LEX CRIMEN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana.<br />Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat. en-US fransmaramis@unsrat.ac.id (Frans Maramis) fransmaramis@unsrat.ac.id (Frans Maramis) Wed, 20 Nov 2024 12:03:54 +0800 OJS 3.3.0.12 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN BERAT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANTG PERLINDUNGAN SAKSI https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59102 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana proses perlindungan hukum terhadap saksi dan bagaimana perlindungan hukum terhadap saksi dalam tindak pidana penganiyaan berat menurut undang undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Perlindungan hukum terhadap saksi merupakan aspek krusial dalam sistem peradilan pidana. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa saksi dapat memberikan kesaksian secara jujur tanpa adanya rasa takut atau ancaman. Perlindungan ini mendukung terciptanya proses peradilan yang adil dan transparan, serta menghindari pengaruh negatif terhadap hasil peradilan. Di Indonesia, perlindungan hukum terhadap saksi diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-undang ini memberikan kerangka hukum yang jelas untuk melindungi saksi dan korban, termasuk hak-hak mereka dan mekanisme perlindungan yang tersedia. Proses perlindungan dimulai dengan pengajuan permohonan perlindungan oleh saksi atau pihak berwenang kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK kemudian melakukan evaluasi terhadap permohonan tersebut, memberikan perlindungan yang sesuai (seperti perlindungan fisik, anonimitas, atau dukungan psikologis), dan memantau efektivitas perlindungan yang diberikan. 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 memberikan dasar hukum yang kuat untuk perlindungan saksi dan korban di Indonesia, termasuk dalam kasus tindak pidana penganiayaan berat. Undang-undang ini menetapkan berbagai hak bagi saksi, termasuk hak untuk mendapatkan perlindungan fisik, psikologis, dan administratif, serta memastikan keamanan dan kenyamanan saksi dalam proses peradilan. Undang-undang ini mengatur mekanisme perlindungan yang meliputi, Perlindungan Fisik, Perlindungan Anonimitas, Perlindungan Psikologis dan Kompensasi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa, Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap saksi sering menghadapi berbagai tantangan, termasuk, Keterbatasan Sumber Daya, Kurangnya Sosialisasi, ancaman terhadap saksi dan lainnya.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>Perlindungan Saksi, dan Tindak Pidana Penganiayaan Berat.</p> Suriani Tumba’ Uwa Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59102 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PENETAPAN SANKSI YANG SETIMPAL UNTUK PENADAHAN DENGAN NILAI BARANG (STUDI KASUS PUTUSAN PT BANDA ACEH NO. 367/PID/2023/PT BNA) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59103 <p>Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan penadahan dan penadahan ringan dalam KUHP serta tindak pidana ringan dalam KUHAP dan bagaimana penerapan pemidanaan yang setimpal berkenaan dengan penadahan dengan nilai barang tidak mahal menurut putusan PT Banda Aceh No.: 367/Pid/2023/PT BNA. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penadahan ringan (Pasal 482 KUHP), merupakan bentuk khusus yang diperingan dari penadahan,&nbsp; jika kejahatan dari mana barang tersebut diperoleh adalah Pasal 364 (pencurian ringan), Pasal 373 (penggelapan ringan), atau&nbsp; Pasal 379 (penipuan ringan), yang nilai barangnya, setelah perubahan dengan Perma Nomor 02 Tahun 2012, adalah tidak lebih dari Rp2.500.000,00; sedangkan tindak pidana ringan merupakan tindak pidana yang diperiksa dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan (Pasal 205 – 210 KUHAP), yaitu perkara yang menurut Perma Nomor 02 Tahun 2012 mencakup pencurian, penggelapan, penipuan dan penadahan yang nilai barang atau uang tidak lebih dari Rp2.500.000,00. 2. Penerapan pemidanaan yang setimpal berkenaan dengan penadahan dengan nilai barang tidak mahal menurut putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No.: 367/Pid/2023/PT BNA, yaitu hukuman harus sesuai atau setimpal dengan kesalahan dan juga dengan tujuan untuk memberikan pelajaran kepada terdakwa agar menyadari kesalahan yang dilakukannya tersebut, sehingga seboleh-bolehnya pidana penjara dihindari dengan mengenakan pidana percobaan/bersyarat.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>:&nbsp; Penetapan Sanksi, Setimpal, &nbsp;Penadahan, Nilai Barang</p> Rahmita Umar Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59103 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU KEKERASAN ANAK “BULLYING” YANG DILAKUKAN OLEH ANAK https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59106 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui&nbsp;&nbsp; dan&nbsp; memahami&nbsp;&nbsp; bagaimana&nbsp;&nbsp; aturan&nbsp;&nbsp; hukum&nbsp;&nbsp; yang mengatur&nbsp; tindak&nbsp; pidana&nbsp; yang dilakukan anak dibawah umur dan untuk mengetahui dan memahami bagaimana penegakan hukum terhadap anak dibawah umur pelaku tindak pidana kekerasan <em>bullying</em>. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Aturan hukum yang diberlakukan bagi pelaku perundungan atau <em>bullying</em> terhadap anak secara nasional telah memperoleh dasar pijakan yuridis di antaranya, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional serta Pasal 21 sampai 25 Perubahan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2.&nbsp; Penegakan hukum terhadap Pelaku&nbsp;&nbsp; perundungan atau Bullying yang dilakukan oleh anak dibawah umur dapat dijerat dalam pasal-pasal KUHP maupun dalam Undang-Undang ITE, namun bentuk penindakan dan peradilan agak berbeda dengan orang dewasa.&nbsp; Penerapan konsep diversi merupakan bentuk peradilan formal yang ada selama ini lebih mengutamakan usaha memberikan perlindungan bagi anak dari tindakan pemenjaraan, perlindungan anak dengan kebijakan diversi dapat dilakukan di semua tingkat peradilan mulai dari masyarakat dengan melakukan pencegahan. pelanggaran sudah terlanjur ditangkap oleh polisi dalam setiap pemeriksaan peradilan untuk dapat melakukan diversi dalam bentuk menghentikan pemeriksaan.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>bullying, pelaku oleh anak</em></p> <h1>&nbsp;</h1> Enggelina Watania Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59106 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 EFEKTIVITAS UPAYA PAKSA (DWANG MIDDELEN) DALAM PELAKSANAAN SISTEM PERADILAN PIDANA PADA TINGKAT PENYIDIKAN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59107 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami upaya paksa dalam penyidikan merupakan cara yang efektif dan untuk mengetahui dan kualitas peran penyidik dalam pelaksanaan upaya paksa. Dengan menggunakan metode penelitian Hukum Empiris atau Sosiologis, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Upaya paksa diterima secara umum, tapi tetap dibatasi oleh hukum. Meskipun demikian, seringkali dalam praktiknya terjadi pelanggaran terhadap aturan yang ada. Meski tujuannya adalah untuk menjaga hak tersangka, penggunaan upaya paksa harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak disalahgunakan oleh penyidik dan tetap mengedepankan nilai keadilan. Pengawasan terhadap upaya paksa bertujuan utama untuk melindungi hak asasi manusia dari penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Salah satu bentuk pengawasan horizontal yang diakomodasi oleh KUHAP adalah lembaga praperadilan. 2. Makna upaya paksa oleh penyidik dalam hukum acara pidana Indonesia adalah memberikan kepastian hukum kepada aparat penegak hukum, terutama penyidik. Ini memungkinkan mereka untuk mencari dan mengumpulkan bukti, termasuk tindakan seperti menyita barang dan menahan warga negara. Penyidik juga bertanggung jawab untuk mencegah pelanggaran dalam segala aspek dalam penyidikan, namun, kewenangan penyidik tidak boleh menghalangi segala perlindungan yang merupakan hak.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>upaya paksa, pelaksanaan sistem peradilan pidana, penyidikan</em></p> Riandy Indra Swingly Sendow Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59107 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK DENGAN DIVERSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59108 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui<br>bagaimana perlindungan hukum terhadap anak<br>berdasarkan sistem diversi Undang-Undang No.11<br>Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana<br>Anak dan untuk mengetahui bagaimana<br>pelaksanaan penegakan hukum terhadap anak<br>melalui diversi berdasarkan Undang-Undang<br>No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan<br>Pidana Anak. Dengan menggunakan metode<br>penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan<br>yaitu: 1. Sistem diversi dalam Undang-Undang<br>No.11 Tahun 2012 berfungsi sebagai sarana<br>perlindungan hukum terhadap anak yang<br>berhadapan dengan hukum. Diversi bertujuan<br>untuk menghindarkan anak dari proses peradilan<br>pidana yang dapat merugikan perkembangan<br>psikologis dan sosial mereka. Dalam hal ini,<br>diversi memberikan alternatif penyelesaian<br>melalui mediasi, konseling atau bentuk<br>penyelesaian lainnya yang lebih mengedepankan<br>rehabilitasi daripada hukuman dengan<br>memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan<br>mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan<br>dari proses peradilan pidana. 2. Pelaksanaan<br>penegakan hukum terhadap anak melalui diversi<br>merupakan langkah yang penting dalam sistem<br>peradilan pidana anak di Indonesia. Berdasarkan<br>Undang-Undang No.11 Tahun 2012, diversi<br>dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak,<br>seperti penyidik, penuntut umum, pengadilan dan<br>lembaga sosial, untuk mencari solusi yang lebih<br>tepat bagi anak seperti, mediasi, konseling atau<br>program pembinaan. Meskipun demikian,<br>implementasi diversi masih menghadapi berbagai<br>tantangan, termasuk kurangnya pemahaman<br>masyarakat dan aparat hukum tentang pentingnya<br>diversi, serta terbatasnya fasilitas yang<br>mendukung terhadap pelaksanaan diversi.