TINJAUAN HUKUM TERHADAP KEABSAHAN PERKAWINAN YANG TIDAK DICATAT BERDASARKAN UU.NO.16 TAHUN 2019 TENTANG PERKAWINAN
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keabsahan hukum perkawinan yang tidak dicatatkan menurut hukum positif di Indonesia dan untuk mengetahui akibat hukum dari perkawinan yang tidak dicatatkan menurut hukum positif di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Perkawinan yang hanya dilakukan menurut agama saja tidak dapat dikatakan sah menurut Undang-Undang di Indonesia. Walaupun perkawinan tidak dicatat memiliki keabsahan menurut hukum agama, khususnya Islam, namun ilegal menurut hukum Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan. Saat perkawinan tidak dicatatkan maka tidak memiliki kekuatan hukum. Tidak mempunyai bukti otentik berupa buku Nikah. Sehingga dengan dianggap tidak sah menurut Undang-Undang di Indonesia karena tidak mempunyai bukti otentik atas perkawinannya pada pasal 42 dan pasal 43 Undang-Undang Perkawinan menyebutkan akan menimbulkan akibat-akibat hukum. 2. Pada perkawinan yang tidak dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku akan berdampak bagi status istri dan anak yang dilahirkan. Konsekuensi dari ketidakjelasan perkawinan ini terhadap istri adalah secara hukum, istri tidak dianggap sebagai istri yang sah, istri tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika istri meninggal dunia, istri tidak berhak atas harga gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara hukum perkawinan istri dianggap tidak pernah terjadi begitu juga dengan anak yang hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.
Kata Kunci : keabsahan perkawinan yang tidak dicatat