PEMBENTUKAN HUKUMPROGRESIF OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana Pembentuk Hukum Progresif Oleh
Mahkamah Konstitusi. (MK) dalam pengujuan UU
yang ada serta beberapa putusan yang mengatur
dan juga skripsi ini memperlihatkan betapa
pentngnya dalam mengetahui Pembentuk Hukum
Progresif Oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dengan menggunakan metode penelitian normatif,
dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Dalam melakukan pengujian konstitusionalitas
suatu undang-undang, Mahkamah Konstitusi (MK)
tidak hanya berpikir dengan pertimbangan sempit,
yaitu hanya memeriksa apakah undang-undang
tersebut bertentangan atau tidak dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Mahkamah Konstitusi harus memiliki kemampuan
untuk melihat dan menjangkau dengan perspektif
yang lebih luas. Tulisan ini memahami ini sebagai
suatu bentuk legislatif positif, yang berarti MK
tidak hanya memeriksa apakah undangundang
tersebut sesuai dengan konstitusi, tetapi juga
mempertimbangkan implikasi dan dampaknya
terhadap masyarakat dan negara secara
keseluruhan. Dengan demikian, Mahkamah
Konstitusi dapat memberikan interpretasi yang
lebih luas dan lebih bervisi dalam pengujian
konstitusionalitas, sehingga dapat mempengaruhi
kebijakan dan keputusan yang diambil oleh
pemerintah dan DPR.
2. Hukum progresif oleh Mahkamah Konstitusi
(MK) dalam pembentukan hukum telah menjadi
subjek perhatian yang signifikan dalam upaya
memajukan sistem hukum Indonesia. Hukum
progresif, yang juga dikenal sebagai "hukum prokeadilan," berfokus pada perlindungan hak-hak
setiap manusia, tanpa membedakan status atau
asal-usul. Dalam konteks ini, MK telah berperan
sebagai pengawal konstitusi yang menjamin
perlindungan hak asasi manusia, termasuk hak
anak, melalui penafsiran dan penerapan hukum
yang progresif. dalam beberapa tahun terakhir, MK
telah menghadapi tantangan dalam penerapan Hukum progresif, terutama dalam kasus-kasus
yang terkait dengan status anak di luar nikah dan
implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan. Putusan MK: Putusan
Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Hak dan
Kedudukan Anak Luar Perkawinan.5
Sebelumnya, Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1
Tahun 1974 menyatakan bahwa anak yang
lahir di luar perkawinan hanya memiliki
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya, tanpa tanggung jawab dari ayah
biologisnya. Putusan MK menyatakan bahwa
Pasal tersebut bertentangan dengan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 karena menghilangkan hubungan
perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan
sebagai ayah biologis berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. MK memutuskan
bahwa anak yang lahir di luar perkawinan
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya,
keluarga ibunya, dan laki-laki yang dapat
dibuktikan sebagai ayah biologis, termasuk
hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
Putusan ini bertujuan untuk memberikan
perlindungan hukum yang lebih adil dan setara
bagi anak yang lahir di luar perkawinan.
Kata Kunci : PEMBENTUKAN HUKUM PROGRESIF
OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI