Jurnal Biomedik:JBM https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/biomedik en-US <p><strong>Penyunting menerima sumbangan tulisan yang BELUM PERNAH diterbitkan dalam media lain. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting keseragaman format istilah dan cara penulisan sesuai dengan format penulisan yang terlampir dalam jurnal ini. </strong></p><p><strong>Segala isi dan permasalahan mengenai tulisan yang yang diterbitkan dalam jurnal menjadi tanggung jawab penuh dari penulis</strong>.</p> sonnykalangi05@gmail.com (Sonny John Ruddy Kalangi) sunnypatriciawangko@gmail.com (Dr. dr. Sunny Wangko, MSi, PA(K)) Tue, 30 Apr 2024 00:00:00 +0800 OJS 3.3.0.12 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 Pengaruh Warfarin Terhadap Usus Halus https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/biomedik/article/view/53382 <p><em><strong>Abstract:</strong> The small intestine is a hollow tube structure about six to seven meters long that extends from the pyloric sphincter to the ileosecal valve. Warfarin is the most common anticoagulant drug used today. The use of warfarin may cause small intestinal bleeding. This study aims to determine the effect of warfarin on small intestinal bleeding. The research design used was a literature review conducted by collecting literature on the Pubmed and Scientdirect databases using the PICOS framework selection criteria with the keywords 'Warfarin AND Small Intestine Bleeding' to search for literature related to the topic discussed and obtained 10 literatures. After going through a process of searching and filtering literature based on inclusion and exclusion criteria, finally found 10 literature to review. The ten literature reviewed showed the effect of warfarin on the small intestine. In conclusion, the use of warfarin may cause bleeding in the small intestine.</em></p> <p><em>Keywords: warfarin; small intestine; small intestine bleeding</em></p> <p> </p> <p><strong>Abstrak: </strong>Usus halus merupakan struktur tabung berongga dengan panjang sekitar enam sampai tujuh meter yang terbentang dari sfingter pilorus sampai katup ileosekal. Warfarin merupakan obat antikoagulan yang paling umum digunakan saat ini. Penggunaan warfarin dapat menyebabkan perdarahan usus halus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh warfarin terhadap perdarahan usus halus. Desain penelitian yang digunakan yaitu studi pustaka (<em>literature review</em>) yang dilakukan dengan mengumpulkan literatur pada database Pubmed dan Scientdirect dengan menggunakan kriteria seleksi PICOS framework dengan kata kunci ‘<em>Warfarin AND Small Intestine Bleeding</em>’ untuk mencari literatur yang terkait dengan topik yang dibahas dan didapatkan 10 literatur. <strong> </strong>Setelah melalui proses pencarian dan penyaringan literatur berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi, akhirnya ditemukan 10 literatur untuk diulas. Kesepuluh literatur yang diulas menunjukan adanya pengaruh warfarin terhadap usus halus. Sebagai simpulan, penggunaan warfarin dapat menyebabkan perdarahan pada usus halus.</p> <p>Kata kunci: warfarin; usus halus; perdarahan usus halus</p> Aldi L. T. Bandaso, Djon Wongkar, Utami S. Lestari Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/biomedik/article/view/53382 Tue, 30 Apr 2024 00:00:00 +0800 Gambaran Histologi Pankreas Tikus Wistar yang Diberi Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) Setelah Diinduksi Aloksan https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/biomedik/article/view/53579 <p><strong><em>Abstract:</em></strong><em> Flavonoids, tannins and alkaloids in soursop leaf extract have antioxidant properties which can repair damage to pancreatic beta cells caused by reactive oxygen species. This research was an experimental laboratory study using Wistar rats as research samples. A total of 20 Wistar rats were injected with alloxan with a dose of 170mg/KgBW to achieve hyperglycemia. All sample were divided into four groups, with five rats in each group. Group A (negative control group) was given regular food for 14 days. Group B (positive control group) was given glibenclamide at a dose of 0.09 mg/200 gBW of mice for 14 days. Group C was the group given soursop leaf extract at a dose of 800 mg/KgBW for 14 days, and group C was the group given soursop leaf extract at a dose of 1000 mg/KgBW for 14 days. In the histological description of Wistar rats pancreas in Group C, two out of four islets of Langerhans were found to undergo atrophy, while the exocrine glands appeared normal. In the histological description of Wistar rats pancreas in Group D, one out of six islets of Langerhans was observed to undergo necrosis and amyloid degeneration. Additionally, necrosis and swelling were identified in some epithelial cells of the exocrine glands. The histological description of Wistar rats pancreas in group D was better compared to the histological description of Wistar rats in other groups. The ratio of the atrophied islets of Langerhans to the total number of islets in this group was smaller compared to the other treatment groups (one out of six). Therefore, it can be concluded that the administration of soursop leaf extract at a dose of 1000 mg/kgBW is more effective in repairing damage caused by the toxic effects of alloxan on the pancreas.