TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH DILANGSUNGKANNYA PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana bentuk perjanjian perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan bagaimana bentuk perjanjian perkawinanyang dibuat setelah perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Untuk menghindarkan terjadinya percampuran harta benda secara bulat dalam perkawinan maka undang-undang menyediakan sarananya, yaitu dengan membuat suatu perjanjian yang disebut perjanjian kawin seperti yang termaktub dalam pasal 139 KUH Perdata. Momentum mulai berlakunya perjanjian perkawinan adalah terhitung mulai tanggal dilangsungkan perkawinan. Sejak saat itu perjanjian kawin itu mengikat para pihak dan pihak ketiga. Dalam perjanjian perkawinan para pihak bebas menentukan pemisahan seluruh atau sebagian dari hartanya masing-masing. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Bab VII bagian kedua (2), penggabungan harta kekayaan yang terbatas ada dua bentuk, yaitu, Gabungan keuntungan dan kerugian, Gabungan hasil dan pendapatan.Perjanjian perkawinan harus dibuat sebelum perkawinan berlangsung dan akan berlaku setelah perkawinan dilangsungkan perjanjian perkawinan dibuat dengan akte notaris dengan ancaman batal. Suatu perjanjian perkawinan masih dapat dirubah sebelum perkawinan, dengan akta notaris dan dihadiri oleh pihak yang dahulu hadir dalam pembuatan perjanjian itu. Setelah perkawinan dilangsungkan, perjanjian perkawinan tidak boleh dirubah lagi dengan cara apapun. Perjanjian perkawinan berlaku kepada pihak ketiga sejak didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan dapat dibuat sepanjang tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tidak boleh menyimpang dari kekuasaan yang diberikan oleh Kitab Undang-undangHukum Perdata.Kepada suami, misalnya selaku kepala keluarga antara suami dan isteri tidak bertempat tinggal yang sama dan demikian juga kekuasaan orang tua, misalnya mengurus kepentingan anak mengenai kekayaan dan pendidikan. Perjanjian perkawinan tidak boleh melepaskan hak mereka atas harta peninggalan keluarga sedarah dalam garis ke bawah. 2. Perjanjian perkawinan bentuknya tertulis dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan serta helai kedua dari akta perkawinanyang didalamnyatermasuk perjanjian perkawinan disimpan pada Panitera pengadilan.Pegawai pencatat Perkawinan luar biasa dapat saja mendengarkan dan mencatat apa saja yang diperjanjikan oleh calon suami isteri dan bertanggung jawab dengan apa yang ia catat. Perjanjian perkawinan masih dapat diubah selama perkawinan asalkan hal tersebut diatur dalam perjanjian perkawinan itu dan tidak merugikan pihak ketiga. Perjanjian perkawinan tidak boleh melanggar batas hukum, agama dan kesusilaan.Perjanjian tersebut berlakusejak perkawinan dilangsungkan.
Kara kunci: perjanjian perkawinan;