JURNAL HUKUM UNSRAT https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jurnalhukumunsrat Universitas Sam Ratulangi en-US JURNAL HUKUM UNSRAT KONFLIK KEPULAUAN NATUNA ANTARA INDONESIA DENGAN CHINA (SUATU KAJIAN YURIDIS) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jurnalhukumunsrat/article/view/18589 <p>Indonesia merupakan salah satu Negara yang terancam dirugikan karena aksi China menggambarkan Sembilan titik wilayah baru kepulauan Natuna, Propinsi Kepulauan Riau. Jika dilihat sekilas, perairan kaya gas itu terkesan masuk wilayah kedaulatan China. Ditinjau dari aspek yuridis, penanganan pulau-pulau kecil terluar masih memerlukan perangkat perundang-undangan yang memadai dalam rangka mempertahankan dan memberdayakannya. Peninjauan berbagai peraturan perundang-undangan seperti UU, PP, Kepres, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penanganan batas dan perbatasan Negara baik wilayah darat maupun batas laut kiranya menjadi hal yang mendesak.</p><p><strong>Kata Kunci</strong> : Konflik, Indonesia dan Cina</p> Butje Tampi Copyright (c) 2018 JURNAL HUKUM UNSRAT 2018-01-04 2018-01-04 23 10 PROSES PENYALURAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PADA BANK SYARI’AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERBANKAN DI INDONESIA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jurnalhukumunsrat/article/view/18590 <p>Sebenarnya sistem perbankan dalam ekonomi Islam didasarkan pada konsep pembagian baik keuntungan maupun kerugian. Prinsip yang umum adalah siapa yang ingin mendapatkan hasil dari tabungannya, harus juga bersedia mengambil resiko. Bank akan membagi juga kerugian perusahaan jika mereka menginginkan perolehan hasil dari modal mereka.<br />Ditegaskan bahwa kepemilikan Bank Perkreditan Rakyat dan BPRS oleh badan hukum yang bersangkutan, yang merupakan penjumlahan dari modal disetor. Cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum Perseroan Terbatas perusahaan daerah; atau penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana cadangan dan sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum koperasi.</p><p><strong>Kata Kunci</strong> : Kredit, Bank dan Syariah</p> Deasy Soeikromo Copyright (c) 2018 JURNAL HUKUM UNSRAT 2018-01-04 2018-01-04 23 10 KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAYANAN PERSERTIFIKASIAN TANAH MELALUI PROGRAM LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKAT TANAH (LARASITA) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jurnalhukumunsrat/article/view/18591 <p>Bentuk pelayanan sertifikasi tanah melalui Program Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah atau LARASITA merupakan bentuk pelayanan yang diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI kabupaten/kota berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI No. 18 Tahun 2009 Tentang LARASITA. Program LARASITA bersifat mobile (mobile faont office) dan mobil dilengkapi peralatan teknologi dan komunikasi yang terhubung pada kantor BPN setempat, juga mobil digunakan untuk kegiatan penyuluhan pertanahan, menerima pengaduan dan lainnya yang secara langsung dilayani oleh petugas dari kantor pertanahan. Kepastian Hukum Terhadap Pelayanan Sertifikasi Tanah Melalui Program Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah (LARASITA), landasan hukumnya selain UUD Tahun 1945 yaitu: “mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, juga dijabarkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menyatakan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat”. Juga diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sebagai peraturan dasar, dimana UUPA memerlukan peraturan-peraturan pendukung lainnya seperti Perpres RI No. 63 tahun 2013; Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala BPN No. 2 Tahun 2015 tentang standar Pelayanan dan Pengaturan Agraria Tata Ruang dan Pertanahan dalam Kegiatan Penanaman Modal.</p><p><strong>Kata Kunci</strong> : Pelayanan, Tanah dan Sertifikat.</p> Eman Chrisna Aldiro Rampi Copyright (c) 2018 JURNAL HUKUM UNSRAT 2018-01-04 2018-01-04 23 10 PEMBENTUKAN LEMBAGA HAKIM KOMISARIS DALAM UPAYA MEREFORMASI HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG NO 8 TAHUN 1981 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jurnalhukumunsrat/article/view/18592 <p>Latar belakang pemikiran adanya hakim komisaris sebagai Lembaga Hakim Pemeriksaan Pendahuluan adalah pengaruh perkembangan zaman, serta diratifikasinya ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) oleh Indonesia, maka perlindungan terhadap hak asasi warga negara (dalam hal ini tersangka/terdakwa) menjadi prioritas utama negara dalam upaya menegakan hukumnya melalui aparat penegak hukum. Mengingat fungsi fundamental dari Hukum Acara Pidana itu sendiri yaitu mencari kebenaran materiil, maka dirasa Hakim Pemeriksaan Pendahuluan sebagai suatu lembaga baru yang dimunculkan dalam RUU KUHAP merupakan suatu terobosan baru untuk menjaga Due Process of Law agar tetap mampu berjalan sesuai dengan harapan. Hal ini juga diharapkan nantinya tidak terjadi orang yang tidak bersalah tapi dijatuhi pidana dengan tidak mengesampingkan kepentingan korban.</p><p><strong>Kata Kunci</strong> : Hakim Komisaris, Hukum Pidana dan Undang undang.</p> Rifaldi Jesaya Maringka Copyright (c) 2018 JURNAL HUKUM UNSRAT 2018-01-04 2018-01-04 23 10 PENERAPAN ASAS KEKHUSUSAN SISTEMATIS SEBAGAI LIMITASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ADMINISTRASI https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jurnalhukumunsrat/article/view/18593 <p>Kedudukan asas kekhususan sistematis (systematische specialiteit) saat ini hanya terdapat di dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang bunyinya sebagai berikut: “Setiap orang yang melanggar ketentuan Undangundang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini”. Asas tersebut merupakan pengembangan dari asas lex specialis derogat legi generali yang terdapat pada Pasal 63 ayat (2) KUHP dimana diberlakukan penerapan Undang-Undang yang 'lebih khusus dari yang khusus” dalam proses penegakan hukum. Tidak adanya batasan yang jelas atas asas kekhususan sistematis telah menimbulkan grey area yang mengakibatkan perdebatan narasi antara hukum pidana korupsi dan hukum pidana administrasi karena adanya multi-interpretasi. Ketiadaan asas kekhususan sistematis di dalam produk administrative penal law di bidang perbankan mengakibatkan praktik tindak pidana di dalam perbankan diidentikan sebagai tindak pidana korupsi.</p><p><strong>Kata Kunci</strong> : Asas Kekhususan, hukum pidana dan Hukum pidana administrasi</p> Marchelino Christian Nathaniel Mewengkang Copyright (c) 2018 JURNAL HUKUM UNSRAT 2018-01-04 2018-01-04 23 10