</em></p> <p><em>Keywords:</em> <em>histology; pancreas; soursop leaves; alloxan</em></p> <p> </p> <p><strong>Abtrak: </strong>Kandungan flavonoid, tannin, dan alkaloid dalam ekstrak daun sirsak memiliki sifat antioksidan yang dapat memperbaiki kerusakan sel beta pankreas akibat spesies oksigen reaktif. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan tikus wistar sebagai sampel penelitian. Sebanyak 20 ekor tikus Wistar diinduksi menggunakan aloksan dengan dosis 170 mg/KgBB untuk membuat kondisi hiperglikemi kemudian dibagi ke dalam empat kelompok, dengan lima ekor tikus di setiap kelompok. Kelompok A (kontrol negatif) diberi pakan biasa selama 14 hari. Kelompok B (kontrol positif) yang diberi glibenklamid dengan dosis 0,09 mg/200 gBB tikus selama 14 hari. Kelompok C adalah kelompok yang diberikan ekstrak daun sirsak dengan dosis 800 mg/KgBB selama 14 hari, dan kelompok D merupakan kelompok yang diberikan ekstrak daun sirsak dengan dosis 1000 mg/KgBB selama 14 hari. Pada gambaran histologis pankreas tikus wistar kelompok C ditemukan dua dari empat pulau Langerhans mengalami atrofi sementara kelenjar eksokrin normal. Pada gambaran histologis pankreas tikus wistar kelompok D ditemukan satu dari enam pulau Langerhans mengalami nekrosis dan degenerasi amyloid. Ditemukan juga nekrosis dan pembengkakan pada sebagian sel epitel kelenjar eksokrin. Gambaran histologis pankreas tikus wistar kelompok D yang diberi ekstrak daun sirsak dengan dosis 1000 mg/KgBB lebih baik dibandingkan dengan gambaran histologi pankreas tikus ketiga kelompok lain. Perbandingan jumlah pulau Langerhans yang mengalami atrofi dibanding total jumlah pulau Langerhans pada kelompok ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain (satu dari enam pulau). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun sirsak dengan dosis 1000 mg/KgBB lebih baik dalam memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh efek toksik aloksan terhadap pankreas.</p> <p>Kata kunci: histologi; pankreas; daun sirsak; aloksan</p> Imanuela P. M. Ticoalu, Sonny J. R. Kalangi, Elvin C. Angmalisang Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/biomedik/article/view/53579 Tue, 30 Apr 2024 00:00:00 +0800 Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Range of Motion (ROM) Articulatio Talocruralis pada Lansia https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/biomedik/article/view/53613 <p><em><strong>Abstract:</strong> Joint Range of Motion (ROM) values indicate the flexibility of the respective joints. An increase in Body Mass Index (BMI) is one of the factors that can lead to a decrease in ROM values, consequently affecting muscle strength and joint functionality. Several studies have established a connection between increased BMI and reduced ROM, particularly in populations with obesity, where ROM tends to be more limited compared to non-obese populations. This research aims to explore the relationship between Body Mass Index (BMI) and the Range of Motion (ROM) of the articulatio talocruralis in the elderly population of Wioi Village, Minahasa Tenggara Regency. This study adopts an analytical observational approach with a cross-sectional design. The tools utilized in this research include digital scale and stature meter for BMI measurement, and goniometer for ROM measurement. The research sample was selected using simple random sampling technique. Data analysis was conducted using the Spearman correlation test. Among the 51 respondents examined, the Spearman correlation analysis revealed a significant negative relationship between BMI and Dorsiflexion (p= 0.004, r= -0.397) and Plantarflexion (p= 0.001, r= -0.435). In conclusion, there is a significant association between Body Mass Index (BMI) and the Range of Motion (ROM) of the articulatio talocruralis in the elderly population of Wioi Village, Minahasa Tenggara Regency.</em></p> <p><em>Keywords: body mass index (BMI); range of motion (ROM); articulatio talocruralis; elderly</em></p> <p> </p> <p><strong>Abstrak: </strong>Nilai ROM sendi menunjukkan fleksibilitas sendi tersebut. Peningkatan nilai IMT merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan nilai ROM menurun dan akan mempengaruhi kekuatan otot dan sendi. Beberapa penelitian menghubungkan peningkatan IMT dengan penurunan ROM dimana populasi dengan obesitas memiliki ROM yang terbatas dibandingkan dengan populasi yang tidak mengalami obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan <em>range of motion</em> (ROM) <em>articulatio talocruralis</em> pada lansia di Desa Wioi, Kab. Minahasa Tenggara. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan potong lintang (<em>cross sectional</em>). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital dan stature meter untuk mengukur IMT, dan goniometer untuk mengukur ROM. Sampel penelitian dipilih dengan teknik <em>simple random sampling</em>. Analisis data dilakukan menggunakan uji korelasi spearman. Dari 51 responden yang diteliti, analisis korelasi spearman menunjukkan adanya hubungan negatif yang bermakna antara IMT dengan Dorsofleksi (p = 0,004, r = -0.397) dan Plantarfleksi (p = 0,001, r = -0,435). Sebagai simpulan, terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Range of Motion (ROM) articulatio talocruralis pada lansia di Desa Wioi, Kab. Minahasa Tenggara.</p> <p><strong>Kata Kunci:</strong> indeks massa tubuh (IMT); range of motion (ROM); articulatio talocruralis; lansia</p> <p> </p> Gracela M. Siada, Jimmy F. Rumampuk, Fransiska Lintong Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/biomedik/article/view/53613 Tue, 30 Apr 2024 00:00:00 +0800 Gambaran Histologi Ginjal Tikus Wistar yang Diberi Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) Setelah Diinduksi Aloksan https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/biomedik/article/view/53669 <p><strong><em>Abstract:</em></strong><em> Diabetes Mellitus is a chronic and progressive disease characterized by elevated blood sugar levels accompanied by disturbances in carbohydrate, lipid, and protein metabolism. The antioxidant content in soursop leaf extract, when given in appropriate doses, can lower blood glucose levels and repair kidney damage caused by diabetes.</em> <em>This study aims to determine the histological picture of the kidneys in Wistar rats that are given soursop leaf extract after alloxan induction. This type of research is an experimental laboratory study using a simple research design (post-test only control group design). The experimental animals used were 20 Wistar rats randomly divided into 4 groups, each consisting of 5 rats with 4 treatments. These four treatments are Group A as the negative control group (alloxan 170 mg/kgBW), Group B as positive control (alloxan 170 mg/kgBW and glibenclamide 0.09 mg/200 gBW), Group C as treatment (alloxan 170 mg/kgBW and soursop leaf extract 800 mg/kgBW), Group D as treatment (alloxan 170 mg/kgBW and soursop leaf extract 1000 mg/kgBW).</em> <em>The ideal dose of administration of soursop leaf extract is 800 mg/kgBW because it has shown signs of improvement, in which regeneration of tubular epithelial cells with homogenous cytoplasm that are already binucleated are present, compared to the administration of glibenclamide. Meanwhile, a high dose of 1000 mg/kgBW gives toxic effects with histological pictures of the kidneys with tubular epithelial cells undergoing thyroidization and glomeruli undergoing hyalinization and sclerosis which manifest into chronic pyelonephritis.</em> <em> In conclusion, the histological picture of the kidneys of Wistar rats induced with alloxan with the administration of soursop leaf extract dose of 800 mg/kgBW is better in repairing kidney damage as it has shown the presence of regeneration of tubular epithelial cells with homogenous cytoplasm that are already binucleated, compared to the administration of soursop leaf extract dose of 1000 mg/kgBW.</em></p> <p><em>Keyword: </em><em>Kidney; soursop leaf extract; alloxan; histology</em></p> <p> </p> <p><strong>Abstrak: </strong>Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronis serta progresif ditandai dengan kadar gula darah yang meningkat dan disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein. Kandungan antioksidan yang terdapat pada ekstrak daun sirsak dengan dosis yang tepat, dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah dan memperbaiki kerusakan pada ginjal akibat diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histologi ginjal pada tikus wistar yang diberi ekstrak daun sirsak setelah diinduksi aloksan. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan rancangan penelitian sederhana <em>(post test only control group design). </em>Hewan coba yang digunakan adalah 20 tikus wistar yang dibagi secara acak ke dalam 4 kelompok dan masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus dengan 4 perlakuan. Empat perlakuan tersebut adalah Kelompok A yaitu kelompok kontrol negatif (aloksan 170 mg/kgBB), Kelompok B kontrol positif (aloksan 170 mg/KgBB dan glibenklamid 0,09 mg/200 gBB). Kelompok C perlakuan (aloksan 170 mg/KgBB dan ekstrak daun sirsak 800 mg/KgBB), Kelompok D perlakuan (aloksan 170 mg/KgBB dan ekstrak daun sirsak 1000 mg/KgBB). Pemberian ekstrak daun sirsak dengan dosis yang lebih baik adalah dosis 800 mg/KgBB karena sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan, dibandingkan pemberian glibenklamide karena adanya regenerasi sel epitel tubulus dengan sitoplasma yang homogen dan sudah berinti dua , sedangkan dengan dosis tinggi 1000 mg/KgBB memberikan efek toksik dengan gambaran histologi ginjal dengan sel epitel tubulus yang terjadi tiroidisasi dan glomerulus yang terjadi hialiniasasi serta sklerosis yang bermanifestasi menjadi pielonefritis kronik. Sebagai simpulan, gambaran histologi ginjal tikus wistar yang diinduksi aloksan dengan pemberian ekstrak daun sirsak dosis 800 mg/KgBB lebih baik dalam memperbaiki kerusakan ginjal karena sudah menunjukkan adanya regenerasi sel epitel tubulus dengan sitoplasma yang homogen dan sudah berinti dua, jika dibandingan dengan pemberian ekstrak daun sirsak dosis 1000 mg/KgBB.</p> <p>Kata Kunci: Ginjal; ekstrak daun sirsak; aloksan; histologi</p> Sherina L. Agow, Martha M. Kaseke, Elvin C. Angmalisang Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/biomedik/article/view/53669 Tue, 30 Apr 2024 00:00:00 +0800