LEX ADMINISTRATUM https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum en-US prodihukum@unsrat.ac.id (Dr. Devy K. G. Sondakh, SH, MH) prodihukum@unsrat.ac.id (Dr. Devy K. G. Sondakh, SH, MH) Tue, 21 May 2024 11:02:28 +0800 OJS 3.3.0.12 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 IMPLEMENTASI PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DALAM KAJIAN KONSTITUSIONALITAS SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55707 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana pengaturan pemilihan presiden dan wakil presiden berdasarkan UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Penelitian ini menggunakn metode Hukum Normatif, melalui teknik studi kepustakaan (<em>library research</em>) dan pendekatan perundang-undangan (<em>statute Approach</em>), yaitu dengan menelaah maupun meninjau semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum. Hasil penelitian ini menganalisis pengaturan pelaksanaan dan persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pemilu merupakan sarana demokrasi yang sangat penting dalam kehidupan bernegara karena sebagai perwujudan nyata terdapatnya demokrasi. Pemilu dilaksanakan secara berkala merupakan keharusan sebagai sarana demokrasi yang menjadikan kedaulatan sebagai inti dalam kehidupan bernegara. Proses kedaulatan rakyat yang diawali dengan Pemilu dimaksudkan untuk menentukan asas legalitas legimitasi dan kredibelitas bagi pemerintahan yang didukung oleh rakyat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam&nbsp;penyelenggaraan Pemilu agar tidak bertentangan dengan Konstitusi.</p> <p><strong>&nbsp;</strong></p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>Implementasi; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; sistem presidensial Indonesia.</p> Fices Mayasari Harianja; Dani R.Pinasang, Delasnova Sonya S. Lumintang Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55707 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PENYELENGGARAAN KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2019 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55708 <p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan karantina hewan, ikan dan tumbuhan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019 dan untuk mengetahui sanksi pidana bagi yang melanggar ketentuan hukum mengenai media pembawa di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan metode penelitian sosiologi hukum, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan merupakan dasar hukum karantina pertanian untuk mengawasi lalu lintas produk pertanian impor/ekspor dan antar area dalam wilayah Republik Indonesia serta pengawasan penyebaran hama/penyakit hewan/ ikan dan organisme pengganggu tumbuhan karantina. Untuk menjaga agar jangan sampai hal tersebut terjadi, maka arus masuk/keluar komoditas pertanian harus melalui pemeriksaan dan dilakukan tindakan-tindakan karantina. Penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dilaksanakan dalam satu sistem dengan berdasarkan asas kedaulatan, keadilan, pelindungan, keamanan nasional, keilmuan, keperluan, dampak minimal, transparansi, keterpaduan, pengakuan, nondiskriminasi, dan kelestarian. 2. Pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 diancam dengan sanksi pidana berupa kurungan penjara dan denda. Hal ini diatur dalam Bab XIII Pasal 86 sampai Pasal 91. Selain sanksi pidana, pelaku dapat dikenakan sanksi penghentian kegiatan dan penyitaan Hewan, ikan, atau tumbuhan yang menjadi objek pelanggaran dapat ditahan oleh pihak berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>karantina hewan, ikan dan tumbuhan</em></p> Anggelina Magdalena Rineke Kapoh Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55708 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN ATAS PRAKTIK SUNAT DITINJAU DARI PRESPEKTIF HAK ASASI MANUSIA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55709 <p>Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi terkait hak yang didapati oleh warga negaranya, berbicara terkait hak sendiri terdapat suatu adat istiadat yang kemudian didalamnya terdapat hak asasi manusia yang dilanggar, dalam hal ini keperempuanannya yakni praktik sunat terhadap perempuan. Dalam pelaksanaanya dilakukan dengan metode yang berbeda-beda tergantung budaya dan tempat tinggal. Penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan tiga jenis pendekatakan yakni perundang-undangan, perbandingan dan konseptual. Dari penelitian tersebut kemudian mendapatkan hasil bahwa praktik sunat perempuan ini menjadi permasalahan dunia yang biasa disebut dengan istilah Female Genital Mutilations (FGM), pemerintah kemudian mengeluarkan suatu peraturan yang sama di tahun 2006, 2010 dan 2014 terkait sunat perempuan karena dinilai berbahaya, namun sayangnya pada peraturan menteri kesehatan no. 6 tahun 2014 yang merupakan peraturan terakhir terkait sunat perempuan tidak menjelaskan secara jelas yang mengakibatkan tidak adanya jaminan atas hak asasi manusia pada perempuan yang disunat hingga saat ini. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Sunat Perempuan dan Hak Asasi Manusia.</p> Inda Lestari Ibrahim Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55709 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PENEGAKAN HUKUM HAK CIPTA ATAS PENGETAHUAN TRADISIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55711 <p>Hak cipta merupakan bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas dikarenakan mencangkup ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Undang-undang Hak Cipta yang memenuhi unsur perlindungan dan pengembangan ekonomi diharapkan berkontribusi dengan sektor Hak Cipta dan hak terkait bagi negara agar lebih optimal. Didalam hak cipta terdapat pengetahuan tradisional yang perlu di perhatikan dan dilindungi. Pengetahuan tradisional merupakan informasi atau pengetahuan yang telah di kembangkan oleh suatu masyarakat berdasarkan pengalaman dan adaptasi terhadap budaya dan lingkungan sekitar. Perlindungan pengetahuan tradisional memiliki tantangan karena ciri-ciri yang unik, karena sebagian besar pengetahuan tradisional yang hidup di lingkungan masyarakat negaranegara berkembang dan terbelakang merupakan bagian dari ritual keagamaan dan bernilai budaya. Kata Kunci: penegakan hukum, hak cipta, pengetahuan tradisional</p> Vinansy Soplantila Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55711 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK MASYARAKAT ATAS TANAH ADAT DI TENGAH MODERNISASI https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55712 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum terkait kepemilikan atas tanah adat dan untuk mengetahui dan memahami pengaruh modernisasi terhadap hak atas tanah masyarakat adat. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Perlindungan hukum terkait kepemilikan atas tanah adat kini dilaksanakan sesuai dengan&nbsp;<a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt53e1e4b72f0c9/node/lt51ca94b86dcd4/peraturan-menteri-dalam-negeri-no-52-tahun-2014-pedoman-pengakuan-dan-perlindungan-masyarakat-hukum-adat">Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat</a>. Selain itu,&nbsp;untuk menjamin kepastian hukum, Pemerintah juga menyelenggarakan penatausahaan tanah ulayat&nbsp;kesatuan masyarakat hukum adat di seluruh wilayah Republik Indonesia. 2. Pengaruh modernisasi terhadap hak atas tanah masyarakat adat menghadapi berbagai tantangan, dan perubahan yang signifikan. Proses globalisasi, urbanisasi, dan modernisasi telah memberikan dampak besar pada kehidupan masyarakat adat. Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh masyarakat adat adalah hilangnya tanah adat mereka.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>hak masyarakat, tanah adat, modernisasi</em></p> Rio Rocky George Wakary Moniaga Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55712 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 AKIBAT HUKUM PEMALSUAN IDENTITAS DIRI DARI CALON PENGANTIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55713 <p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui, memahami, dan dapat menjelaskan terjadinya pemalsuan Identitas diri khususnya status marital (perkawinan) dari calon pengantin dan untuk mengetahui, memahami, dan dapat menjelaskan akibat hukum yang ditimbulkan dari perbuatan pemalsuan identitas khususnya <em>marital status</em> (perkawinan) yang dilakukan oleh calon pengantin. Dengan metode penelitian sosiologi hukum, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Pemalsuan identitas dapat mengakibatkan keraguan terhadap keabsahan perkawinan. Jika identitas palsu atau informasi yang salah terungkap setelah perkawinan dilakukan, pihak yang merasa dirugikan atau pihak yang berwenang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan tersebut. Pembatalan perkawinan bertujuan untuk menghapus keabsahan hukum perkawinan didasarkan pada identitas palsu atau informasi yang salah. Akibat hukum yang ditimbulkan dari pemalsuan identitas berdampak batalnya suatu pernikahan yang dimana pernikahan ini dianggap tidak pernah ada. 2. Terjadinya pemalsuan identitas ini karena kurangnya aturan yang mengatur secara spesifik mengenai penelitian syarat- syarat perkawinan, serta belum adanya system memadai yang bisa dapat dengan cepat menyediakan atau menampilkan data- data pernikahan agar supaya dapat dengan mudah mendeteksi terjadinya pemalsuan identitas. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah pentingnya pencegahan dan penanganan hukum yang efektif terhadap pemalsuan identitas diri calon pengantin. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi hukum dari tindakan tersebut, serta peningkatan pengawasan terhadap penerbitan dokumen identitas dan verifikasi identitas data diri calon pengantin.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>pemalsuan identitas diri, hukum perkawinan</em></p> <h1>&nbsp;</h1> Megawati Ticoalu Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55713 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PENEGAKAN HUKUM BAGI PENYELUNDUPAN BARANG DI WILAYAH PERBATASAN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55714 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aturan hukum mengenai penyelundupan barang di wilayah perbatasan berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabean dan untuk mengetahui dan memahami penegakan hukum bagi penyelundupan barang di wilayah perbatasan. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana dari pelaku tindak pidana penyelundupan meliputi: Tanggung jawab perorangan, Pejabat Bea dan Cukai, Pengangkut Barang, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dan Badan Hukum (Perseroan, Perusahaan, Kumpulan, Yayasan, Koperasi) dan mengenai sanksi pidana terhadap bentuk-bentuk tindak pidana penyelundupan tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 102, Pasal 102A, Pasal 102B, Pasal 102C, Pasal 102D, Pasal 103, Pasal 103A, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 108 dan Pasal 109 berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. 2. Dalam menanggulangi kasus penyelundupan terjadi di wilayah Indonesia, pihak Bea dan Cukai melakukan upaya penanggulangan atau penegakan hukum secara preventif dan represif. Penegakan hukum secara preventif yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea Dan Cukai adalah sebagai&nbsp; berikut :&nbsp; Melakukan Pengamatan, Melakukan Kegiatan Patroli. Penegakan hukum represif yang dilakukan dengan cara : Melakukan Penangkapan, Melakukan Penyitaan Barang Bukti Kasus Penyelundupan dan Pemusnahan Barang Bukti.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>penyelundupan, wilayah perbatasan</em></p> Yohanes Imanuel Umboh Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55714 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PAMER KEKAYAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NO. 42 TAHUN 2004 TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55716 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaturan etika Pegawai Negeri Sipil di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 dan untuk mengetahui dan memahami penerapan sanksi yang akan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan perbuatan pamer kekayaan. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan mengenai pelanggaran kode etik Pegawai Negeri Sipil sudah termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Pamer Kekayaan atau <em>flexing</em> masuk kedalam pelanggaran kode etik sebagaimana termuat didalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil karena tidak mampu menerapkan pola hidup sederhana dengan cara melakukan <em>flexing</em>. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Pasal 15 telah membuat sanksi yang seharusnya diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang melanggar, yakni berupa sanksi moral berupa membuat pernyataan secara tertutup dan secara terbuka. Pada pasal 16 juga memberikan penekanan bahwasanya Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral dapat juga dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>flexing, PNS</em></p> Dave Vito Nataniel; Jusuf Octafianus Sumampow, Boby Pinasang Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55716 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KAMBOJA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55718 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui impelementasi perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah Indonesia terhadap warga negara Indonesia yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di Kamboja dan untuk mengetahui mekanisme penyelesaian kasus warga negara Indonesia&nbsp; yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di Kamboja menurut hukum di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Implementasi perlindungan hukum yang diberikan Pemerintah kepada korban TPPO di Kamboja dimana Pelaksanaan, pencegahannya dan perlindungan korban perdagangan orang diatur dalam Pasal 43-63 UU Nomor 21 Tahun 2007. Pemberian perlindungan hukum selain dengan pemidanaan pelaku, dapat diwujudkan juga dalam pemenuhan hak-hak korban, seperti pemberian rehabilitasi, restitusi atau ganti rugi, reintegrasi, bantuan hukum hingga pemulangan. 2. Penyelesaian kasus warga negara Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang di Kamboja jika korban berada di luar negeri memerlukan perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan orang, maka Pemerintah Republik Indonesia melindungi dan mengusahakan untuk memulangkan korban ke Indonesia atas biaya negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>korban tindak pidana perdagangan orang, Kamboja</em></p> Masrina Yanggolo; Caecilia J.J Waha, Dicky J. Paseki Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55718 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PEMILIHAN KEPALA DAERAH SERENTAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55720 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaturan Pemilihan Kepala Daerah serentak dan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Pemilihan Umum serentak oleh Komisi Pemilihan Umum di daerah. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan Pemilihan Kepala Daerah Serentak diatur dalam UU No. 10 Tahun 20161. Pemilihan Kepala Daerah Serentak dilaksanakan secara nasional dan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 akan menjadi sangat kompleks karena tahapan yang harus dilalui. Tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 meliputi perencanaan program dan anggaran, pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, pendaftaran dan verifikasi peserta pemilih, penetapan peserta pemilih, penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan. Selama penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak, penyelenggara pemilu harus melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak berdasarkan prinsip mandiri, jujur, adil, dan berkepastian. 2. Pelaksanaan Pemilu Serentak adalah proses demokratis yang dilakukan di Indonesia oleh KPU. Pemilu Serentak merujuk pada penyelenggaraan pemilihan umum yang dilakukan secara bersamaan untuk memilih berbagai jabatan politik seperti presiden, anggota parlemen, gubernur, bupati, dan walikota di semua daerah di Indonesia. KPU adalah lembaga negara independen yang bertugas menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia. Tugas utama KPU meliputi perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan pengawasan jalannya pemilihan umum. Kata Kunci : Pemilihan Kepala Daerah Serentak</p> Exel Yonatan Sumual Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55720 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA PERKAWINAN DENGAN PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55724 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perjanjian perkawinan menurut Undang-Undang perkawinan serta perlindungan hukum terhadap harta perkawinan dengan pembuatan akta perjanjian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Dengan metode tersebut kesimpulan yang didapat: 1.Bentuk perjanjian perkawinan menurut Undang-Undang perkawinan harus dibuat dalam bentuk tertulis dan didaftarkan di Kantor Pencatatan Sipil untuk disahkan. Perjanjian pisah harta terdapat pada pasal 29 Undang-Undang Perkawinan namun isi dari bentuk perjanjian tersebut tidak dijelaskan lebih rinci, Undang-undang Perkawinan hanya memberi kebebasan kepada para calon suami dan istri untuk membuat perjanjian perkawinan selama tidak bertentangan dengan batas hukum, agama, dan kesusilaan. Perjanjian pisah harta adalah bentuk perjanjian perkawinan dengan tujuan untuk memisahkan harta kedua pihak agar tidak ada penggabungan harta setelah berlangsungnya perkawinan. 2. 2. Perlindungan hukum terhadap harta perkawinan dengan pembuatan akta perjanjian memberi perlindungan terhadap harta kekayaan, terlebih khusus harta bawaan suami dan istri selama perjanjian tersebut dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada didalam Undang-Undang, yaitu dibuat sebelum, pada waktu, atau sepanjang dalam ikatan perkawinan, dengan bentuk tertulis berdasarkan kesepakatan bersama, oleh pejabat yang berwenang atau notaris untuk mempunyai bukti autentik dan didaftarkan ke Kantor Pencatatan Sipil agar akta perjanjian itu dapat disahkan dan memiliki kekuatan hukum. Perjanjian perkawinan tersebut akan berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya sesuai dengan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika dalam perkawinan terdapat pihak yang melanggar dari isi perjanjian tersebut, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan cerai ataupun meminta ganti rugi ke Pengadilan. Perjanjian kawin bertujuan memberikan perlindungan terhadap kedudukan harta pasangan suami dan istri selama dalam ikatan perkawinan. Jika terdapat konflik yang timbul dikemudian hari, perjanjian kawin dapat dijadikan pegangan untuk mengatur hak-hak dan kewajiban diantara mereka, termasuk harta kekayaan. Kata Kunci : Perjanjian perkawinan, harta benda perkawinan</p> Annisa Cahya Kirana Payuyu Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55724 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP HAKIM YANG MELANGGAR KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55726 <p>Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaturan hukum tentang kode etik dan perilaku hakim dan Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap hakim yang melanggar kode etik dan perilaku hakim dalam memutus perkara Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Kode etik hukum merupakan seperangkat aturan dan prinsip yang mengatur perilaku dan tanggung jawab para profesional di dalam bidang hukum. Kode etik ini bertujuan untuk memastikan terlihat mereka melaksanakan tugasnya serta bertanggung jawab mereka dengan integritas, kehormatan, dan profesionalisme, Namun, terkadang masih terjadi pelanggaran terhadap kode etik profesi, termasuk dalam profesi hakim. Beberapa alasan mengapa pelanggaran ini terjadi antara lain karena kelemahan pada kode etik itu sendiri, seperti ketidakberirian dalam mengikuti prinsip-prinsip idealisme atau adanya norma yang saling bertentangan dengan moral. 2. Demi terwujudnya kekuasaan kehakiman yang independen penguatan terhadap Komisi Yudisial sebagai pengawas internal merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini diberlakukan sebagaimana konsep check and balances, yakni terdapatnya pengawasan terhadap suatu lembaga. Oleh karena itu, Komisi Yudisial sebagai lembaga yang mandiri perlu diberikan kewenangan untuk mengawasi hakim baik pada jajaran Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya dan terhadap Mahkamah Konstitusi. Selain itu, pengawasan yang dimiliki oleh Komisi Yudisial perlu dilekati pula dengan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi terhadap hakim yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik hakim. Kata Kunci : Penegakan Hukum, Hakim, Kode Etik</p> Michelli Pingky Manembu Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55726 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 KAJIAN HUKUM BADAN USAHA MILIK DESA DI KECAMATAN LANGOWAN TIMUR https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55729 <p>Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui peraturan maupun aspek hukum dalam pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif atau merupakan penelitian yang mengkaji studi dokumen menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana.</p> <p>Proposal penelitian ini membutuhkan dua jenis data yang berasal dari dua sumber yang berbeda, yaitu data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara data dan informasi yang diperoleh, peneliti memperoleh gambaran secara obyektif mengenai objek penelitian sebagai bahan masukan untuk selanjutnya dianalisa berdasarkan teori relevan. Dan data sekunder adalah data yang sebelumnya telah dilakukan pengolahan oleh pihak lain, seperti misalnya data yang diperoleh yang bersumber dari bahan-bahan pustaka. Kemudian Ditinjau dari segi datanya penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana peneliti akan menjelaskan secara rinci sesuai data dan fakta yang terjadi mengenai kajian hukum dan pengelolaan BUMDes di Kecamatan Langowan Timur. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proposal skripsi ini, berupa studi literatur, studi dokumen dan studi lapangan.</p> <p><strong>Kata Kunci : Badan Usaha Milik Desa, Kecamatan Langowan Timur</strong></p> Gabriela Gabby Toar Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55729 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN AKIBAT PEMBATALAN KONSER MENURUT HUKUM POSITIF https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55731 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen akibat pembatalan konser dan untuk mengetahui bentuk tanggung jawab dari penyelenggara konser yang merugikan para konsumen. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tahun 1999 dan peraturan perundang-undangan lainnya, konsumen mempunyai hak dan status yang sama dan dapat menuntut atau dituntut jika terbukti melanggar atau melanggar haknya. Upaya hukum yang ditempuh oleh konsumen apabila haknya dilanggar dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu: melalui jalur diluar pengadilan dan melalui jalur pengadilan. 2. Bentuk tanggung jawab dari penyelenggara konser yang merugikan para konsumen yaitu berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang tanggung jawab pelaku usaha atau penyelenggara konser dengan cara memberikan ganti rugi atau kompensasi. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, pelaku usaha atau promotor tidak melaksanakan kewajibannya maka dianggap telah melakukan wanprestasi sesuai Pasal 1238, Pasal 1239 dan Pasal 1365 KUH Perdata. Wanprestasi yang dilakukan penyelenggara konser selaku pelaku usaha berupa pembatalan tiket konser yang mengakibatkan pihak promotor mendapatkan sanksi berupa ganti rugi dengan pengembalian uang tiket yang harus diberikan kepada penonton selaku konsumen.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>perlindungan hukum bagi konsumen, pembatalan konser</em></p> Virgin Velyna Mutiara Longdong Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55731 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PEREDARAN KOSMETIK BERMERKURI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55732 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum atas peredaran kosmetik bermerkuri dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen dan pertanggung jawaban pelaku usaha atas peredaran kosmetik bermerkuri. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan hukum atas peredaran kosmetik bermerkuri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang didalamnya mengatur akan larangan-larangan bagi pelaku usaha dalam mereka memproduksi barang/jasa dalam hal ini (Kosmetik Bermerkuri) dalam kegiatan usahnnya. 2. Perlindungan hukum terhadap konsumen dan pertanggung jawaban pelaku usaha atas peredaran produk kosmetik bermerkuri adalah salah satu bentuk upaya untuk menjamin para konsumen dari produk kosmetik bermerkuri yang dapat merugikan akan konsumen serta menuntut akan pertanggung jawaban pelaku usaha dalam mereka menjalankan kegiatan usahanya untuk memperhatikan akan hak-hak konsumen dan kewajiban mereka sebagai pelaku usaha agar terciptanya kondisi kegiatan usaha yang sehat.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>kosmetik, mercury</em></p> Natanael Alfius Jolly Simbala Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55732 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PENERAPAN DELIK ADAT SUSILA MASYARAKAT SUKU MONGONDOW SERTA KEDUDUKANNYA DALAM HUKUM NASIONAL (STUDI KASUS DI DESA TOMBOLIKAT SELATAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55734 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum adat dalam hukum Nasional serta memperoleh data dan informasi sebagai bahan untuk mendeskripsikan konsep penerapan hukum adat Mongondow dan Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong masyarakat suku Mongondow masih mempertahankan hukum adat Mongondow dalam tindak pidana asusila. Dengan menggunakan metode penelitian lapangan <em>(field research)</em> dan studi pustaka<em> (library research)</em>, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Hukum adat pada hakikatnya diakui oleh negara sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2). Hukum adat yang dimaksud adalah hukum adat yang masih ada atau masih hidup serta tidak melanggar prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini berarti kedudukan hukum adat dalam sistem hukum sama dengan kedudukan hukum pada umumnya, yang membedakannya adalah hukum adat hanya berlaku untuk orang indonesia dan bersifat tidak tertulis. 2. Pada dasarnya hukum adat mongondow bisa memaksa seseorang untuk taat pada aturan tersebut, hal ini dibuktikan dengan adanya sanksi yang berlaku apabila terbukti melanggar hukum adat mongondow. Namun sanksi hukum adat mongondow terlalu ringan apabila dilihat dari nominal denda yang ada sehingga siapa saja bisa kembali melakukan perbuatan yang melanggar adat.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>delik adat susila, suku mongondow</em></p> Virginia Mokoagow Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55734 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 Kebijakan Pemerintah Dalam Penerapan Perizinan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55735 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan pemerintah mengenai perizinan usaha mikro, kecil dan menengah dan faktor apa yang menjadi penghabat Penerapan perizinan usaha Mikro kecil dan menengah. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 menegaskan Indonesia sebagai negara hukum, di mana segala aspek kehidupan diatur oleh aturan hukum. Bahwa Perizinan usaha mikro, kecil dan menengah diwajibkan untuk membuat izin usaha. Prosedur perizinan di Indonesia umumnya dilakukan secara Konvensional atau offline. Prosesnya dilakukan secara manual, dimana pemohon harus datang langsung ke kantor-kantor terkait, seperti Badan Perizinan, Dinas Penanaman Modal, atau instansi terkait lainnya untuk mengajukan berbagai izin yang diperlukan. kebijakan pemerintah untuk mempermudah proses perizinan dalam bentuk aturan ataupun himbauan. kebijakan perizinan berusaha berbasis resiko dengan mengunakan sistem oss diatur dalam Peraturan pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan perizinan berbasis resiko dan Peraturan pemerintah nomor 7 tahun 2021 Kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan Koperasi dan usah mikro, kecil dan menengah. Perizinan usaha berbasis risiko dengan implementasi perizinan terintegrasi secara elektronik (OSS) memiliki tujuan yang sejalan dalam mendukung kemajuan ekonomi dengan menyediakan lingkungan usaha yang kondusif dan meminimalkan hambatan administratif dalam pengurusan perizinan. Dengan adanya keterkaitan antara keduanya, diharapkan dapat tercapai efisiensi dan responsivitas yang lebih baik dalam pengelolaan perizinan usaha. Penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko di tingkat pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota diselenggarakan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Meskipun ada Kemudahan yang di berikan melalui kebijakan pemerintah, masih banyak faktor penghambat dalam penerapan perizinan UMKM.</p> <p>Kata Kunci : Kebijakan Pemerintah, Perizinan, UMKM</p> Kenjiro Alva Polly; Maarthen Y, Tampanguma, Presly Prayogo Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55735 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 Prosedur Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Perkara Perdata https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55736 <p>Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui bagaimanakah prosedur pelaksanaan eksekusi secara paksa putusan pengadilan dalam perkara perdata dan Untuk mengetahui&nbsp; Hambatan-hambatan apa saja yang dapat timbul dalam Prosedur Pelaksanaan Putusan Pengadilan dalam Perkara Perdata, Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Eksekusi sebabagi tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sesuai Pasal 195 ayat (1) HIR, kewenangan eksekusi hanya ada pada pengadilan tingkat pertama. Pemohon dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan Negeri setempat, kemudian ketua pengadilan negeri berdasarkan permohonan memanggil pihak yang kalah untuk diperingatkan (aanmaning) untuk memenuhi putusan dalam waktu 8 hari. Apabila dalam tenggang waktu tersebut pihak yang kalah tidak memenuhi panggilan dan tidak melaksanakan putusan secara suka rela, maka ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan sita eksekusi terhadap benda bergerak atau tidak bergerak milik pihak yang kalah, jika putusan itu mengenai pembayaran sejumlah uang maka barang tersebut di lelangkan.2. . Hambatan-hambatan eksekusi putusan pengadilan dalam perkara perdata adalah hambatan teknis atau faktor non yuridis, hambatan yuridis, faktor perlawanan fisik dan faktor intervensi penguasa. Hambatan teknis atau non yuridis seperti biaya eksekusi yang sangat mahal melebihi ketentuan yang berlaku. Hambatan eksekusi yang bersifat yuridis adalah adanya permintaan peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa, padahal telah melalui upaya hukum biasa yakni banding dan kasasi. Faktor perlawanan fisik yang dilakukan oleh termohon dan keluarganya, kerabat, orang-orang bayaran menghadang petugas pengadilan menjalankan eksekusi. Faktor intervensi penguasa dapat berasal dari pejabat eksekutif maupun pejabat di lingkungan Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung terutama jika termohon eksekusi mempunyai kedudukan ekonomi dan politis kuat sengaja mendekati pejabat pengadilan untuk meminta penundaan eksekusi.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : Prosedur, Eksekusi, Perdata</p> Geofanny M.C. Runtu Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55736 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PROSES PENYUSUNAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN DAN PERIZINAN LINGKUNGAN HIDUP https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55745 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami aturan hukum peran serta masyarakat dalam proses penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan terhadap usaha yang mempunyai dampak lingkungan hidup dan untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan peran serta masyarakat dalam proses persyaratan perizinan di bidang lingkungan hidup. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Aturan hukum peran serta masyarakat dalam proses penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan terhadap usaha yang mempunyai dampak lingkungan hidup, antara lain terdapat pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan; UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. 2. Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam proses persyaratan perizinan di bidang lingkungan hidup melibatkan masyarakat yang terdampak langsung melalui pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan, serta konsultasi publik.</p> <p>Kata Kunci : Peran Serta Masyarakat, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Dan Perizinan Lingkungan Hidup</p> Pinky Tiara Assa Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55745 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PENGATURAN HUKUM INVENTARISASI KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55747 <p>Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui ruang lingkup kekayaan intelektual di Indonesia dan Untuk mengetahui mengetahui bagaimana inventarisasi dan pendaftaran kekayaan intelektual komunal, Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Kekayaan intelektual adalah hasil kreasi manusia berdasarkan kemampuan intelektual berupa karya ciptaan hasil buah pikiran yang berbentuk ekonomi kratif tak berwujud untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Kekayaan intelektual memiliki beberapa jenis namun yang menjadi perhatian sekarang ini adalah kekayaan intelektual komunal. Kekayaan intelektual komunal adalah kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat umum bersifat komunal. Kekayaan intelektual komunal di Indonesiaterdiri atas empat macam yaitu: ekspresi budaya tradisional, indikasi geografis, sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional.2. Di Negara Indonesia belum diaturnya secara khusus mengenai perlindungan atas hak kekayaan intelektual komunal, namun sejak tahun 1982 telah diakuinyanya mengenai hak cipta dalam beberapa peraturan maupun undang-undang yang berlaku di Negara Indonesia, seperti Undang-Undang N0. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, UndangUndang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable haring of Benefits Arising from Their Utilization to the Convention on Biological Diversity, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak, Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 67/Permentan/ OT.140/12/2006 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.2/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2018 Tentang Akses Pada Sumber Daya Genetik spesies Liar Dan Pembagian Keuntungan Atas Pemanfaatannya.</p> <p>Kata Kunci : Hukum, Kekayaan Intelektual Komunal</p> Angelique Elizabeth Kesek Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55747 Tue, 07 May 2024 00:00:00 +0800 PENERAPAN SANKSI PIDANA KELALAIAN ATAS MEMASANG PERANGKAP UNTUK MENANGKAP ATAU MEMBUNUH BINATANG BUAS TANPA IZIN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55749 <p>Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui bagaimana landasan hukum menangkap atau membunuh hewan buas tanpa izin dan bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi pelaku penangkapan dan pembunuhan hewan tanpa izin , dengan metode penelitian hukum normatif dapat disimpulkan : 1. Peraturan mengenai perlindungan terhadap satwa yang dilindungi dari konflik dengan manusia tidak secara terperinci dijelaskan dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana. Namun ada beberapa pasal yang menangani perkara tindak pidana terhadap satwa, diantaranya yaitu peraturan mengenai kejahatan terhadap satwa dalam buku kedua KUHP antara lain diatur dalam Pasal 495 ayat 1. Perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana bila memenuhi unsur -unsur, sebagai berikut: a.. harus ada perbuatan manusia; b. perbuatan manusia tersebut harus sesuai dengan perumusan pasal dari undang-undang yang bersangkutan; c. perbuatan itu melawan hukum (tidak ada alasan pemaaf); d. dapat dipertanggungjawabkan. 2. Adapun sanksi pidana bagi pelaku yang memasang jerat hewan buas tanpa izin sebagaimana diatur dalam Pasal 495 KUHP: ayat (1) barang siapa tanpa izin kepala polisi atau pejabat yang ditunjuk untuk itu, di tempat yang dilalui orang memasang ranjau perangkap, jerat, atau perkakas lain untuk menangkap atau membunuh binatang buas, diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tuju puluh lima rupiah. ayat (2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sesudah adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, pidana denda dapat diganti dengan pidana kurungan paling lama enam hari. Kata Kunci : Sanksi Pidana, Kelalaian, Memasang Perangkap, Binatang Buas, Tanpa Izin</p> Aurellia E. Mailangkay Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55749 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENGRUSAKAN TANAH MILIK ORANG LAIN DALAM PERSPEKTIF PUTUSAN PN AMURANG NO. 164/PDT.G/2022/PN.AMR https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55750 <p>Tujuan dilakukan penelitian ini adalah Untuk mengetahui landasan yuridis terkait Pengrusakan tanah milik orang lain dalam perspektif dalam Putusan PN Amurang No. 164/PDT.G/2002/PN.Amr, dan Untuk mengetahui Peran Pemerintah serta Penegakkan hukum Pemerintah dalam upaya memberikan kepastian hukum kepada masyarakat akan hak-hak atas tanah. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian yuridis normatif, Sehingga dapat disimpulkan : 1. Pengrusakan tanah yang dilakukan oleh oknum yang tidak mempunyai hak milik atas tanah tersebut merupakan suatu tindakan yang sangat dilarang oleh undangundang bahwa hak atas tanah merupakan penjelasan tentang riwayat tanah tersebut. Penggugat yang mengajukan di pengadilan bahwa telah terjadi pengrusakan dimana lokasi tersebut adalah hak milik dari penggugat yang di rusak oleh beberapa orang yang mengaku adalah yang mempunyai hak atas tanah tersebut. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang mengatur tentang dasar dasar pokok agrarian dan dalam KUHPidana Buku II Bab XXV, perbuatan curang seperti penyerobotan tanah dapat diancam dengan hukuman pidana penjara maksimal empat tahun. Pasal 385 yang terdiri dari 6 ayat ini mendefinisikan secara jelas akan tindakan kejahatan tersebut. Dalam Hukum perdata juga mengatur tentang penyerobotan tanah di dalam Pasal 1365 dan Pasal 1366 karena bisa dilihat dalam kasus penyerobotan tanah ada pihak yang dirugikan dan memerlukan ganti rugi atas kerugian yang dialami pihak tersebut. 2.Masih banyak persoalan tanah di Indonesia dan masalah-masalah itu timbul karena adanya berkas yang meyakini masyarakat sehingga dapat menjamin hakhak mereka sehingga dapat menimbulkan persilisihan bagi setiap orang yang saling mengadukan bukti kepemilikan yang mereka punya bahkan kasus seperti ini sering dijumpai di pengadilan dan juga ada masyarakat yang kalah dalam mempertahankan Hak mereka namun juga ada masyarakat yang dapat mempertahankan hak mereka. Kata kunci : Tinjauan Yuridis,Pengrusakan tanah milik orang lain, Hukum Pertanahan</p> FELICIA SYALOMIKHA HEYDEMANS Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55750 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 UPAYA MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN ANTARA BANK DAN NASABAH https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55753 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam penyelesaian sengketa perbankan antara pihak bank dan nasabah melalui mediasi perbankan dan untuk mengetahui kedudukan nasabah serta regulasi dan kebijakan yang berlaku untuk mengatur kedudukan hukum nasabah dalam upaya mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa perbankan antara pihak bank dan nasabah. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Dalam melakukan atau mengajukan proses penyelesaian sengketa mediasi perbankan memiliki beberapa persyratan atau tahap-tahapan yang harus di penuhi oleh kedua bela pihak yanag bersengketa. Mediasi memungkinkan pihak bank dan nasabah untuk berkolaborasi dalam menemukan solusi bersama tanpa melibatkan proses litigasi yang panjang. 2. Kesadaran nasabah terhadap hak-hak mereka, sebagaimana diatur dalam regulasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, diterbitkan sejumlah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, seperti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.07/2018 tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan, yang pada Pasal 1 angka 2.</p> <p>Kata Kunci : mediasi, sengketa perbankan</p> Marcelino Seran Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55753 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 IMPLIKASI HUKUM TENTANG PERJANJIAN BAKU (STANDARD CONTRACT) DALAM PERJANJIAN JUAL BELI PERUMAHAN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55755 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuai kedudukan Perjanjian Baku dalam Perjanjian Jual Beli Perumahan dan untuk mengetahui implikasi hukum terhadap perjanjian baku apabila pelaku usaha melakukan wanprestasi dalam perjanjian jual beli perumahan. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Perjanjian Baku Dalam Perjanjian Jual Beli Perumahan pada praktiknya, konsep penyalahgunaan keadaan terlihat dalam karakter surat perjanjian. Perjanjian yang ditentukan sepihak oleh bank atau kreditor, berbentuk formulir Kontrak yang sudah jadi atau serta mengandung syarat pengalihan tanggung jawab. Dalam konteks perjanjian kredit rumah, konsumen atau debitor berada dalam posisi lemah. Sementara pihak pengembang dan bank pemberi kredit kuat secara ekonomi dan psikologis. Developer termasuk bank sebagai pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang. Terhadap pengetahuan konsumen tentang Undang-Undang perlindungan konsumen yang melindungi hak-hak mereka. 2. Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”. Hal tersebut dapat diprasangkakan kepada Developer dalam hal terdapat unsur kerugian kepada orang lain yang dilakukan oleh developer dengan memberikan informasi tidak benar melalui media masa, brosur, reklame atau media-media lain. Informasi tersebut bisa membuat konsumen salah dalam memilih barang yang diinginkan.</p> <p>Kata Kunci : standard contract, perjanjian jual beli perumahan</p> Michell Anglly Marlina Oroh Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55755 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PEMBERHENTIAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2020 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55756 <p>Tujuan penelitian adalah Untuk bagaimana mekanisme pemberhentian hakim mahkamah konstitusi berdasarkan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Untuk bagaimana Implikasi Pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi Terhadap Independensi Kekuasan Kehakiman Menurut Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Pengaturan terkait mekanise pemberhentian hakim konstitusi diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 4 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemberhentian Hakim Konstitusi. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa terdapat tiga kategorisasi atas pemberhentian hakim konstitusi yaitu: pemberhentian terhormat, tidak terhormat dan sementara. Dijelaskan pula dalam Pasal 23 ayat (4) UU No. 7 Tahun 2020 Tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa “Pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden atas permintaan ketua Mahkamah Konstitusi”. Tidak terdapat frasa atas permintaan DPR. Dengan demikian, jelas bahwa tindakan DPR dalam memberhentikan hakim pilihannya (Aswanto) merupakan inkonstitusional prosedural, karena tidak ada peraturan perundang-undangan yang menyatakan DPR dapat meminta pemberhentian Hakim MK. Dari berbagai kriteria yang ada dalam UU Nomor 7 Tahun 2020 dan PMK No. 4 Tahun 2012 Hakim MK Aswanto tidak memenuhi salah satu dari kriteria yang ada untuk diberhentikan sebagai hakim MK. 2. emberhentian hakim konstitusi yang tidak dilakukan melalui mekanisme yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan menjadi tindakan pencideraan terhadap amanat konstitusi. Implikasi yang dapat ditimbulkan atas tindakan ini yaitu, pertama, pelanggaran ini akan menciderai asas kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan proses peradilan dan penegakan hukum. Kedua, pemberhentian hakim aswanto oleh DPR berimplikasi pada tidak terlaksanakannya prinsip check and balances antar Lembaga pemerintahan. Ketiga, pemberhentian hakim aswanto akan berimplikasi pada kemunduruan sistem demokrasi yang didasarkan pada hukum dan konstitusi dan merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.</p> <ol> <li>Kata Kunci : Pemberhentian, Hakim, Mahkamah Konstitusi</li> </ol> ELISYAH ARUNDE Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55756 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 KONSEPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM KETENTUAN KHUSUS DI LUAR KUHPIDANA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55760 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji cakupan korporasi sebagai subyek hukum yang dikenal dalam hukum pidana dan untuk mengkaji ketentuan yang mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana khusus diluar KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengertian korporasi yang telah diterima dalam undang-undang pidana di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Pengertian korporasi ini memiliki cakupan yang lebih luas daripada pengertian badan hukum (<em>rechtspersoon</em>). 2.Beberapa ketentuan pidana di Luar KUHP, telah mengakomodir korporsi sebagai yang dapat dipidana dan pidana pokok yang dapat dikenakan terhadap korporasi dalam beberapa undang-undang di luar kitab Undang-undang Hukum Pidana, pada dasarnya hanya pidana denda saja. Pidana-pidana pokok yang lain, yaitu pidana mati, penjara dan kurungan, tidak dapat dikenakan terhadap korporasi sebab korporasi merupakan suatu konstruksi yuridis bukan secara fisik.</p> <p>Kata Kunci : <em>pertanggungjawaban pidana korporasi, ketentuan khusus di luar kuh pidana</em></p> Giovandy Tampi Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55760 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PENYELESAIAN SENGKETA HAK GUNA BANGUNAN ANTARA HOTEL SULTAN DAN PEMERINTAH DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO 5 TAHUN 1960 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55761 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hak guna bangunan berdasarkan undang-undang pokok agraria dan untuk memahami proses penyelesaian sengketa hak guna bangunan&nbsp; Hotel Sultan dan pemerintah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Hukum agraria meliputi aspek publik dan perdata. Aspek publik meliputi bidang legislatif, bidang eksekutif, dan bidang judikatif. Sedangkan aspek perdata meliputi pengaturan hak-hak penguasaan atas sumber daya agraria. Hak Guna Bangunan (HGB) merupakan salah satu hak atas tanah yang dalam Hukum Agraria memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat memanfaatkan tanah tanpa harus memiliki tanahnya dengan jangka waktu yang tidak terbatas. Berdasarkan prinsip hak menguasai negara sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, kemudian ditentukan macam-macam hak atas tanah (hak atas permukaan bumi) yang tertuang dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Pokok Agraria. Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria No 5 tahun 1960. 2. Mengacu pada pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 Hak Guna Bangunan memiliki jangka waktu tertentu menyebabkan pemegang Hak Guna Bangunan memiliki kewajiban melakukan perpanjangan hak atau pembaharuan hak. Hapusnya suatu Hak Guna Bangunan atas tanah negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah negara. Hal ini membawa konsekuensi terhadap kepastian penguasaan bangunan di atas HGB serta tanah bekas HGB tersebut.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>sengketa HGB, pemerintah, Hotel Sultan</em></p> Praisy Chantika Anatasya Kesek Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55761 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN INKONSTITUSIONAL BERSYARAT DI MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPPU) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55762 <p>Tujuan penelitian adalah untuk dan mengetahui kedudukan dan eksistensi dari putusan inkonstitusional bersyarat di Mahkamah Konstitusi terhadap penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) dan untuk mengetahui kekuatan hukum serta kepastian hukum dari penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) terhadap ketentuan yang ada di dalam putusan inkonstitusional bersyarat di Mahkamah Konstitusi.&nbsp; Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Kedudukan dari putusan inkonstitusional bersyarat di Mahkamah Konstitusi memliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk perundang-undangan lainnya termasuk PERPPU. Hal ini dikarenakan, putusan inkonstitusional bersyarat di Mahkamah Konstitusi merupakan hasil dari kewenangan sebagai penafsir tunggal Konstitusi (<em>the final interpreter of constitution</em>), maka klausul yang termuat dalam putusan inkonstitusional bersyarat merupakan amanat langsung dari Konstitusi. Hal tersebut juga mencakup PERPPU, yang berdasarkan ketentuan hierarki peraturan Perundang-undangan di Indonesia, peraturan <em>a quo</em> memiliki kedudukan yang di bawah Konstitusi atau setara dengan Undang-Undang. 2. Penetapan PERPPU yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal mendesak, tidak boleh mengesampingkan ketentuan Konstitusi termasuk juga putusan inkonstitusional bersyarat yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi, sebab&nbsp;&nbsp; sifat dari putusan Mahkamah Konstitusi adalah final dan binding secara menyeluruh (erga omnes), sehingga harus ditindak lanjuti termasuk di dalamnya PERPPU dan apabila tidak dipenuhi akan mengakibatkan berkurangnya kepastian hukum dan menimbulkan ambiguitas dalam putusan Mahkamah Konstitusi.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : <em>Putusan </em><em>Inkonstitusional Bersyarat, Mahkamah Konstitusi, PERPPU</em></p> Agustom Adhyka Abraham Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55762 Mon, 13 May 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN HUKUM TERHADAP JAMINAN KEAMANAN KARTU KREDIT SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI UANG TUNAI https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55763 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan perundang-undangan tentang kartu kredit dan untuk mengkaji jaminan keamanan dalam transaksi dengan menggunakan kartu kredit. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Landasan hukum terhadap penerbitan dan pengoperasian kartu kredit yaitu sebagai berikut: Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009&nbsp; tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988, tentang Lembaga Pembiayaan serta Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1998 tentang Ketentuan dan tata cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. 2. Kartu kredit memiliki jaminan dalam melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit sebagai pengganti uang tunai sebagaimana yang sudah ditegaskan bahwa Bank Indonesia berperan sebagai pengawas penerbitan kartu kredit melalui pengaturannya dalam 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Bank Indonesia sebagai regulator juga berwenang dalam perizinan, penyampaian laporan, dan pengenaan sanksi dalam penyelenggaraan kartu kredit. Dalam upayanya BI juga meningkatkan penguatan perlindungan terhadap nasabah dengan menyediakan mekanisme mediasi perbankan, pengaduan nasabah, dan Transparansi Informasi &amp; penggunaan data pribadi Nasabah.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>mediasi, sengketa perbankan</em></p> Timothy Jonatan Josafat Tumbelaka Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55763 Mon, 20 May 2024 00:00:00 +0800 PENEGAKAN HUKUM KEPADA KORPORASI SEBAGAI PELAKU PEMBALAKAN LIAR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KERUSAKAN HUTAN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55765 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum terhadap korporasi terlibat dalam pembalakan liar dan untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap korporasi dalam Kasus pembalakan liar. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pembalakan liar oleh korporasi sering kali memiliki dampak yang merusak terhadap lingkungan, keanekaragaman hayati, dan komunitas lokal. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan lembaga internasional perlu memperkuat regulasi, meningkatkan pengawasan, dan memberlakukan sanksi yang berat bagi pelanggar hukum. 2. Tindakan yang dilakukan pihak Kepolisian dalam melaksanakan penegakan hukum Tindak Pidana Pembalakan liar adalah melakukan beberapa tindakan yakni: 1) Melakukan Tindakan Pre-emtif, mencakup serangkaian langkah yang diambil oleh pemerintah atau lembaga penegak hukum untuk mencegah atau mengurangi aktivitas pembalakan ilegal sebelum kerusakan lingkungan yang signifikan terjadi, 2) Tindakan preventif penegakan hukum terhadap pembalakan liar dapat melibatkan serangkaian langkah untuk mencegah dan mengurangi aktivitas ilegal tersebut dan 3)Tindakan represif penegakan hukum terhadap pembalakan liar sering kali melibatkan berbagai strategi dan langkah-langkah untuk menghentikan praktik ilegal ini. Kata Kunci : pembalakan liar, korporasi</p> Rulanty Tirta Hakim Tiranda Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55765 Mon, 13 May 2024 00:00:00 +0800 TANGGUNG JAWAB PIDANA DAN PERDATA TERHADAP PELAKSANAAN ARISAN ONLINE https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55773 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab pidana dan perdata oleh pelaku pelaksanaan arisan online dan untuk mengetahui bagaimana upaya hukum dalam penanggulangan kasus arisan online. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Tanggung Jawab Pidana yaitu, ketika pembuat arisan menggelapkan uang arisan online maka pembuat arisan tersebut dapat di pidana penjara sesuai ketentuan dalam Pasal 372 &amp; Pasal 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan. Tanggung Jawab Perdata yaitu, anggota arisan dapat dikatakan Wanprestasi apabila tidak mengembalikan pinjaman seluruhnya atau mengembalikan pinjaman tidak sesuai nominal semula dan/atau melebihi dari jangka waktu yang sudah disepakati. 2. Bentuk penyelesaian sengketa Wanprestasi yang bisa dilakukan pembuat arisan dengan anggota arisan yaitu berkomunikasi melalui media sosial seperti ketentuan dalam UU ITE No. 19 Tahun 2016 pada Pasal 28 ayat 1, kemudian bertemu langsung untuk menyampaikan keinginan, keluh kesah dan itikad baik untuk menyelesaikan sengketa, apabila langkah tersebut tidak juga menghasilkan titik temu maka dapat diselesaikan dengan cara mengajukan gugatan secara pidana. Pembuat arisan arisan online ini ketika sudah di pidana penjara dinyatakan masih bisa dituntut ganti ruginya sesuai dengan contoh kasus pada pembahasan bab seperti halnya dalam Pasal 1243 KUHPerdata tentang Penggantian kerugian, biaya, dan bunga. Kata Kunci : tanggung jawab pidana dan perdata, arisan online</p> Dyna Glory Mangerongkonda Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55773 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0800 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU ILLEGAL FISHING DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERIKANAN (Studi Kasus Pengeboman Ikan Di Desa Tumbak Kabupaten Minahasa Tenggara) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55775 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelaku illegal fishing yang melakukan pengeboman ikan sesuai dengan undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perikanan dan untuk mengetahui peran penegak hukum/pemerintah dalam menaggulangi kasus pengeboman ikan di desa tumbak. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Penegakan hukum terhadap pelaku illegal fishing khususnya pelaku pengeboman ikan di desa tumbak belum berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan tenaga penegak hukum, fasilitas serta jangkauan lokasi perairan yang jauh dari Polsek Belang, sehingga penindakan dan penegakan hukum kepada pelaku illegal fishing khusunya pelaku pengeboman ikan di desa Tumbak sangat bergantung pada laporan dari Masyarakat atau pemerintah desa Tumbak. 2. Dampak dari penangkapan ikan dengan pengeboman antar lain yaitu merusak terumbu karang, stok ikan menurun drastis, banyak biota laut mati terbuang, berbahaya bagi manusia, mencemari lingkungan, menurunkan sektor parawisata. Bahkan dampaknya beresiko bagi keslamatan orang akibat dari bom ikan seperti cacat maupun bisa menyebabkan kematian. Bahkan membawa dampak pada usaha pencarian nelayan itu sendiri sebab pengeboman membuat nelayan yang sedang memancing/mencari ikan akan sulit mendapatkannya.</p> <p>Kata Kunci : pengeboman ikan, desa tumbak</p> Kurnia Elokhim Julio Goni Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55775 Mon, 13 May 2024 00:00:00 +0800 PENERAPAN ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55777 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan dari asas <em>ultimum remedium</em> dalam regulasi perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, serta memberikan pengkajian terkait asas ini dalam konteks perundang-undangan dan untuk mengetahui dan mengkaji kedudukan dari asas <em>ultimum remedium</em> dalam proses penyelesaian kasus sengketa pidana lingkungan hidup dibidang permasalahan kehutanan yang ada di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Penegakan hukum pidana dalam perusakan hutan tetap memperhatikan asas <em>ultimum remedium </em>sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administratif dan/atau hukum perdata sudah tidak layak lagi untuk diberikan atau dikenakan. Pemberian sanksi diutamakan pada pemberian sanksi administratif atau sanksi perdata. Apabila sanksi administrasi dan sanksi perdata belum mencukupi untuk mencapai tujuan memulihkan kembali keseimbangan di dalam masyarakat, maka pemberian sanksi pidana baru dapat dipertimbangkan sebagai senjata terakhir atau <em>Ultimum Remedium</em>. 2. Dalam hal pelanggaran terkait permasalahan pengrusakan hutan sering kali tanpa disadari maupun disengaja dapat berakibat buruk pada lingkungan hidup dan bahkan lebih parahnya lagi dapat membahayakan kehidupan dan jiwa manusia, maka dipandang perlu perbuatan tersebut dikenakan sanksi yg lebih, tidak hanya sekedar dari sanksi administrasi. Ultimum remidium disini bukan hanya sebagai upaya preventif yang bertujuan memperkuat hukum administrasi saja.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>asas ultimum remedium, perusakan hutan</em></p> Putri Maria Bernadette Wuisan Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55777 Mon, 13 May 2024 00:00:00 +0800 Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55779 <p>Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui Pengaturan BPD dalam Peraturan Daerah dan Untuk mengetahui Fungsi BPD dalam&nbsp; Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa pada Tata Pemerintahan jelas diatur secara signifikan pada Undang-undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa yang mana secara hierarki eraturan perundang-undangan berada dalam Peraturan Kabupaten dan kota, namun pada penyelenggaraan peraturan perundnag-undangan, yang mana hal tersebut melalui proses Panjang pada perumusannya. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut mengatur bahwa Badan Permusyawaratan Desa berada pada posisi legislative pada tatanan pemerintahan desa yang berfungsi untuk menjadi perumus, pengawas serta budgeting pada penyelenggaraan Desa. 2. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam bidang aspirasi masyarakat meliputi cara Badan Permusyawaratan Desa dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Cara yang dilakukan Badan Permusyawaratan Desa dalam menampung aspirasi masyarakat adalah dengan cara membuka saran baik itu untuk pemerintah desa maupun untuk Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri, serta masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya dengan cara tertulis ataupun secara lisan pada saat ada pertemuan Badan Permusyawaratan Desa. Cara Badan Permusyawaratan Desa dalam menyalurkan aspirasi masyarakat adalah dengan menyampaikan dan membahas masalah bersama dengan pemerintahan desa pada pertemuan.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : Fungsi, BPD, Pemerintahan</p> <p>&nbsp;</p> Valery Imanuel Uway Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55779 Mon, 13 May 2024 00:00:00 +0800 KAJIAN HUKUM TERHADAP FUNGSI LURAH DI BIDANG PELAYANAN MASYARAKAT https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55782 <p>Didalam pencapaian tujuan pembangunan nasional, pemerintah merupakan alat kelengkapan negara yang mempunyai peranan penting untuk mencapai cita-cita dan tujuan negara. Sehubungan dengan itu, pemerintah harus menjalankan fungsinya dengan baik dan sinergitas antara pemerintah dengan masyarakat menjadi faktor penentu keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan suatu bangsa. Seperti halnya tujuan pembangunan yang tercantum dalam pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 alinea IV yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdasukan kehidupan bangsa, dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.</p> <p>&nbsp;</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong><em>Kata kunci : Lurah Di Bidang Pelayanan Masyarakat</em></strong></p> Rivaldo Gustaf Filipe Tairas Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55782 Mon, 13 May 2024 00:00:00 +0800 PROSEDUR PENGAJUAN IZIN CERAI OLEH APARATUR SIPIL NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55791 <p>Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui prosedur pengajuan izin cerai bagi Aparatur Sipil Negara setelah diberlakukannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan Untuk mengetahui hambatan dalam proses perceraian bagi Aparatur Sipil Negara, Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Setelah diberlakukannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara maka prosedur pengajuan izin cerai bagi Aparatur Sipil Negara mengikuti prosedur yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang dalam pasal 41 diatur secara tegas bahwa Pegawai Negeri Sipil yang melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 yang telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil yang dalam Pasal 3 ditentukan bahwa PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan terlebih dahulu dari Pejabat. Dan khusus mengenai prosedur pengajuan izin cerai bagi PNS tersebut diatur secara terperinci dalam Surat Edaran Kepala BAKN No. 48/SE/1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP No 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi PNS. Prosedur tersebut meliputi: Pegawai Negeri Sipil harus memiliki salah satu alasan yang sah untuk melakukan perceraian, mengajukan permohonan izin cerai kepada atasannya disertai berkas yang lengkap, kemudian pejabat Pembina Kepegawaian membentuk tim pemeriksa untuk melakukan klarifikasi, telaah, mediasi, pemeriksaan, validasi dan Berita Acara Pemeriksaan, dilakukan pembinaan kepegawaian oleh pejabat pembina kepegawaian, jika mediasi gagal dan telah memenuhi syarat maka pejabat pembina kepegawaian membuatkan Surat Izin Perceraian dan disahkan oleh Kepala Kantor/ Pimpinan/ atasan. 2. Hambatan dalam proses perceraian bagi Aparatur Sipil Negara adalah adanya pemahaman yang berbeda bagi pejabat Pembina kepegawaian dan penegak hukum tentang pentingnya surat izin perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian sehingga mengakibatkan penegakan hukumnya menjadi terhambat, disamping itu PNS yang bercerai itu tidak bersedia membagikan gajinya kepada mantan isterinya sehingga PNS yang bersangkutan membiarkan persoalan perceraiannya terkatung-katung sampai tiba masa pensiun. Kata Kunci : Prosedur, Cerai, Aparatur Sipil Negara&nbsp;</p> Elizabeth Theresia Wilar Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55791 Mon, 13 May 2024 00:00:00 +0800 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR AKIBAT PERAMPASAN BARANG SECARA PAKSA OLEH DEBT COLLECTOR BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM PIDANA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55874 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur akibat perampasan barang secara paksa oleh <em>debt collector </em>dan untuk mengetahui bagaimana sanksi pidana terhadap <em>debt collector</em> yang mengambil barang secara paksa barang milik debitur. Dengan menggunakan metode penelitian studi pustaka<em> (library research)</em>, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Bahwa perihal perlindungan hukum sudah menjadi kewajiban baik dari pemerintah dalam hal ini pihak Kepolisian untuk melindungi setiap subjek hukum yang ada. Sebab perlindungan hukum sangatlah dibutuhkan apabila seseorang secara haknya dirampas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Namun dalam hal pemberian perlindungan hukum terhadap subjek hukum, harus ada juga hubungan timbal balik antara pemerintah (dalam hal ini Kepolisian sebagai pemerintah) dengan subjek hukum tersebut, dimana ketika telah terjadinya tindak pidana kepada subjek hukum, maka subjek hukum harus melaporkan kepada pihak yang berwajib agar segera di proses secara hukum yang berlaku.. 2. Bahwa perihal pemberian sanksi sudah sangat jelas telah tertulis dalam KUHP. Sanksi yang diberikan kepada <em>debt collector</em> berupa sanksi yang tertulis pada pasal 10 KUHP lebih tepatnya pidana penjara. Pada prinsipnya pemberian sanksi akan dikenakan bagi siapa siapa saja yang telah terbukti melakukan tindak pidana, sesuai dengan pelanggaran serta kejahatan apa yang telah ia perbuat, dan pastinya pemberian sanksi sudah harus ada putusan dari hakim.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>perlindungan hukum debitur, debt collector</em></p> <h1>&nbsp;</h1> Andre Hiskia Mailangkay Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/55874 Mon, 27 May 2024 00:00:00 +0800