TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ANAK YANG DILAHIRKAN TANPA IKATAN PERKAWINAN YANG SAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana  kedudukan anak yang dilahirkan tanpa ikatan perkawinan yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang dilahirkan tanpa ikatan perkawinan sah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Menurut Undang-Undang Perkawinan, Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.[1] Sedangkan anak yang dilahirkan di luar perkawinan, merupakan anak luar kawin dan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.[2] Artinya si anak tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya, baik yang berkenaan dengan pendidikan maupun warisan. 2. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan bahwa “anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Putusan MK, terkait dikabulkannya Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan, karena hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak. Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur/administrasi perkawinannya, anak yang dilahirkan harus mendapat perlindungan hukum.
Kata kunci: Anak yang dilahirkan, tanpa ikatan perkawian yang sah.[1] Penjelasan Pasal 42. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
[2] Penjelasan Pasal 43. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan