PEMIDANAAN PERBUATAN MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN PERPU NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK MENJADI UNDANG-UNDANG (
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan normatif dan ancaman pidana perbuatan membujuk anak melakukan persetubuhan berdasarkan Pasal 81 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016; dan untuk mengetahui penerapan perbuatan membujuk anak melakukan persetubuhan berdasarkan Pasal 81 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 7163 K/Pid.Sus/2022. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan normatif dan ancaman pidana perbuatan membujuk anak melakukan persetubuhan berdasarkan Pasal 81 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, yaitu: 1) perbuatan dari orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, 2) yang dengan sengaja, 3) melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk, 4) Anak, 5) melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Sedangkan ancaman pidana merupakan ketentuan khusus, yaitu: 1) ada kata “dan” antara ancaman pidana penjara dan pidana denda, sehingga hakim harus menjatuhkan pidana penjara dan pidana denda secara kumulatif; dan 2) ada minimum khusus untuk ancaman pidana penjara. 2. Penerapan pemidanaan perbuatan membujuk anak melakukan persetubuhan Pasal 81 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 7163 K/Pid.Sus/2022 menunjukkan bahwa baik Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan pidana maupun Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung, dalam putusannya, menerapkan pidana yang berat untuk tindak pidana ini.
Kata Kunci : membujuk anak melakukan persetubuhan