Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin pesat saat ini menimbulkan pengaruh buruk bagi pandangan dan cara berpikir masyarakat khususnya di bidang pelayanan medis. Hal itu terbukti dengan maraknya tuntutan hukum atas kasus dugaan malpraktek oleh pasien ditujukan kepada dokter. Kasus-kasus dugaan malpraktek seringkali diberitakan secara berlebihan oleh media massa. Para dokter dianggap tidak bertanggungjawab dan tidak teliti dalam menjalankan profesinya. Padahal belum tentu pemberitaan tersebut menyampaikan hal yang seutuhnya benar, justru hanya menyesatkan masyarakat yang sebenarnya membutuhkan pertolongan medis yang lebih baik. Metode penelitian untuk untuk penyusunan skripsi ini yaitu metode penelitian hukum normatif bersumber dari studi kepustakaan yang berbentuk peraturan Perundangan-Undangan di bidang kesehatan dan kedokteran sebagai bahan hukum primer. Literatur dan informasi tertulis dari internet sebagai bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier seperti kamus hukum digunakan untuk menjelaskan pengertian-pengertian yang relevan dengan topic pembahasan dalam skripsi ini. Hasil penelitian menunjukkan tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap dokter dan prosedur penyelesaian sengketa medis oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap dokter. Pertama, dasar hukum yang memberikan perlindungan hukum terhadap dokter terdapat dalam Pasal 50 Undang-Undang Praktik Kedokteran, Pasal 24 Ayat (1), jo Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 29 Undang-Undang Kesehatan, dan Pasal 24 Ayat (1) PP Tentang Tenaga Kesehatan. Kedua, MKDKI berwenang dalam menangani pelanggaran disiplin dokter. Jika ada sebuah tindakan dokter yang tergolong malpraktek, MKDKI hanya bisa berpedoman pada pelanggaran disiplin dokter. Malpraktek bisa saja terjadi akibat pelanggaran disiplin dokter tersebut. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Dokter yang telah melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional berhak mendapatkan perlindungan hukum. Dalam melaksanakan praktek kedokteran, dokter harus memenuhi Informed Consent dan Rekam Medik sebagai alat bukti yang bisa membebaskan dokter dari segala tuntutan hukum. Ada beberapa hal yang menjadi alasan peniadaan hukuman terhadap dokter, yaitu : Resiko pengobatan, Kecelakaan medik, Contribution negligence, Respectable minority rules & error of (in) judgment, Volenti non fit iniura atau asumption of risk, dan Res Ipsa Loquitur. MKDKI berwenang memeriksa dan memberi keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. MKDKI dapat menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi.