakit berkewajiban untuk menyediakan semua sumber daya yang dibutuhkan dengan kualitas yang memadai, menyediakan fasilitas dan instrument kedokteran yang berfungsi baik, menyediakan standar pelayanan medis dan prosedur standar yang harus diikuti oleh seluruh profesional. Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan harus melaksanakan tugasnya dengan mengutamakan kepentingan pasiennya. 2. Rumah sakit menurut doktrin <em>Respondeat Superior </em>harus bertanggung jawab terhadap semua kelalaian yang dilakukan oleh pegawainya yang meliputi tenaga medis dan tenaga non medis. Doktrin ini bahkan didukung oleh doktrin yang lain yaitu doktrin <em>non deliable duty</em> yang menyebutkan bahwa Rumah Sakit harus bertanggung jawab atas hal-hal yang ada dalam Rumah Sakit karena dianggap merupakan tugas dan kewajiban Rumah Sakit. Dengan demikian, segala hal yang terjadi dalam Rumah Sakit adalah merupakan tanggung jawab dari Rumah Sakit.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>pertanggungjawaban, rumah sakit, </em><em>respondent superior</em></p>Christian Charlie Moniaga
Copyright (c) 2024
2024-09-022024-09-02125PENGATURAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI DESA KEIMANGA KECAMATAN BOLANGITANG BARAT KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58065
<p>Tujuan penelitian ini antara lain :</p> <ol> <li>Untuk mengetahui bagaimanakah Pengaturan Pengelolaan BUMDes dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa keimanga, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.</li> <li>Untuk mengetahui dan menganalisa Bagaimanakah Sisim Pengawasan Pengelolaan BUMDes dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa keimanga, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.</li> </ol> <p>Kesimpulan yang di dapat :</p> <ol> <li>Pengaturan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Keimanga dilaksanakan berdasarkan Peraturan Desa No. 2 Tahun 2015 Tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) “Keimanga” Desa Keimanga Kecamatan Bolangitang Barat. Keputusan Sangadi Nomor : 3 Tahun 2015 Tentang Pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) “Keimanga” Desa Keimanga Kecamatan Bolangitang Barat, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Keimanga “Desa Keimanga” Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. BUMDes Keimanga sendiri dibentuk kemudian di sediakan aturan – aturan yang menjadi landasan dalam pengaturan pengelolaan BUMDes. Akan tetapi aturan – aturan yang ada belum mampu untuk terealisasikan. Sehingganya, sampai saat ini BUMDes Keimanga belum mampu untuk terlaksana sebagaimana mestinya.</li> <li>Sistim Pengawasan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Keimanga dilakukan Oleh kepala Desa. Penasehat BUMDes dijabat oleh Kepala Desa yang merangkap jabatan sebagai Penasihat BUMDes, dan tim pengawas yang diangkat dalam musyawarah Desa/Musyawarah antar desa. Sistim Pengawasan yang diterapkan oleh pengelola BUMDes Keimanga sendiri masih sangat lemah, dan belum mampu untuk menjalankan Organisasi BUMDes yang dibetuk.</li> </ol> <p> </p>Rekiyanto LatodjoDonna Okthalia SetiabudhiDelasnova Sonya S. Lumintang
Copyright (c) 2024
2024-09-092024-09-09125TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENCURIAN HEWAN TERNAK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (STUDI KASUS DESA TOUURE DUA)
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58136
<p>Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku pencurian hewan ternak menurut KUHP dan untuk mengetahui bagaimana dampak dari tindak pidana pencurian hewan ternak khususnya sapi yang ada di Desa Touure Dua. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis, disimpulkan: 1. Pertanggungjawaban pidana pelaku pencurian hewan ternak berdasarkan pasal 363 ayat 1 yakni pidana penjara 7 tahun, apabila perbuatan pelaku terbukti telah memenuhi semua unsur-unsur pasal. 2. Dampak pencurian hewan ternak sapi yang ada di Desa Touure Dua, adalah dampak kepada korban seperti kerugian ekonomi, karena ternak sapi di Desa Touure Dua sangat dibutuhkan untuk keperluan pertanian, dan dampak kepada pelaku atau pencuri dapat dijatuhi pidana penjara 7 tahun, dan dampak sosial tidak diterima dan dikucilkan dalam pergaulan masyarakat.</p> <p>Kata Kunci : <em>pencurian hewan ternak, desa touure dua</em></p>Nikita Christinia Wowor
Copyright (c) 2024
2024-09-092024-09-09125PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMUNGUTAN PAKSA BIAYA PARKIR YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN DI KOTA MANADO
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58137
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum terhadap pemungutan paksa biaya parkir yang dilakukan oleh preman di kota Manado dan untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban hukum terhadap pemungutan paksa biaya parkir yang dilakukan oleh preman di kota Manado. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan hukum terhadap pemungutan paksa biaya parkir yang dilakukan oleh preman di kota Manado diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP. Unsur tindak pidana pemerasan adalah memaksa menggunakan cara kekerasan atau ancaman kekerasan. Objek tindak pidana pemerasan berupa benda (barang), utang, dan/atau perikatan. Dari sudut subjektif, sifat melawan hukum yakni terdapat unsur maksud menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain dan dari sudut objektif terletak pada unsur perbuatan memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. 2. Pertanggungjawaban hukum terhadap pelaku pemungutan paksa biaya parkir yang dilakukan oleh preman di kota Manado diatur pada Pasal 368 ayat (1) KUHPidana, tindak pidana pemerasan dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun, pemerasan tersebut dilakukan dengan cara mengancam (pengancaman) dimana bentuk pengancamannya berupa ancaman kekerasan. Secara substansi yang merupakan tindak pidana adalah pemerasan, bukan pengancamannya. Sedangkan pengancaman adalah cara untuk melakukan pemerasan.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>pemungutan paksa, biaya parkir, preman</em></p>Yusak Petrus Rumah Horbo
Copyright (c) 2024
2024-09-092024-09-09125TANGGUNG JAWAB DEVELOPER PADA KONSUMEN PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) ATAS KERUGIAN BENCANA
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58150
<p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaturan tanggung jawab developer pada konsumen Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atas kerugian bencana dan untuk mengetahui pelaksanaan tanggung asuransi pada konsumen Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atas kerugian bencana. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Pengaturan tanggung jawab developer pada konsumen perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atas kerugian bencana tidak diatur secara tersurat namun tersirat pada hubungan para pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli rumah yaitu konsumen, pengembang dan bank pemberi kredit, hubungan antara debitur dengan pengembang adalah hubungan jual beli, hubungan antara debitur dengan bank adalah pinjam meminjam, sedangkan hubungan antara pengembang dengan bank adalah penanggungan (jaminan pembayaran atau <em>payment guarantee</em> oleh developer) perjanjian <em>Payment Guarantee</em> menimbulkan akibat hukum bagi pihak debitur, kreditur dan penjamin yang obyeknya adalah pemenuhan prestasi yang menurut pasal 1234 KUHP Prestasi dapat berbentuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, maka penjamin mempunyai tanggung gugat yang sama dengan debitur. 2. Pelaksanaan tanggung jawab developer pada konsumen perjanjian kredit kepemilikan rumah atas kerugian bencana dilakukan dengan cara menambahkan atau menyertakan perjanjian asuransi atas objek jaminan hak tanggungan yang dijadikan agunan dalam perjanjian kredit tersebut, khususnya Asuransi kerugian atau kebakaran memproteksi rumah dari kebakaran atau bencana seperti banjir, gempa bumi, dan sebagainya.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : <em>tanggung jawab developer, KPR</em></p>Michell Jessica Lalujan
Copyright (c) 2024
2024-09-092024-09-09125PENINGKATAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM MENCEGAH KONFLIK SOSIAL PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/58485
<p>Peningkatan kesadaran hukum masyarakat memiliki peran penting dalam mencegah konflik sosial yang sering terjadi selama pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kesadaran hukum dapat berkontribusi dalam menciptakan stabilitas sosial dan mencegah terjadinya konflik. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif, dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, serta literatur yang relevan mengenai kesadaran hukum dan Pilkada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya kesadaran hukum di kalangan masyarakat berpotensi meningkatkan konflik, terutama akibat miskomunikasi dan kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban dalam proses pemilihan. Oleh karena itu, diperlukan upaya sistematis dalam meningkatkan kesadaran hukum melalui pendidikan, sosialisasi, dan keterlibatan aktif masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi pemerintah dan pemangku kepentingan dalam merancang program-program yang efektif untuk meningkatkan kesadaran hukum, sehingga dapat menciptakan suasana Pilkada yang lebih aman dan damai.</p> <p> </p> <p><strong><u>Kata Kunci</u></strong> : <em>kesadaran hukum, konflik sosial, pemilihan kepala daerah</em></p>Toar Neman PalilinganDonna Okthalia SetiabudhiToar Kamang Ronald Palilingan
Copyright (c) 2024
2024-09-302024-09-30125