TUGAS DAN WEWENANG KEJAKSAAN PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENYELESAIAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana peran Kejaksaan dalam proses pengembalian kerugian keuangan negara akibat Tindak Pidana Korupsi dan bagaimana kendala dalam proses pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, peran kejaksaan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terutama dalam upayapemulihan atau pengembalian kerugian keuangan negara dapat dilakukandengan menggunakan sarana penal dan sarana non penal. Penggunaan sarana penal yaitu mulai dari tahap penyidikan, penuntutan sampai pada tahap pelaksanaan putusan pengadilan/eksekusi (dari tahap pra ajudikasi, saat ajudikasi dan pasca ajudikasi), sedangkan penggunaan sarana non penal oleh kejaksaan yaitu melalui fungsi dan tugas Jaksa sebagai Pengacara Negara dalam perkara-perkara perdata. Untuk dapat memaksimalkan perannya seperti tersebut diatas dibutuhkan faktor-faktor penunjang antara lain berupa peraturan pelaksanaan, sumber daya manusia yang profesional, biaya operasional serta fasilitas-fasilitas yang memadai. Profesionalisme jaksa baik selaku penyidik, penuntut umum maupun eksekutor perkara Tindak Pidana Korupsi berhubungan erat dengan tanggung jawab, keahlian dan keterampilan dalam arti penguasaan teknis serta tingkat intelektual yang tinggi dengan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Praktek yang selama ini begalan menunjukkan bahwa peran ideal kejaksaan dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara akibat Tindak Pidana Korupsi belum begalan optimal. Hal itu disebabkan adanya kendala-kendala baik yang bersifat teknis, yuridis maupun kendala-kendala lainnya. Misalnya dalam menelusuri dan menemukan harta kekayaan/aset tersangka, terdakwa atau terpidana untuk dilakukan penyitaan (sebagai bagian dari tindakan penyidikan dan sebagai pelaksanaan putusan pengadilan). Jaksa penyidik dan jaksa eksekutor mengalami keraguan tentang benda-benda milik tersangka, terdakwa atau terpidana yang mana saja yang dapat disita, apakah terhadap keseluruhan harta kekayaannya dapat dilakukan penyitaan atau hanya sebatas harta kekayaan tersangka, terdakwa atau terpidana yang berada dalam rentang “tempus delict†saja. Praktek yang selama ini beijalan menunjukkan bahwa penjatuhan pidana tambahan berupa pembayaran sejumlah uang pengganti kepada terpidana Tindak Pidana Korupsi dipandang kurang efektif dalam upaya pemulihan/pengembalian kerugian keuangan negara. Disamping karena faktor perundang-undangan yang mengaturnya, hal itu juga disebabkan oleh ketidakmampuan dan ketidakmauan terpidana untuk melakukan pembayaran. Para terpidana lebih banyak memilih untuk tidak membayar uang pengganti karena mereka telah dijatuhi pidana penjara yang cukup berat bahkan pidana penjara seumur hidup.
Kata kunci: koruosi; uang pengganti;