MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN DALAM PERKEMBANGAN HUKUM KONTRAK
Abstract
Sejatinya, kebebasan berkontrak berpangkal pada kedudukan kedua belah pihak yang sama kuatnya, memiliki posisi tawar (bargaining position) yang sama, sehingga masing-masing pihak berkedudukan sebagai mitra kontrak. Kenyataannya tidaklah begitu, dalam pembuatan kontrak masing-masing pihak, terutama pihak yang berada dalam posisi ekonomis kuat berusaha untuk merebut dominasi atas pihak lainnya dan saling berhadapan sebagai lawan kontrak. Pihak yang posisinya lebih kuat dapat memaksakan keinginannya terhadap pihak lain demi keuntungannya sendiri, sehingga melahirkan isi dan syarat kontrak yang berat sebelah atau tidak adil. Padahal, keadilan dalam berkontrak lebih termanifestasikan apabila pertukaran kepentingan para pihak terdistribusi sesuai dengan hak dan kewajibannya secara proporsional. Karena itu, harus selalu diingat, bahwa penyusunan kontrak senantiasa bertolak dari sikap win-win attitude, yaitu suatu sikap yang dilandasi oleh itikad, bahwa kontrak itu sedapat mungkin akan menguntungkan secara timbal balik. Itulah sebabnya, pangkal tolak dari setiap kontrak sebenarnya adalah itiked baik, sekalipun dalam penyusunannya boleh saja melibatkan taktik dan strategi.2Dalam perkembangannya, penerapan kebebasan berkontrak mengalami pembatasan-pembatasan, terutama terhadap akibat negative yang ditimbulkan yaitu ketidakadilan dalam berkontrak.Dengan otoritas yang dimilikinya, Negara melalui peraturan perundang-undangan maupun oleh putusan pengadilan memberi pembatasan terhadap penerapan asas kebebasan berkontrak. Hukum kontrak berkembang menjadi lebih publik dengan mengubah nuansa kepentingan privat menjadi kepentingan masyarakat. Dapat dicermati menyusutnya elemen-elemen hukum privat dan sebaliknya bertambahnya elemen-elemen hukum public. Akibat nyata dari perkembangan ini adalah berkurangnya kebebasan individu.3 Namun seperti juga dikatakan oleh Friedman, kebebasan berkontrak masih dianggap aspek yang essensial dari kebebasan individu, tetapi tidak lagi mempunyai nilai absolut seperti satu abad lalu (Freedom of contract is still regarded as an essential aspect of individual freedom, but is has no longer the absolute value attributed to it a century a go). KUHPerdata pasal 1321 menyebutkan 3 (tiga) alasan untuk pembatalan perjanjian yaitu :
- Kekhilafan/kesesatan (dwaling) yo pasal 1322 KUHPerdata.
- Paksaan (dwang), yo pasal 1323, 1324, 1325, 1326 dan 1327 KUHPerdata.
- Penipuan (bedrog) yo pasal 1328 KUHPerdata.