KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI TIDAK MENGENAL SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN

Authors

  • Glandy Brayen Tawaris

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya-upaya paksa yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pemeriksaan perkara korupsi dan bagaimana ketentuan Pasal 40 Undang-undang No.30 Tahun 2002 tentang surat perintah penghentian penyidikan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Upaya paksa merupakan suatu tindakan yang bertujuan mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi sekaligus menemukan siapa tersangkanya, upaya paksa juga hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum. Untuk membantu kelancaran pemeriksaan tersebut, maka penyidik diberi kewenangan untuk malakukan penangkapan, penahanan, pengeledahan termasuk menyita barang atau benda yang berkaitan dengan tindak pidana yang diperiksa. Untuk itu UU no. 8 tahun 1981 atau yang lebih dikenal dengan singkatan KUHAP, mengatur mengenai tata cara dan prosedur yang harus diikuti oleh penyidik dalam melaksanakan tugasnya. 2. Komisi Pemberantasan Korupsi tidak mengenal tentang adanya surat perintah penghentian penyidikan atau biasa disebut SP3. Apabila Komisi Pemberantasn Korupsi sudah menetapkan seseorang sebagai tersangka maka Komisi Pemberantasan Korupsi akan membawa terus kasus tersebut ketahap praperadilan.

Kata kunci: Komisi Pemberantasan Korupsi, surat perintah, penghentian penyidikan

Author Biography

Glandy Brayen Tawaris

e journal fakultas hukum unsrat

Downloads

Published

2016-04-28