<br>Kata Kunci : perlindungan hukum bagi anak,<br>diversi</p> Holymey Angelique Desire Lapod Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59108 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN PADA PENYANDANG DISABILITAS DITINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59109 <p>Penyandang disabilitas merupakan salah satu kelompok rentan dalam masyarakat yang seringkali menghadapi diskriminasi dan pelanggaran terhadap hak-hak asasi mereka, termasuk menjadi korban tindak pidana penganiayaan. Penganiayaan terhadap penyandang disabilitas semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini tercermin dari peningkatan pemberitaan mengenai kasus-kasus penganiayaan penyandang disabilitas yang semakin banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penganiayaan pada penyandang disabilitas dan untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan pada penyandang disabilitas. Dengan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa meskipun telah tersedia kerangka perlindungan hukum yang komprehensif bagi penyandang disabilitas dari tindak penganiayaan, namun dalam praktiknya masih ditemui berbagai kendala implementasi yang disebabkan oleh stigma sosial dan keterbatasan pemahaman di kalangan penegak hukum.</p> <p><strong>Kata Kunci : </strong>Penyandang Disabilitas, Tindak Pidana Penganiayaan, Penegakan Hukum, Hak Asasi Manusia.</p> Novena Rosari Mechtildis Limpulus Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59109 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PERKEMBANGAN PENGATURAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA (KAJIAN HUKUM TENTANG CYBER CRIME) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59171 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum atas pelaksanaan alat bukti elektronik dalam kaitannya dengan penyelesaian kasus di Pengadilan dan untuk dapat mengetahui mengenai Pengaturan Hukum Tentang Alat Bukti Elektronik dalam Hukum Acara Pidana. Dengan menggunakan metode penelitian studi pustaka<em> (library research)</em>, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Di dalam undang-undang khusus telah ditentukan, bahwa bukti elektronik dapat digunakan untuk pembuktian perkara pidana, baik di tingkat penyidikan, penuntutan maupun pengadilan. alat bukti yang dikumpulkan oleh penyidik harus dapat diterima oleh pengadilan. Dalam konteks kerja sama internasional persyaratan dapat diterimanya suatu alat bukti digital (informasi dan dokumen elektronik) harus diperhatikan oleh pembentuk peraturan perundang-undangan dan aparat penegak hukum suatu negara. 2. Dalam undang-undang pidana khusus, alat bukti elektronik dirumuskan secara tegas dan mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah. Namun demikian, dalam perundang-undangan pidana yang mengatur alat bukti elektronik tersebut terdapat perbedaan kebijakan mengenai status alat bukti digital atau alat bukti elektronik, yaitu dalam perundang-undangan yang satu alat bukti elektronik diakui sebagai perluasan alat bukti petunjuk, sedangkan dalam perundang-undangan yang lain diakui sebagai sebagai alat bukti yang berdiri sendiri</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>alat bukti elektronik, hukum acara pidana</em></p> Daniel David Julio Lakada Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59171 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PERLINDUNGAN HUKUM KETIKA TERJADI PENGHAPUSAN PENCATATAN SAHAM (DELISTING) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59173 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami mengenai aturan hukum tentang Delisting dan untuk mengetahui dan memahami Perlindungan hukum untuk Investor yang terkena Delisting. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu :</p> <ol> <li>Pengaturan pengahapusan efek (delisting) di dalam pasar modal secara khusus tidak terdapat dalam satu peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur. Peraturan mengenai delisting merujuk pada Peraturan Bursa Efek Indonesia Nomor I-1 tentang Penghapusan Pencatatan Saham (<em>delisting</em>) dan Pencatatan Kembali <em>(relisting)</em> saham di Bursa.</li> <li>Perlindungan hukum bagi investor menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum bersifat preventif ditunjukkan dari ketentuan -ketentuan yang mengharuskan pembinaan, edukasi serta pengawasan dari otoritas bursa dan pengawas, sedangkan perlindungan hukum bersifat represif adanya penerapan sanksi berupa sanksi administratif sebagai ultimum remedium bagi para pihak yang melanggar aturan hukum dalam regulasi pasar modal.</li> </ol> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>perlindungan hukum, investor, delisting</em></p> <h1>&nbsp;</h1> Michael Elia Jura Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59173 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 AKIBAT HUKUM PERKAWINAN POLIGAMI BERDASARKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59174 <p>Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui aturan perkawinan menurut hukum yang berlaku di negara republik indonesia dan untuk mengetahui akibat hukum perkawinan poligami berdasarkan kompilasi hukum islam. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. &nbsp;Hukum perkawinan di Indonesia mengatur berbagai aspek perkawinan, mulai dari syarat sah perkawinan, hak dan kewajiban suami istri, aturan poligami, hingga perceraian. Dengan adanya aturan ini, diharapkan dapat tercipta kepastian hukum, keadilan, dan kesejahteraan dalam kehidupan keluarga. 2. Adapun akibat hukum yang timbulkan dari perkawinan di bawah tangan, antara lain adalah : (1) Suami istri tersebut tidak mempunyai akta nikah sebagai bukti mereka telah menikah secara sah menurut hukum, (2) Anak-anak tidak dapat memperoleh akta kelahiran dari ayah yang berwenang karena untuk mendapatkan akta kelahiran itu diperlukan akta nikah dari orang tuanya, (3) Anak-anak tidak dapat mewarisi harta orang tuanya karena tidak ada bukti autentik yang menyatakan mereka sebagai ahli waris orang tuanya, (4) Tidak memperoleh hak-hak lainnya dalam pelaksanaan administrasi negara yang mesti harus dipenuhi sebagai bukti diri.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>poligami, kompilasi hukum islam</em></p> Reybi Christos Makapele Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59174 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN DALAM HUTAN LINDUNG MEGAWATI SOEKARNO PUTRI DI RATATOTOK https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59178 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum terhadap pelaku tindak pidana pertambangan tanpa izin menurut UU No.3 tahun 2020 dan untuk mengetahui apa yang menjadi akibat dari pertambangan emas tanpa izin. Dengan menggunakan metode penelitian normatif empiris, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Hukum dari tindak pidana Pertambangan emas tanpa izin di hutan lindung megawati soekarno putri di ratatotok, diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara tentang ketentuan pidana, yaitu: Pasal 158 “setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)”. 2. Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Undang-Undang PPLH) juga mengatur mengenai larangan pertambangan emas tanpa izin (PETI). Pasal Undang-Undang PPLH menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk melindungi wilayah negara kesatuan republik indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia, serta menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>pertambangan emas tanpa izin, hutan lindung megawati soekarno putri di ratatotok</em></p> Mutiara Putri Mamahit Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59178 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PARTAI POLITIK YANG MENERIMA UANG HASIL KORUPSI https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59179 <p>Penelitian ini membahas pertanggungjawaban pidana bagi partai politik yang menerima uang hasil tindak pidana korupsi. Fenomena ini menjadi perhatian serius karena partai politik memiliki peran strategis dalam sistem demokrasi, sehingga keterlibatan mereka dalam kejahatan korupsi dapat merusak integritas dan kepercayaan publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang relevan, seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Hasil kajian menunjukkan bahwa partai politik dapat dimintai pertanggungjawaban pidana melalui konsep pertanggungjawaban korporasi, mengingat partai politik termasuk subjek hukum yang diakui. Namun, penerapan pertanggungjawaban ini masih menghadapi kendala, seperti kurangnya pengaturan teknis dan tantangan pembuktian dalam proses peradilan. Penelitian ini merekomendasikan penguatan regulasi dan mekanisme pengawasan terhadap aliran dana partai politik untuk mencegah penerimaan uang hasil korupsi dan mendukung penegakan hukum yang efektif.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>Par</em><em>t</em><em>ai Poli</em><em>t</em><em>ik, korupsi, Tindak Pidana Korporasi</em></p> Musfirah Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59179 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TANGGUNG JAWAB PELATIH OLAH RAGA BELA DIRI ATAS KEALPAAN MENGAKIBATKAN KEMATIAN DALAM PELATIHAN (KAJIAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 221 K/PID/2023) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59180 <p>Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan Pasal 359 KUHP tentang kealpaan mengakibatkan kematian dan bagaimana tanggung jawab pelatih olah raga bela diri menurut putusan MA Nomor 221 K/Pid/2023. Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan Pasal 359 KUHP adalah sebagai perbuatan seseorang yang karena salahnya (dalam arti kealpaan) menjadi sebab orang lain mati, di mana tindak pidana ini mencakup aneka ragam peristiwa yang pada pelaku ada unsur kesalahan berupa kealpaan (Lat.: <em>culpa</em>) dan unsur akibat berupa orang lain mati. 2. Tanggung jawab pelatih olah raga bela diri menurut putusan MA Nomor 221 K/Pid/2023, tanggal 22 Pebruari 2023, adalah bahwa pelatih olah raga bela diri tetap memiliki tanggung jawab pidana dalam pelatihan di mana pelatih menggunakan kekerasan terhadap peserta latihan yang menjadi sebab kematian peserta latihan.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>: Tanggung Jawab, Pelatih Olah Raga Bela Diri, Kealpaan, Kematian Dalam Pelatihan.</p> Lisa Aisa Lusiana Posumah Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59180 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINDAKAN MERINTANGI ATAU MENGGANGGU KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2020 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59182 <p>Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindakan merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dan bagaimana pengenaan pidana menurut peraturan perundang-undangan pertambangan mineral dan batubara. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan Pasal 162 Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara sampai dengan perubahan terakhir oleh&nbsp; Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yaitu merupakan tindak pidana dengan unsur-unsur: Setiap Orang; Yang merintangi atau mengganggu; Kegiatan usaha pertambangan; &nbsp;Dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat. 2. Pengenaan pidana dari Pasal 162 Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara dan perubahan-perubahannya, antara lain dalam putusan kasus yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 1270 K/Pid.Sus/2023, Tanggal 13 April 2023, menunjukkan pengadilan menjatuhkan pidana yang relatif ringan, yaitu pidana denda, dikarenakan terdakwa hanya &nbsp;merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan di mana terdakwa tidak melakukan pengrusakan terhadap barang atau gedung perusahaan usaha pertambangan.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>: Tindakan Merintangi Mengganggu, Kegiatan Usaha Pertambangan, &nbsp;Peraturan Perundang-Undangan</p> Gratia Ester Wior Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59182 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINDAK PIDANA PEMAKSAAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG KEKERASAN SEKSUAL https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59185 <p>&nbsp;</p> <p>Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pemaksaan perkawinan menurut Pasal 10 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku pemaksaan perkawinan menurut&nbsp; Peraturan Perundang-undangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah dilakukan perluasan pengertian mencakup pemaksaan perkawinan yang meliputi: Perkawinan Anak; Pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau Pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan. 2. Sanksi Pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual memiliki ketentuan khusus (<em>lex specialis</em>) berkenaan dengan adanya dua pidana pokok yang diancamkan (pidana penjara dan/atau pidana denda), di mana hakim dapat menjatuhkan dua pidana pokok itu secara alternatif atau kumulatif. Hal ini berbeda dengan sistem KUHP di mana jika ada dua atau lebih pidana pokok yang diancamkan, hakim hanya dapat memilih (alternatif) salah satu dari pidana pokok itu untuk dijatuhkan/dikenakan.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>:&nbsp; Tindak Pidana, Pemaksaan Perkawinan, Kekerasan Seksual</p> Vicharistie Michella Pasya Gawina Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59185 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI YANG DIWARISKAN KEPADA ANAK YANG BELUM DEWASA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2019 (STUDI KASUS DI DESA TAWAANG TIMUR KAB. MINAHASA SELATAN) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59187 <p>&nbsp;</p> <p>&nbsp;Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pembagian harta gono-gini yang diwariskan kepada anak yang belum dewasa, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Studi kasus ini dilakukan di Desa Tawaang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan, dengan fokus pada praktik pembagian harta gono-gini dan implikasinya terhadap hak anak. Metode pennelitian yurids normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun undang-undang memberikan perlindungan terhadap hak anak, praktik pembagian harta gono-gini di lapangan masih dipengaruhi oleh norma sosial dan budaya setempat. Terdapat tantangan dalam memastikan keadilan dan kesetaraan bagi anak yang belum dewasa, termasuk isu terkait pengelolaan harta dan pengawasan terhadap perwakilan hak anak. Temuan ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan dan peningkatan pemahaman masyarakat tentang hak-hak anak dalam konteks warisan.</p> <p>&nbsp;Kata Kunci : <em>tinjauan yuridis, harta gono-gini, warisan</em></p> Winny Christin Cherry Sigar Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59187 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polisi Yang Melakukan Pemerasan Dengan Kekerasan Terhadap Pedagang Hasil Bumi https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59188 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan kode etik kepolisian terhadap oknum polisi yang melakukan pemerasan dengan kekerasan terhadap pedagang hasil bumi dan untuk memahami penegakan hukum kepada oknum polisi yang melakukan pemerasan dengan kekerasan terhadap pedagang hasil bumi Menurut Pasal 368 KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Oknum Polisi Yang Melakukan Pemerasan Dengan Kekerasan Terhadap Pedagang Hasil Bumi Menurut Kode etik Polri harus dilakukan dengan tegas sesuai dengan Kode Etik Profesi Polri dan hukum pidana. Menurut Pasal 7 huruf b Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, polisi yang terlibat dalam tindak pemerasan melanggar prinsip integritas dan profesionalitas. Tindakan ini mencederai citra institusi dan kepercayaan masyarakat terhadap Polri. 2. Penegakan Hukum Kepada Oknum Polisi Yang Melakukan Pemerasan Dengan Kekerasan Terhadap Pedagang Hasil Bumi menurut Hukum Pidana Yang Berlaku Dari sisi hukum pidana, tindakan pemerasan dengan kekerasan masuk dalam kategori tindak pidana sesuai dengan Pasal 368 KUHP. Pemerasan dengan kekerasan merupakan tindak pidana yang dapat dijatuhi hukuman penjara hingga sembilan tahun. Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal ini menyatakan bahwa anggota Polri tunduk pada kekuasaan peradilan umum, sehingga Polisi sebagai aparat penegak hukum, seharusnya menjadi contoh dalam menaati hukum, bukan justru menjadi pelaku kejahatan.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>oknum polisi, pemerasan dengan kekerasan</em></p> Jeremi Genard Johanes Ngangi Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59188 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA MALPRAKTIK KEDOKTERAN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59189 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui &nbsp;bentuk perlindungan hukum terhadap korban malpraktik kedokteran dan untuk&nbsp; mengetahui&nbsp; bentuk pelaksanaan perlindungan hukum terhadap korban malpraktik kedokteran. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Peraturan perlindungan hukum yang diberikan kepada korban terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pihak medis (Dokter) Malpraktik belum diatur secara khusus oleh peraturan perundang-undangan, namun jika dilihat dari sudut pandang hukum secara keseluruhan maka, beberapa peraturan perundang-undangan sangat terkait dengan tindak pidana ini yaitu KUHP, Undang-Undang No. 17 tahun 20023 tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 36 tahun 2014 Tentang tenaga kesehatan, Undang-undang Nomor 20 tahun 2013 tentang pendidikan kedokteran dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya termasuk pula Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor: 434/Men.Kes/SK/X/l993 tentang Pengesahan dan pemberlakuan Kode Etik Kedokteran Indonesia. 2. Perlindungan hukum terhadap pasien korban malpraktik di Indonesia dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan perlindungan melalui pemberian sanksi dari segi perdata, pidana maupun administrasi yang dipertanggung jawabkan terhadap dokter yang bersangkutan.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>perlindungan hukum, korban tindak pidana malpraktik kedokteran</em></p> Gilbert Sanajaya Tambajong Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59189 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN HUKUM TERHADAP UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGATASI ANAK-ANAK TERLANTAR https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59191 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebijakan hukum pemerintah dalam mengatasi anak-anak terlantar dan bagaimana penerapan kebijakan hukum pemerintah dalam mengatasi anak-anak terlantar. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Setiap anak berhak atas pemenuhan hak dan kewajibannya. Negara menjamin hak dan kewajiban setiap warga negaranya sesuai dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Pemerintah dalam hal penjaminan hak setiap Anak Indonesia yang sebagai Masa depan bangsa ini kedepan, dengan mengeluarkan berbagai macam Peraturan Perundang-undangan untuk memberikan Kepastian Hukum terhadap seluruh Anak Indonesia. Pemerintah juga menyediakan lembaga dan instansi yang khususnya melindungi anak, diantaranya KPAI, LPSK, Dinas Sosial dan lain sebagainya. 2. Perlindungan Hukum terhadap Anak Jalanan merupakan salah satu Tanggung jawab Negara dengan langkah Melaksanakan Realisasi terhadap aturan yang telah diberlakukan di Indonesia dengan cara, penjaminan akan keberlangsungan hidup Anak Jalanan/Terlantar melalui pemberian sarana dan prasarana terhadap lembaga perlindungan anak, mulai dari Pendidikan, Kesehatan, Kesejahteraan Sosial serta Edukasi yang menjadi stimulus pendorong bagi setiap Anak di Indonesia.</p> <p>Kata Kunci : <em>Upaya Pemerintah, Kebijakan Hukum, Anak-Anak Terlantar.</em></p> Yestika Paruntu Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59191 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PERANAN HUKUM ADAT ATAS TANAH KALAKERAN YANG TELAH MENJADI TANAH PASINI https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59192 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum terhadap hak atas Tanah Ulayat di Indonesia dan untuk mengetahui bagaimana&nbsp; peran hukum adat atas tanah Kalakeran yang telah menjadi tanah Pasini. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: &nbsp;1. Pengaturan&nbsp;&nbsp; dan&nbsp;&nbsp; pendaftaran&nbsp;&nbsp; hak&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; atas&nbsp;&nbsp;&nbsp; tanah&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; menurut&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; UUPA,&nbsp; sebagai&nbsp; hubungan yang&nbsp;&nbsp;&nbsp; tidak&nbsp;&nbsp;&nbsp; dapat&nbsp;&nbsp;&nbsp; dipisahkan&nbsp;&nbsp;&nbsp; antara manusia&nbsp; dan&nbsp; tanah&nbsp; (dari&nbsp; hidup&nbsp; sampai mati),&nbsp;&nbsp;&nbsp; sesuai&nbsp;&nbsp;&nbsp; dengan&nbsp;&nbsp;&nbsp; perkembangan sosial,&nbsp;&nbsp;&nbsp; budaya,&nbsp;&nbsp;&nbsp; politik&nbsp;&nbsp;&nbsp; dan&nbsp;&nbsp;&nbsp; ekonomi. Pengaturan tentang hak atas tanah diatur dalam UUPA, ini sebagai perwujudan atas dasar&nbsp;&nbsp;&nbsp; ketentuan&nbsp;&nbsp;&nbsp; pasal&nbsp;&nbsp;&nbsp; 33&nbsp;&nbsp;&nbsp; (3)&nbsp;&nbsp;&nbsp; UUD 1945.Adapun pendaftaran hak atas tanah sebagai dasar penyusunan UUPA menuju kemakmuran, kebahagiaan, keadilan memberi kepastian hukum sebagai jaminan hak atas tanah, sebagai kewajiban bagi pemerintah&nbsp; pelayanan kepada masyarakat (rakyat). &nbsp;2.&nbsp;&nbsp; Tanah <em>kalakeran </em>desa /negeri dan tanah <em>kalakeran </em>keluarga/famili yang masih ada sekarang, tetap dipertahankan sebagai tanah adat, sebab tanah <em>kalakeran </em>desa/negerikegunaannya sangat bermanfaat sebagai pengikat kesatuan desa terutama dalam aspek pelestarian nitai-nilai budaya. Sedangkan tanah <em>kalakeran </em>keluarga/famili berperan sebagai pengikat kesatuan keluarga dan bermanfaat dalam rneningkatkan taraf ekonomi keluarga. Perlunya peraturan tertulis yang mengatur secara khusus mengenai pemanfaatan tanah <em>kalakeran </em>desa/negeri dan tanah <em>kalakeran </em>keluarga/famili oleh Pemerintah Daerah terutama sejak diberlakukannya Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.&nbsp;</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>hukum adatm tanah kalakeran, tanah pasini</em></p> Cristhi Aecika Kontra Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59192 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 JUDICIAL LIABILITY DALAM RUANG LINGKUP PERADILAN INDONESIA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59193 <p>&nbsp;</p> <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana pengaturan jabatan Hakim dalam ruang lingkup peradilan di Indonesia dan bagaimana mekanisme penerapan konsep <em>judicial liability</em> dalam ruang lingkup peradilan di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pengaturan mengenai jabatan hakim diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, Pasal 3 ayat (1) dan (2), dan Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada hakikatnya menekankan bahwa terdapat sebuah asas kebebasan hakim yang melekat pada jabatan hakim dalam melaksanakan kewenangannya. Meskipun hakim terikat pada asas tersebut, hakim tidak dapat berbuat sewenang-wenang karena dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menghendaki adanya pertanggungjawaban hakim atas putusan yang dikeluarkan. 2. Penerapan <em>judicial liability </em>di Indonesia dilakukan dengan cara memberikan kewenangan tersebut kepada Komisi Yudisial selaku lembaga yang memiliki tugas dan kewenangan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dan adapun hakim dapat dimintai pertanggungjawaban secara materil apabila terbukti melanggar hukum yang berlaku yang berakibat pada ketidakobjektifan pengambilan putusan, mengabaikan alat bukti yang dihadirkan yang pada kenyataan itu merupakan sebuah fakta, dan menyangkal setiap pembelaan yang diberikan oleh terdakwa yang merupakan sebuah kebenaran.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong><em>Judicial Liability </em>dan Peradilan Indonesia</p> Vanessa Syalomitha Poli Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59193 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERJUDIAN DALAM BALAP LIAR https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59234 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan yang berlaku bagi pelaku perjudian dalam liar dan untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana yang berlaku bagi pelaku perjudian yang terjadi dalam balap liar. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: &nbsp;1. Belum ada pengaturan secara khusus mengenai perjudian dalam balap liar. Meskipun demikian, mengenai perjudian dalam balap liar secara umum telah diatur dalam perundang-undangan. Sehingga jika terjadi kasus perjudian balap liar, penegak hukum dapat melakukan tindakan menertibkan para pelaku, dan mengumpulkan barang bukti seperti <em>handphone</em>, motor dan barang bukti lainnya yang ada di tempat terjadinya tindakan perjudian dalam balap liar. Para aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan <em>handphone</em> yang disita untuk melihat siapa dalang dari perjudian&nbsp;tersebut, dan menyelidiki para pelaku. 2. Pertanggungjawaban pidana tindakan perjudian dalam balap liar adalah yang menyelenggarakan, mengorganisir, dan turut serta dalam kegiatan tersebut. Sanksi pidana perjudian yang tercantum dalam Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan sanksi tambahan yang tercantum pada Pasal 303bis, serta pada Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sanksi yang diberikan terhadap pelaku balap liat dapat dilihat pada pasal 297 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>penegakan hukum, judi, balap liar</em></p> Ananda Putri Felicia Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59234 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINJAUN HUKUM MENGENAI JAMINAN PERBANKAN ATAS KONTRAK LETTER OF CREDIT DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59236 <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaturan mengenai jaminan pembayaran dengan menggunakan Letter of Credit atas kontrak bisnis internasional dan untuk mengetahui akibat hukum penyalahgunaan Latter of Credit dalam transaksi perdagangan internasional. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat<a name="_Toc133767291"></a><a name="_Toc135655178"></a><a name="_Toc135655354"></a>: 1. Pengaturan L/C secara khusus diatur dalam International Chamber of Commerce Uniform Customs and Practice For Documentary Credit (UCP 600) yang menggantikan (UCP 500) yang berisikan seperangkat aturan khusus L/C seperti L/C wajib diterima melalui bank Devisa dalam negeri. Menurut UCP 500-600 dalam pelaksanaan L/C wajib melalui tahap-tahap seperti adanya kesepakatan antara importir dan eksportir, pemeriksaan dan evaluasi dokumen L/C, pengiriman barang, dan pelunasan L/C. Dalam dokumen L/C wajib untuk memuat hal-hal penting yaitu nama dan alamat importir, nama dan alamat eksportir, tanggal pengajuan dokumen, tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo L/C dan pencantuman pernyataan umum tunduk pada syarat Bank untuk penerbitan L/C. Penerbitan L/C hal melalui tahap pengaturan ini agar supaya pelaksanaan transaksi perdagangan internasional dapat berjalan dengan baik. 2. Dalam hal terjadi tindakan kejahatan dokumen L/C dapat menyangkut hukum pidana juga hukum perdata. Pada dasarnya dalam L/C menyangkut perjanjian antara pihak yang terlibat tetapi seringkali pelanggaran yang dilakukan dalam L/C menyangkut tindak pidana seperti penipuan dan pemalsuan. Maka dapat dilihat dari dua perspektif hukum perdata dan pidana. Masing-masing memiliki akibat hukum yang dapat dibelakukan seperti sanksi penjara ataupun sanksi denda dan membayar ganti rugi. &nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>Letter of Credit, Perdagangan Internasional, jaminan pembayaran</em></p> Jehezkiel Mario George Lolindu Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59236 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PERMASALAHAN DAN REGULASI MENGENAI PRAKTIK PENAGIHAN UTANG OLEH DEBT COLLECTOR https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59237 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan perbuatan <em>Debt collector</em> dalam pengambilan barang secara paksa terhadap debitut dan untuk mengetahui bagaimana ketentuan terhadap penggunaan jasa <em>debt collector </em>di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian normatif empiris, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Perbuatan <em>debt collector </em>yang melakukan pengambilan barang secara kepada konsumen karena adanya keterlambatan pembayaran dari tanggal waktu yang telah dilakukan ini, maka <em>debt collector </em>dapat dikenakan Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pencurian dan <em>debt collector </em>dapat dikenakan pasal lainnya yang diatur 98 dalam KUHP apabila melakukan perbuatan melawan hukum lainnya yang dapat merugikan konsumen. 2. Aturan penggunaan jasa pihak ketiga (<em>debt collector</em>) di Indonesia diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan menggunakan kartu, namun untuk melakukan hal ini, terdapat sejumlah ketentuan yang dapat dilihat pada Ketentuan butir VII.D angka 4 Surat Edaran tersebut, yang menyebutkan bahwa dalam bekerja sama dengan perusahaan penyedia jasa penagihan Kartu Kredit, Penerbit APMK wajib memperhatikan dan memenuhi ketentuan yang berlaku dan.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>praktik penagihan utang, debt collector</em></p> Henrivile Willy Boham Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59237 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN TERHADAP PEMBERIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59241 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa serta memahami prosedur dan tata cara pembebanan jaminan fidusia khususnya terhadap kredit kendaraan bermotor dan untuk mengkaji serta memahami implikasi hukum terhadap jaminan fidusia yang tidak didaftarkan sebagai bagian dari proses kredit pembiayaan kendaraan bermotor. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pasal 5 ayat (1) UU No. 42 Tahun 1999 menjelaskan bahwa Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris, yang nantinya menjadi akta jaminan fidusia, Kemudian tahap selanjutnya setelah terbitnya Akta Jaminan Fidusia adalah mendaftarkannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia sesuai dengan Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 2. Suatu akta perjanjian fidusia yang tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia tidak akan memiliki kekuatan eksekutorial sehingga pihak kreditur atau pembiaya kendaraan bermotor dalam hal ini tidak mempunyai kedudukan dan kekuatan untuk melakukan parate eksekusi jika di kemudian hari debitur melakukan wanprestasi atau cidera janji. Putusan Mahkamah Konstitusi dalam putusan <em>Judicial Review</em> tahun 2019 dan tahun 2021 berkaitan dengan Parate Eksekusi jaminan fidusia menegaskan bahwa Perjanjian Fidusia yang tidak mencantumkan klausul cidera janji dalam perjanjian fidusia tidak serta merta melakukan parate eksekusi namun harus menempuh putusan Pengadilan Negeri yang <em>inckracht</em> untuk melakukan eksekusi sekalipun Akta tersebut telah didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia, hal ini memberikan keseimbangan bagi para pihak dalam kedudukannya masing-masing sebagai kreditur dan debitur.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : <em>jaminan fidusia, tidak didaftarkan</em></p> Rivaldy Raymond Mandagi Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59241 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENJUALAN TANAH TANPA PERSETUJUAN AHLI WARIS (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 1/Pdt.G/2023/PN Mgn) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59242 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum tentang jual beli tanah yang sah di dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan putusan terhadap perkara warisan berdasarkan putusan pengadilan negeri melonguane. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Berdasarkan hasil penelitian untuk penyelesaian sengketa dalam penjualan tanah tanpa persetujuan dari ahli waris harus memiliki pengaturan yang telah di tetapkan dalam KUHPerdata Pasal 1471. Berdasarkan dalam pasal ini menjelaskan bahwa ada perlindungan hukum bagi penggugat sebagai ahli waris berhak untuk mendapt izin atas penjualan tanah warisan. Dan sangat terlihat bahwa tergugat melakukan perbuatan melawan hukum karena menjual tanah warisan tanpa pesetujuan ahli waris yaitu yang bertentangan dengan pasal 1471 KUHPerdata. 2. Pertimbangan hakim dalam memutuskan putusan Nomor 1/Pdt.G/2023/PN Mgn telah sesuai dengan unsur keadilan, karena majelis hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan bukti-bukti yang ditunjukkan penggugat maupun tergugat. Pertimbangan hakim dalam menyelesaikan masalah sengketa penjualan tanah antara penggugat dan tergugat dikabulkan untuk sebagian dan menolak untuk selain dan selebihnya, karena tergugat tidak mampu membuktikan dalil gugatannya bahwa objek sengketa adalah harta peninggalan Robert Arimau yang belum dibagi waris, sementara penggugat telah mampu membuktikan objek sengketa merupakan miliknya yang diperoleh dari orang tuanya.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>penjualan tanah tanpa persetujuan ahli waris</em></p> Daniel Diwandi Pangalo Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59242 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN YURIDIS MASA JABATAN KETUA PARTAI POLITIK DI INDONESIA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59244 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana pengaturan tentang masa jabatan ketua partai politik di Indonesia dan bagaimana implementasi masa jabatan ketua partai politik di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik pada dasarnya tidak mengatur tentang pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik karena oleh undang-undang pengaturannya diserahkan kepada partai untuk di atur dalam AD/ART masing-masing. Namun meskipun demikian, oleh undang-undang tetap mengamanatkan bahwa dalam menjalankan sebuah partai politik harus tetap memegang prinsip-prinsip demokrasi sebagai ciri dari suatu negara hukum. 2. Implementasi pengaturan masa jabatan ketua umum partai dalam AD/ART partai politik pada dasarnya menghasilkan 2 (dua) jenis pengaturan yang berbeda yaitu, masa jabatan selama 5 (lima) tahun tanpa adanya batasan periode, dan masa jabatan selama (5) tahaun dengan batas maksimal 2 (dua) periode. Tidak adanya pembatasan masa periode ini berdampak pada kuatnya kedudukan seorang ketua umum partai yang menghasilkan sebuah praktik yang buruk dalam negara demokrasi seperti personalisasi partai, politik dinasti, hingga berdampak buruk pada tujuan dari kaderisasi atau rekrutmen anggota partai.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>Masa Jabatan, Ketua Partai Politik dan Partai Politik</p> <p><strong>&nbsp;</strong></p> Feilin C. P. Kaparang Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59244 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PENERAPAN BUKTI FORENSIK DALAM UPAYA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59246 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami aturan hukum mengenai bukti forensik dalam upaya pembuktian tindak pidana dan bagaimana penerapan hukum atas bukti forensik dalam upaya pembuktian tindak pidana, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat disimpulkan yaitu: 1. Pengaturan hukum bukti forensik dalam upaya pembuktian tindak pidana belum tercantum secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), namun bukti forensik tetap diakui melalui keterangan ahli, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Keterangan ahli forensik, seperti analisis DNA, balistik dan atau toksikologi menjadi instrument penting dalam proses pembuktian pada persidangan, sehingga memberikan dasar ilmiah untuk membantu hakim membuat keputusan yang tepat. Maraknya kasus kejahatan dengan tingkat kompleksitas yang semakin tinggi di Indonesia, seperti kejahatan siber, kekerasan seksual dan atau tindak pidana korupsi. Menuntut sistem peradilan untuk menggunakan metode pembuktian yang lebih akurat dan dapat diandalkan. Bukti forensik yang melibatkan analisis ilmiah terhadap barang bukti fisik, menjadi semakin penting dalam konteks ini karena mampu menawarkan objektivitas yang sering kali tidak dapat diberikan oleh alat bukti konversional seperti keterangan saksi atau pengakuan terdakwa. 2. Penerapan hukum atas bukti forensik dalam upaya pembuktian tindak pidana memainkan peran yang sangat penting dan esensial dalam sistem pembuktian tindak pidana di Indonesia. Bukti forensik mampu memberikan kejelasan ilmiah atas peristiwa yang terjadi, khususnya dalam mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi dalam kasus-kasus dengan kompleksitas tinggi, seperti kasus pembunuhan berencana, bunuh diri dan atau kasus-kasus kejahatan lainnya.</p> <p>&nbsp;Kata Kunci : Bukti Forensik, Pembuktian Tindak Pidana</p> Cahyanabilla Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59246 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMIDANAAN PENDANA TERORISME BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2013 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59248 <p>Penelitian ini bertujuan untuk dapat memahami pengaturan pemidanaan pendanaan teorisme di Indonesia dan untuk memahami bagaimana bentuk tanggung jawab pidana dari pelaku tindak pidana pendanaan terorisme berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme berfungsi sebagai kerangka hukum yang esensial. Pengaturan pemidanaan bagi pelaku pendanaan terorisme di Indonesia bertujuan untuk memutus aliran dana yang mendukung aksi teror, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme serta Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Selain itu, sanksi administratif berupa denda hingga pembekuan aset dapat dijatuhkan jika terdeteksi dana yang terkait aktivitas terorisme. Melalui kerja sama nasional dan internasional, serta prosedur hukum yang transparan, upaya ini dijalankan untuk memastikan kepastian hukum dan menegakkan keadilan dalam pemberantasan pendanaan terorisme. 2. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pendanaan terorisme, berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013, bertujuan untuk memberikan efek jera melalui sanksi pidana berat, baik terhadap perorangan maupun korporasi yang terlibat. Undang-undang ini mengatur ancaman pidana penjara hingga 20 tahun atau seumur hidup, serta denda maksimal hingga Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi individu, dan denda hingga Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) serta sanksi tambahan lainnya bagi korporasi.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>pemidanaan pendana terorisme</em></p> Vincent Amadeus Kontu Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59248 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PENGGUNA NARKOBA BERDASARKAN PASAL 54 UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59249 <p>&nbsp;</p> <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami regulasi mengenai rehabilitasi terhadap pengguna narkotika di Indonesia dan untuk mengetahui dan memahami implementasi terhadap wajib rehabilitasi medis dan sosial menurut pasal 54 UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi untuk rehabilitasi pengguna narkotika sebagai respon untuk memberantas penyalahgunaan narkotika. Diantaranya yaitu Konvensi PBB dan Undang-undang. 2. Pada implementasinya terdiri dari : 1) Pelaksanaan Rehabilitasi, 2) Bentuk-bentuk rehabilitasi yang membahas tentang rehabilitasi medis dan sosial serta tujuannya. 3) Lembaga-lembaga rehabilitasi antara lain, BNN, rumah sakit ketergantungan obat&nbsp; dan rumah sakit jiwa, 4) Hambatan dalam Pelaksanaan, meliputi ke efektifitas rehab yang masih kurang dibuktikan dengan adanya Relapse. Serta jangkauan lembaga rehabilitasi di Indonesia belum merata.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>pelaksanaan rehabilitasi pengguna narkoba, narkotika</em></p> Nathanael Kifly Iroth Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59249 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 KEWAJIBAN SEBAGAI SAKSI ATAU AHLI DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT PASAL 35 DAN PASAL 36 UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59260 <p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewajiban sebagai saksi atau ahli dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Dalam konteks hukum, saksi dan ahli memiliki peranan penting dalam proses peradilan yang berkaitan dengan korupsi, terutama dalam memberikan keterangan yang dapat mendukung pengungkapan fakta dan keadilan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif, mengkaji berbagai literatur hukum dan praktik di lapangan. Hasilnya menunjukkan bahwa kewajiban untuk memberikan kesaksian dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum, namun juga dihadapkan pada tantangan, seperti ketakutan akan reprisal dan perlunya perlindungan bagi saksi. Temuan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem hukum dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : <em>kewajiban, saksi atau ahli, tindak pidana korupsi</em></p> Stifanus Joy Patric Pangerapan Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59260 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 HUBUNGAN KERJA DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA NO 6 TAHUN 2023 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59263 <p>Sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi Hubungan Kerja Di Indonesia, maka peraturan perundang-undangan di atur lebih lanjut guna mengikuti perkembangan dalam tatanan masyarakat. Menurut Pasal 1 No 15 Undang-Undang Cipta Kerja hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja atau buruh berdasaran perjanjian kerja. Hubungan kerja mempunyai beberapa unsur yaitu Perintah, Pekerja dan adanya upah. Akibat hukum merupakan sumber lainnya hak dan kewajiban bagi subyek-subyek hukum yang bersangkutan. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhirssn hbbungan kerja yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan.</p> <p><strong>Kata Kunci : </strong>Cipta Kerja, Hubungan Kerja</p> Karel Hein Tampone Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59263 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 IMPLEMENTASI GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT) DI PENGADILAN NEGERI MANADO https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59268 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang prosedur berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 dan untuk mengetahui tentang implementasi gugatan sederhana (<em>small claim court</em>) di pengadilan negeri Manado. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Penyelesaian perkara perkara melalui gugatan sederhana di Pengadilan Negeri Manado sangat membantu masyarakat untuk menyelesaikan perkaranya dengan cara sederhana, cepat, dan biaya ringan. Perma No. 2 Tahun 2015 dan Perma No. 4 Tahun 2019 menjadi terobosan baru dan mengisi kekosongan hukum untuk menyelesaikan perkara-perkara sederhana yang sebelumnya diselesaikan secara biasa. Gugatan sederhana bersifat limitative mengartikan jika salah satu syarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi maka perkara tersebut tidak dapat diselesaikan melalui gugatan sederhana. 2. Ketua Mahkamah Agung perlu mengeluarkan aturan khusus yang mengikat tentang pelaksanaan hasil putusan gugatan sederhana yang tidak tercantum pada Perma No. 2 Tahun 2015 dan Perma No. 4 Tahun 2019. Penyebarluasan Perma No. 2 Tahun 2015 dan Perma No. 4 tahun 2029 kepada semua pihak, baik aparatur penegak hukum maupun masyarakat secara menyeluruh perlu ditingkatkan. Agar masyarakat luas mengetahui adanya sistem dan tata cara penyelesaian perkara-perkara yang lebih sederhana, cepat terselesaiakan, dan biaya lebih ringan daripada proses peradilan biasa terhadap permasalahan-permasalahan hukum keperdataan khususnya klasifikasi wanprestasi.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>small claim court, pengadilan negeri manado</em></p> Pinkan Syerina Mumek Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59268 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU KAMPANYE HITAM PADA PEMILIHAN UMUM MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM KONTEKS PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI PEMILIHAN UMUM https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59269 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kriteria mengenai kampanye hitam di media sosial dan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelaku kampanye hitam pada pemilihan umum melalui media sosial. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: &nbsp;1. Kriteria dalam kampanye hitam meliputi, penyebaran informasi palsu dan fitnah, pencemaran nama baik, penggunaan anonimitas dan pasukan siber, serangan yang tidak relevan dan menghasut atau mengadu domba. Kampanye hitam sangatlah merugikan peserta kandidat politik dan juga masyarakat, namun kampanye hitam ada dampak menguntungkan bagi masyarakat, karena apabila berita yang disebarkan tersebut mempunyai bukti yang kuat maka peserta kandidat poitik itu akan dicoret dan dihapus dalam daftar calon tetap (DCT).&nbsp; Kampanye hitam di Indonesia tidak diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Pemilu, tetapi dilarang oleh peraturan perundangundangan. Misalnya, Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum melarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau peserta pemilu lainnya. 2.&nbsp; Penegakan hukum terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana kampanye hitam (<em>black campaign</em>) maka akan mendapatkan sanksi dengan aturan yang berlaku, Bawaslu berperan aktif dalam penegakan hukum tersebut. Ketika yang melakukannya adalah peserta, penyelenggara, dan tim kampanye maka Bawaslu akan menanganinya bersama Gakkumdu. Namun ketika yang melakukannya adalah masyarakat biasa, bukan bagian</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>kampanye hitam, media sosial</em></p> Citra Monalisa Wowor Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59269 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PENYALAGUNAAN TABUNG GAS LIQUEFIED PETROLEUM GAS 3 KG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59273 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum terhdap penyalagunaan tabung Gas Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 Kg di masyarakat berdasarkan Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan untuk mengetahui sanksi hukum dalam mencegas dan mengurangi penyalagunaan di masyarakat. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Undang- Undang nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi adalah undang-undang yang menjadi dasar hukum sampai sekarang, dalam undang-undang ini sangat jelas tentang Pengaturan Kegiatan Usaha Migas mulai dari kegiataan eksplorasi/eksploitasi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau niaga telah diatur oleh Pemerintah. Pada undang-undang ini juga mengatur tentang ketentuan Pidana serta hukumannya terhadap pelaku tindak pidana, seperti Pidana Penjara dan Pidana Denda sesuai bentuk perbuatan pidana yang dilakukan. Melalui analisis ini, diharapkan dapat diidentifikasi peraturan yang mengatur penggunaan tabung gas LPG 3 kg, sanksi yang dikenakan terhadap pelanggar, serta kebijakan yang dapat diterapkan untuk mengurangi penyalahgunaan tabung gas tersebut. 2.&nbsp; Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku penyalahgunaan BBM Bersubsidi akan ditindak tegas, dengan pidana penjara paling lama (6) enam tahun dan dipidana denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,00 (enam puluh miliyar rupiah).</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>penyalagunaan tabung gas liquefied petroleum gas 3 kg</em></p> Gracia Montolalu Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59273 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2022 NEGARA INDONESIA DENGAN FEDERAL ACT ON DATA PROTECTION NEGARA SWITZERLAND https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59277 <p>Penelitian ini bertujuan agar dapat mengetahui bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap data pribadi antara Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Negara Indonesia dan <em>Federal Act on Data Protection </em>Negara Switzerland beserta perbandingan atasnya sesuai substansi-substansi yang disoroti untuk dibandingkan. Metode penelitian yang digunakan penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum (<em>comparative approach</em>) dan metode pendekatan perundang-undangan (<em>statute approach</em>). Atas korelasi tersebut terdapat pula suatu inferensi yang terkonklusi bahwasannya: 1. UU PDP dan <em>FADP</em> berasal dari determinasi historikal atas urgensi PDP dalam sektoral secara domestik dan transnasional. UU PDP secara preliminer sudah cukup memuat nilai-nilai dasar perlindungan hukum atas data pribadi berdasarkan perspektifnya meskipun belum ada ketentuan prosedural atasnya dan masih diwacanakan akan hadir dalam progresnya sebagai RPP atau Rancangan Peraturan Pemerintah. Di sisi lain <em>FADP</em> sendiri adalah peraturan yang secara prominen memberlakukan regulasi PDP yang komprehensif yang lebih terperinci dibandingkan dengan UU PDP. Kedua peraturan tersebut punya tendensi reglemen PDP yang serupa meskipun keduanya punya ragam corak hukum masing-masing. 2. Bisa dikonklusikan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan baik UU PDP dan <em>FADP</em> didasari dari tilikan substansi-substansi perbandingan yang diselaraskan. <em>FADP</em> punya inferensi peraturan yang lebih terperinci, tegas dan terarah dibandingkan UU PDP. Selain itu, <em>FADP</em> lebih pragmatis dibandingkan UU PDP yang relatif lebih preliminer. Untuk mekanisme sanksi sendiri, <em>FADP</em> lebih sedikit namun tetap tegas dan terarah dibandingkan UU PDP yang beragam namun masih mengandung frasa yang dinilai bisa memuncakkan potensi kriminalisasi secara eksesif khususnya dalam ketentuan sanksi atasnya. Untuk otoritas pengawas dan selarasnya, di Indonesia sendiri belum ada dan cenderung ketentuannya masih merujuk ke Peraturan Pemerintah sedangkan di Switzerland sudah ada baik lembaga maupun ketentuannya.</p> <p><strong>&nbsp;</strong></p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: Perbandingan, Pelindungan Data Pribadi, <em>Federal Act on Data Protection</em>.</p> <p><em>&nbsp;</em></p> Vincensius Manua Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59277 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 KAJIAN HUKUM PENGAKUAN NEGARA PALESTINA DAN IMPLIKASINYA PADA HUBUNGAN INTERNASIONAL https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59300 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengakuan negara Palestina dan implikasinya pada hubungan internasional, ditarik kesimpulan, yaitu: 1.&nbsp;&nbsp; Bahwa konflik antara Palestina dan Israel tetap menjadi sumber ketegangan yang berkelanjutan di tingkat internasional. Berbagai upaya mediasi dan negosiasi belum mampu mencapai penyelesaian yang berkelanjutan dan damai, dan konflik tersebut tetap mempengaruhi stabilitas di wilayah Timur Tengah, 2.&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Bahwa solusi jangka panjang yang memadai untuk konflik Palestina-Israel memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait, termasuk lembaga-lembaga internasional dan negara-negara di seluruh dunia. Pendekatan yang inklusif, didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional dan hak asasi manusia, mungkin merupakan langkah penting menuju penyelesaian yang adil dan berkelanjutan.</p> <p>Kata Kunci: Pengakuan Negara Palestina, Implikasi, Hubungan Internasional</p> Nikita Majesty Kalengkongan Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59300 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN FISIK OLEH ORANG TUA ANGKAT BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59301 <p>bagamaina perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban kekerasan fisik oleh orang tua angkat dan untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap orang tua angkat yang melakukan kekerasan fisik. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Masyarakat dan orangtua harus lebih menaati peraturan hukum perlindungan yang ada karena peraturan yang berlaku tersebut tidak memandang siapapun orang yang melakukan termasuk orang tua kandung, tiri, angkat, maupun dalam silsilah kekeluargaan harus menaati setiap aturan yang sudah ada. 2. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Orang Tua Angkat Yang Melakukan Kekerasan Fisik bisa berupa pidana penjara, denda, atau pidana lain sesuai dengan ketentuan dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) serta Undang-Undang Perlindungan Anak. Penerapan sanksi adalah langkah yang diperlukan untuk melindungi hak-hak anak, menegakkan hukum, dan memberikan efek jera bagi pelaku serta melindungi anak dari tindak kekerasan. Sanksi tersebut harus disertai dengan program rehabilitasi dan pendidikan agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya, serta dengan pendekatan yang mendukung pemulihan anak korban kekerasan.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>anak korban kekerasan fisik, orang tua angkat</em></p> Cindy Christania Nelwan Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59301 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN HUKUMAN MATI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA BAGI WARGANEGARA ASING DI INDONESIA (STUDI KASUS BALI NINE) https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59302 <p>&nbsp;</p> <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan hukuman mati pelaku tindak pidana narkotika bagi warganegara asing di Indonesia dan untuk mengetahui dan memahami aturan hukum pelaku tindak pidana narkotika bagi warga negara asing di Indonesia Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Aturan hukum tentang hukuman mati bagi warga negara asing yang menyalahgunakan narkotika secara jelas dan tegas tercantum dalam aturan hukum di Indonesia meskipun bertentangan HAM. Hukuman mati pada intinya dapat dilaksanakan karena dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan yang membahayakan publik. Penerapan hukuman mati diharapkan oleh pemerintah Indonesia dapat mengurangi jumlah para pengedar narkoba sehingga angka pengguna narkoba di Indonesia dapat diturunkan.&nbsp; 2. Pemberian hukuman mati bagi Pelaku tindak pidana narkoba termasuk Bandar Narkotika merupakan salah satu bentuk keseriusan negara terhadap penanganan kasus narkotika di Indonesia.Implementasinya bukan hanya dalam bentuk produk hukum saja akan tetapi juga dalam hukum-hukum tersebut seperti nampak dalam berbagai kasus pidana mati yang dijatuhkan oleh negara. meskipun Pidana mati yang masih diberlakukan Pemerintah Indonesia menimbulkan perdebatan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk negara lain yang warga negaranya dipidana mati .</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>pelaksanaan hukuman mati, pelaku tindak pidana narkotika, warganegara asing</em></p> Violeta Meisya Kurang Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59302 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG MENCEMARI LINGKUNGAN DAN MENGAKIBATKAN POLUSI UDARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59303 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum terkait penggunaan kendaraan bermotor yang mencemari lingkungan menurut UU No 32 Tahun 2009 dan untuk mengetahui peran pemerintah dalam penegakkan hukum terhadap penggunaan kendaraan bermotor yang menyebabkan polusi udara. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: &nbsp;1. Hukum Materiil juga dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur penanganan polusi udara melalui beberapa ketentuan.&nbsp;Pasal 98&nbsp;menetapkan sanksi pidana bagi pelanggar, dengan hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal 15 miliar rupiah jika pencemaran mengakibatkan luka&nbsp;atau&nbsp;kematian dengan UU ini juga menekankan perlunya pengawasan dan penegakan hukum yang tegas terhadap aktivitas yang merusak lingkungan, serta mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang efektif dalam pengendalian&nbsp;polusi&nbsp;udara. 2. Peran pemerintah dalam penegakan hukum terhadap penggunaan kendaraan bermotor yang mencemari lingkungan sangat krusial, terutama dalam konteks Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua kendaraan memenuhi standar emisi dan keselamatan yang&nbsp;ditetapkan.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>kendaraan bermotor,&nbsp; polusi udara</em></p> Jeremia Marcelino Lambonan Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59303 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 ANALISIS YURIDIS PENJUALAN PRODUK OBAT TRIHEX JENIS OBAT KERAS SECARA ILEGAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2023 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59304 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara yuridis pengaturan hukum tentang penjualan obat keras Trihex secara ilegal berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan untuk mengkaji penerapan sanksi hukum terhadap pelaku penjualan obat keras secara ilegal menurut ketentuan hukum yang berlaku. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan hukum mengenai sediaan farmasi yang ilegal pada Undang-Undang Kesehatan yang baru diatur dalam Pasal 138 Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), dan Pasal 143 Ayat (1). Pengaturan sanksi pidana terhadap pengedar sediaan farmasi yang ilegal diatur dalam Pasal 435 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. 2. Penerapan sanksi pidana di dalam Pasal 435 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengalami perubahan yang sangat signifikan, yaitu sebelumnya pidana penjara paling lama sepuluh tahun menjadi dua belas tahun, dan pidana denda paling banyak satu miliar rupiah berubah menjadi lima miliar rupiah.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>penjualan produk obat trihex, secara ilegal </em></p> I Gede Timothy B. Permadhi Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59304 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN YURIDIS PENGESAHAN PERKAWINAN YANG BELUM TERCATAT DI CATATAN SIPIL https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59312 <p>Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Tinjauan Yuridis Pengesahan Perkawinan yang Belum Tercatat di Catatan Sipil. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan penelitian yuridis normative, sehingga dapat disimpulkan: 1. Perkawinan yang sah perkawinan yang diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan; 2. Perkawinan yang tidak resmi atau di bawah tangan atau siri adalah perkawinan yang tidak resmi menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan tidak mempunyai kekuatan hukum.</p> <p>Kata kunci: Tinjauan Yuridis Pengesahan Perkawinan, Perkawinan yang Belum Tercatat di Catatan Sipil.</p> Alessandra Mikha Zougiraa Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59312 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PENGOPERASIAN DRONE YANG MELINTASI BATAS NEGARA LAIN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59313 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaturan hukum internasional terkait pengoperasian <em>drone</em> dan untuk mengetahui tentang penerapan hukum internasional terhadap pengoperasian <em>drone </em>bila terjadi penyalahgunaan ke negara lain. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pengaturan hukum internasional tentang pengoperasian <em>drone</em> berfokus pada keamanan, privasi, dan kedaulatan wilayah udara suatu negara. Meskipun teknologi <em>drone</em> telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, Hukum Internasional belum memiliki kepastian yang cukup untuk mengatur penggunaannya secara efektif. Oleh karena itu, negara-negara dan komunitas internasional harus terus berkontribusi dalam pengembangan prinsip-prinsip baru atau interpretasi yang lebih luas dari prinsip-prinsip eksisting untuk mengatasi tantangan teknologi ini. 2. Penerapan hukum internasional dalam pengoperasian <em>drone</em> telah menjadi tantangan yang semakin meningkat di era teknologi modern. Organisasi Internasional seperti Uni Negera-Negera (ONU) dan Organisasi Persemakmuran Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan standar dan pedoman untuk penggunaan <em>drone</em> yang aman dan bertanggung jawab. Negara-negara juga mulai menerapkan regulasi domestik yang lebih tegas terkait izin operasional, keamanan pribadi, dan perlindungan privasi. Penerapan hukum ini bertujuan untuk menghindari konflik, melindungi hak privasi individu, dan memastikan bahwa penggunaan <em>drone</em> tidak mengancam keamanan nasional atau mengganggu aktivitas penerbangan komersial.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>drone yang melintasi batas negara lain</em></p> Tonggo Natanael Sitanggang Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59313 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PENGATURAN KEWENANGAN KEPALA DAERAH TERHADAP PEMBERIAN MUTASI APARATUR SIPIL NEGARA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59314 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja yang menjadi pengaturan mutasi ASN oleh Kepala Daerah dan untuk mengetahui pelaksanaan dari pemberian mutasi bagi ASN yang dilakukan oleh Kepala Daerah. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pengaturan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah segala landasan hukum yang dapat dipergunakan dalam pelaksanaan mutasi. Pengaturan adalah kebijakan yang harus dilakasanakan dengan tujuan untuk memastikan mutasi dilakukan secara adil, transparan, dan profesional. Salah satu landasan hukumnya, yaitu&nbsp;Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi, Peraturan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia Nomor.5 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi. Setiap landasan hukumnya menegaskan penggunaan Sistem Merit, di mana mutasi harus berlandaskan kompetensi dan kebutuhan organisasi, bukan atas dasar preferensi pribadi atau tekanan politik. &nbsp;2. Berdasarkan peraturan pelaksanaan mutasi haruslah dijalankan sesuai dengan sistem merit, hal ini bertujuan agar prinsip the right man and the right place dapat terlaksana dengan baik. Tetapi pada praktek yang terjadi mutasi disalahgunakan. Mutasi yang disalahgunakan oleh kepala daerah memiliki sanksi, hal ini bertujuan agar proses pelaksanaan mutasi dapat berjalan dengan transparan dan&nbsp;peofesional.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>kewenangan kepala daerah, pemberian mutasi, aparatur sipil negara</em></p> Syaloom Novelya Caren Sindar Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59314 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN HARTA GONO-GINI PASCA TERJADI PERCERAIAN ANTARA WARGA NEGARA INDONESIA DAN WARGA NEGARA ASING https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59315 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan hukum perceraian warga negara Indonesia dan warga negara asing dan untuk mengkaji pembagian harta gono-gini akibat terjadinya perkawinan antara warga negara Indonesia dan warga negara asing. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Berdasarkan prinsip-prinsip Hukum Perdata Internasional, perubahan hukum terkait harta dalam perkawinan tidak berlaku surut. Oleh karena itu, ketika mengabulkan permohonan perjanjian kawin yang diajukan setelah perkawinan dan mengakibatkan perubahan status hukum harta perkawinan dari harta bersama menjadi pemisahan harta, hakim sebaiknya mempertimbangkan dampak hukumnya secara menyeluruh. Hal ini penting agar tidak merugikan pihak lain atau pihak ketiga di masa mendatang. 2. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa UU Perkawinan mengenal dua ragam harta dalam perkawinan yaitu, harta bersama harta yang diperoleh selama perkawinan, yang dikenal pula dengan istilah harta gono-gini, Harta bawaan masing-masing suami istri meliputi harta yang diperoleh sebelum menikah atau dalam pernikahan yang diperoleh masing-masing sebagai harta pribadi. Dengan demikian, harta gono-gini setelah bercerai wajib dibagi sama rata antara suami istri, baik yang sifatnya piutang maupun utang.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>harta gono-gini, perceraian, warga negara indonesia dan warga negara asing</em></p> Tiara Clara Britania Aliks Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59315 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 KAJIAN HUKUM GUGURNYA PERTANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN ASURANSI JIWA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59316 <p>Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap alasan yang dapat menggugurkan pertanggungan asuransi jiwa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan untuk melakukan kajian tanggung jawab hukum Penanggung terhadap tertanggung dalam klaim asuransi. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Gugurnya pertanggungan dalam perjanjian asuransi jiwa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang adalah karena KUHDagang mengatur mengenai pembatasan tanggung jawab penanggung, dimana penanggung berhak menolak klaim yang diajukan oleh tertanggung atau penerima manfaat. Perjanjian asuransi dapat batal karena dua hal, <em>pertama</em>: berakhir karena wajar, artinya perjanjian asuransi ini terjadi karena memang telah berakhirnya perjanjian tersebut, sesuai dengan waktu yang dicantumkan dalam polis. <em>Kedua: </em>perjanjian asuransi tersebut batal karena tidak wajar, artinya dalam hal tersebut perjanjian asuransi batal karena dibatalkan oleh salah satu pihak, bahkan sebelum perjanjian berakhir sesuai dengan yang telah disepakati sebelumnya dalam polis asuransi. Pembatalan mengenai perjanjian asuransi juga dapat terjadi karena adanya salah satu pihak yang tidak memenuhi syarat, bahkan melakukan kesalahan dalam bentuk kelalaian atau kesengajaan dalam melakukan perjanjian asuransi. 2. Tanggung jawab hukum penanggung terhadap tertanggung dalam klaim asuransi, atau pertanggungan adalah penanggung wajib menjamin atas kerugian yang diderita tertanggung atas peristiwa tidak pasti yang menimpa tertanggung, membayar klaim kepada tertanggung atau ahli warisnya, dan wajib membuat dan menandatangani polis serta segera meyerahkannya kepada tertanggung.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>gugurnya pertanggungan dalam perjanjian, KUHD</em></p> Yosua Immanuel Waworega Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59316 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 PERAN NAGORI DALAM PENEGAKAN DAN PELESTARIAN HUKUM ADAT DI KABUPATEN SIMALUNGUN DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETATANEGARAAN https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59317 <p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran nagori dalam penegakan dan pelestarian hukum adat di Kabupaten Simalungun dari perspektif hukum ketatanegaraan. Nagori, sebagai unit pemerintahan tradisional, memiliki tanggung jawab penting dalam menjaga dan menerapkan hukum adat yang telah diwariskan secara turun-temurun. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-normatif sebagai landasan utama dalam menganalisis Nagori berperan penegakan serta pelestarian hukum adat dan kekuatan hukumnya di Kabupaten Simalungun.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nagori memiliki peran sentral dalam mengatur kehidupan masyarakat adat melalui penegakan hukum adat yang adil dan konsisten. Selain itu, nagori berfungsi sebagai penjaga nilai-nilai tradisional dan budaya lokal, yang merupakan bagian integral dari identitas masyarakat Simalungun. Dari perspektif hukum ketatanegaraan, peran nagori ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengakui dan melindungi keberadaan hukum adat sebagai bagian dari sistem hukum nasional. &nbsp;menyimpulkan bahwa penguatan peran nagori dalam penegakan dan pelestarian hukum adat sangat penting untuk memastikan keberlanjutan budaya dan nilai-nilai lokal di tengah modernisasi dan globalisasi. Rekomendasi yang diberikan mencakup perlunya kebijakan yang mendukung keberlangsungan hukum adat dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di nagori untuk menjalankan fungsinya secara efektif.</p> <p>&nbsp;</p> <p>&nbsp;</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>Nagori Dalam Penegakan Dan Pelestarian Hukum Adat</em></p> Daniel Sinaga Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59317 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 ANALISIS PERAN LEMBAGA ADAT AMMATOA DALAM PENYELESAIAN DELIK ADAT PADA MASYARAKAT KAJANG DI KABUPATEN BULUKUMBA https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59318 <p>Penelitian ini menganalisis peran lembaga adat Ammatoa dalam menyelesaikan delik adat di masyarakat Kajang, Kabupaten Bulukumba. Lembaga adat Ammatoa memainkan peran penting dalam menjaga harmoni sosial melalui mekanisme penyelesaian konflik berbasis adat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif berupa studi dokumen untuk mengungkap cara kerja lembaga adat dalam menangani pelanggaran adat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga adat Ammatoa memiliki otoritas tinggi dalam menyelesaikan konflik adat melalui musyawarah dan penerapan sanksi adat yang bertujuan untuk memulihkan keseimbangan sosial. Temuan ini menegaskan bahwa lembaga adat Ammatoa merupakan instrumen penting dalam sistem hukum non-formal di Indonesia, khususnya dalam masyarakat adat yang masih memegang teguh tradisi mereka.&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; &nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>&nbsp;<em>Lembaga Adat, Ammatoa, Delik Adat, Masyarakat Kajang</em></p> Muh Syahrul Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59318 Sat, 09 Nov 2024 00:00:00 +0800 ANALISIS YURIDIS KEWAJIBAN BANK DALAM MEMBERIKAN DOKUMEN PELUNASAN KEPADA NASABAH YANG TELAH MELUNASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59367 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaturan hukum perjanjian kredit kepemilikan rumah dan untuk mengetahui dan memahami akibat hukum terhadap Pihak Bank yang menjalankan kewajiban kepada nasabah yang telah melunasi Keredit Pemilikan Rumah. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pengaturan hukum perjanjian Kredit Pemelikan Rumah dapat dilihat berdasarkan ketetntuan peraturan perundang-undangan.&nbsp; Pengaturan terkait perjanjian kredit pada mulanya dapat dilihat dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang termuat dalam Pasal 1754 sampai dengan 1769. Selain itu, ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya dapat berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 2. Hukum bagi pihak bank yang tidak menjalankan kewajiban kepada nasabah yang telah melunasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah akibat hukum perdata dengan ancaman membayar ganti rugi, pembatalan perjanjian, dan peralihan resiko. Selain itu, adanya akibat hukum pidana berupa pidana penjara dan pidana denda serta akibat hukum administrasi yang berbentuk&nbsp; peringatan tertulis, pembatasan sebagian atau seluruh produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha, Pembekuan kegiatan usaha sebagian atau seluruhnya, Pemberhentian pengurus,&nbsp; Sanksi administratif maksimum Rp. 15 miliar,&nbsp; dan Pencabutan izin produk dan/atau layanan,&nbsp; dan/atau Pencabutan izin kegiatan usaha.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>perjanjian kredit kepemilikan rumah, kewajiban bank kepada nasabah </em></p> Rayhan Dwirangga Muthalib Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/59367 Mon, 02 Dec 2024 00:00:00 +0800