DELIK KEAGAMAAN DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
DOI:
https://doi.org/10.35796/les.v3i4.8060Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan delik agama dalam KUHP dan RUU KUHP dan apakah yang menjadi hambatan dalam penegakan hukum dan sistem pemidanaan dalam delik agama serta bagaimana keberadaan hak asasi manusia dan kebebasan beragama serta bagaimana peran negara dalam penafsiran agama. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Delik agama dalam RUU KUHP hanya melindungi kesucian agama (resmi negara) dan tidak melindungi kelompok agama minoritas. Pengaturan delik agama dalam RUU KUHP kenyataannya lebih ditujukan untuk melindungi kesucian agama yang dianut di Indonesia. Pengaturan ini tentu saja hanya untuk melindungi kesucian agama-agama resmi yang diakui oleh negara saja seperti Islam, Budha, Hindu, Katolik, Kristen dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sementara keyakinan atau kepercayaan lain di luar itu tidak mendapat jaminan di dalam RUU KUHP. 2. Penegakan hukum dalam delik agama memiliki potensi akan mengalami hambatan karena delik-delik agama norma hukumnya cenderung bersifat kabur. Hambatan lainnya berkaitan dengan pembuktian unsur-Âunsur kesalahan dalam delik agama. Dalam ketentuan sejumlah delik agama dalam RUU KUHP, unsur-unsur kesalahan yang harus dibuktikan bersifat abstrak. Dengan demikian, proses penegakan hukum juga sangat subjektif tergantung pada aliran keagamaan yang diikuti oleh bersangkutan. 3. RUU KUHP sangat rinci mengatur soal kehidupan beragama. Meski dimaksudkan agar tidak menjadi pasal karet, akan tetapi tetap saja multitafsir. Hal ini dapat mudah disalahgunakan. Sebab agama adalah hal yang abstrak karena berada di wilayah yang sangat privat dalam kehidupan manusia. RUU KUHP sangat diskriminatif terhadap agama-agama di luar agama resmi atau kelompok minoritas sehingga dapat menjadi pembenaran bagi munculnya kekerasan atas nama agama.
Kata kunci: Delik, keagamaan, pembaharuan