https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/issue/feed LEX PRIVATUM 2024-12-04T16:15:07+08:00 Jeany Anita Kermite, SH, MH jeankermite@yahoo.com Open Journal Systems https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59006 TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA TERHADAP MARAKNYA PENYALAHGUNAAN SENJATA TAJAM DI KOTA BITUNG 2024-11-15T18:54:58+08:00 Stelha Marsela Mamile stelamamile@gmail.com <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaturan tindak pidana terhadap maraknya penyalahgunaan senjata tajam di kota Bitung berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan untuk mengetahui penegakan Hukum penyalahgunaan senjata tajam di kota Bitung. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Undang-Undang No. 12 Tahun 1951 menjadi payung hukum yang mengatur mengenai senjata tajam dan acuan bagi masyarakat untuk tidak melakukan hal yang tercantum dalam Undang-Undang. Dalam payung hukum tersebut masyarakat diatur hak dan kewajibannya dalam kepemilikan senjata tajam di wilayah hukum Indonesia. Dalam Undang-undang juga dijelaskan seperti pengancaman dan penyerangan yang dapat dikenakan sanksi pidana. Yang menjadi persoalan adalah meskipun undang-undang sudah mengatur mengenai senjata tajam terutama ber benda tajam/ penikam/ penusuk, beberapa masyarakat atau bisa kita sebut para oknum masih melakukan penyalahgunaan sajam dengan alasan/kasus yang beragam. 2. Penegakan hukum dalam kepemilikan senjata tajam dilakukan oleh kepolisian dengan melakukan razia, Sanksi dalam kepemilikan senjata tajam sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Darurat yaitu penjara maximal 10 tahun, namun keputusan mengenai sanksi yang akan diberikan tergantung pada hakim yang memutuskan perkara tersebut. Penegakan hukum penyalahgunaan senjata tajam harus terus dilakukan, karena masih ada masyarakat yang tidak bisa mengendalikan diri mereka dalam menyalahgunakan senjata tajam dengan alasan beragam terutama karena dendam dan kecemburuan sehingga berujung melakukan tindak pidana salah satunya membunuh dengan pisau dan benda penusuk lainnya.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>penyalahgunaan senjata tajam, kota bitung</em></p> 2024-11-15T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59007 IMPLEMENTASI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS DALAM PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN DI INDONESIA 2024-11-15T18:59:07+08:00 Florency Victoria Tulandi florencit@gmail.com <p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan terkait Sustainable Development Goals dalam pemenuhan hak pendidikan dan untuk menganalisis implementasi dari tujuan <em>Sustainable Development Goals </em>terkait <em>Quality Education</em> dalam pemenuhan hak pendidikan di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Secara general, pengaturan SDGs mengenai pemenuhan hak pendidikan dilakukan atas dasar jika pendidikan merupakan komponen krusial untuk menghadapi transformasi global sehingga dilakukan sepanjang hidup. 2. Pada sistem hukum Indonesia, implementasi <em>quality education </em>sebagai goals 4 SDGs ditunjukkan dalam kebijakan hukum maupun program-progam pemerintahan. Pada tataran regulatif, implementasi <em>quality education</em> terdapat pada, <em>pertama</em>, Pasal 28C ayat (1) UUD NRI 1945 yang menegaskan jika hak atas pendidikan merupakan hak konstitusional setiap warga negara. <em>Kedua</em>, Pasal 12 dan Pasal 60 ayat (1) UU No.39/1999 menegaskan jaminan pendidikan bagi setiap orang dan setiap anak demi mengembangkan potensinya. <em>Ketiga</em>, UU No.20/2003 sebagai aturan komprehensif yang memberikan kepastian hukum dalam mengaktualisaikan kebijakan pendidikan yang diadakan secara demokrasif, terstruktur dan meningkatkan kualitas masyarakat. <em>Keempat</em>, PP No.57/2021 sebagi peratlan pelaksana yang mengakomodir standar nasional dalam merealisasikan pendidikan demi kemajuan bangsa.</p> <p>Kata Kunci : <em>SDGs, pemenuhan hak pendidikan di indonesia</em></p> 2024-11-15T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59008 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI AHLI WARIS YANG BELUM DEWASA DALAM SISTEM HUKUM PERDATA DI INDONESIA (Studi Kasus Hak Waris Anak Yang Belum Dewasa) 2024-11-15T19:03:52+08:00 Faila Farastia Maramis failamaramis@gmail.com <p>&nbsp;</p> <p>&nbsp;Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum terhadap ahli waris anak yang belum dewasa dan bagaimana penyelesaian sengketa bagi ahli waris yang belum dewasa, dengan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan:</p> <ol> <li>Sebagai ahli waris golongan satu maka hak warisnya diutamakan dan ahli waris golongan lainnya dikecualikan. Namun, apabila anak yang ditinggalkan orang tuanya masih di bawah umur dan belum mempunyai cakap hukum, maka diperlukan wali. Perwalian ini merupakan bentuk perlindungan terhadap kepentingan dan hak warisnya sampai ia cukup umur untuk mempunyai kapasitas hukum, hal ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dan menjadi landasan hukum bagi pengangkatan wali dan pengawasan pengelolaan harta kekayaan. Prinsip-prinsip seperti kepentingan terbaik bagi anak, tanggung jawab fidusia wali, serta transparansi dan akuntabilitas tindakan wali merupakan landasan penting dalam menjalankan perwalian anak yatim.</li> <li>Penyelesaian sengketa harta warisan tidak selalu berjalan dengan sempurna, jika merasa pembagian tidak adil maka disitulah letak terjadinya sengketa para ahli waris, pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan proses Penyelesaian melalui (litigasi) di dalam pengadilan, dan proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi). Proses litigasi biasanya menghasilkan kesepakan yang bersifat advirsial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menambah masalah baru, &nbsp;lamban dalam penyelesainnya. Sebaliknya, melalui proses diluar pengadilan menghasilkan kesepakatan yang bersifat “win-win solution”, menyelesaikan koprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik.</li> </ol> <p>Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Ahli Waris, Belum Dewasa.</p> 2024-07-15T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59009 ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN TUNJANGAN TERHADAP PEKERJA TELLER BANK TIDAK TETAP 2024-11-15T19:11:55+08:00 Gloria Christy Bansaleng gloriach@gmail.com <p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara yuridis normatif mengenai pemberian tunjangan terhadap pekerja teller bank tidak tetap. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual yang menitikberatkan pada kajian terhadap regulasi yang berlaku serta penerapannya terhadap pekerja dengan status pekerjaan tidak tetap. Penelitian ini mengidentifikasi masalah hukum yang berkaitan dengan kewajiban pemberian tunjangan, termasuk jenis tunjangan yang seharusnya diberikan kepada pekerja teller bank tidak tetap berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan lainnya yang relevan. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji perlindungan hukum bagi pekerja tidak tetap dan perbandingan antara tunjangan yang diterima oleh pekerja tetap dan tidak tetap. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun secara tegas tidak ada kewajiban yang secara eksplisit mengatur tunjangan untuk pekerja tidak tetap, namun berdasarkan prinsip keadilan dan asas perlindungan tenaga kerja, pemberian tunjangan terhadap pekerja tidak tetap seharusnya tetap dilakukan, dengan memperhatikan kesetaraan hak antara pekerja tetap dan tidak tetap. Penelitian ini juga merekomendasikan perlunya penyesuaian regulasi atau penegakan aturan yang lebih jelas mengenai hak-hak pekerja tidak tetap dalam hal pemberian tunjangan.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: Perbankan, Pegawai, Tunjangan Kerja, dan Perjanjian Kerja</p> 2024-11-15T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59280 PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGI PELAKU USAHA MIKRO INDUSTRI RUMAHAN YANG MELAKUKAN PENCEMARAN TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA TOMOHON 2024-11-25T19:30:35+08:00 Stevanus Abraham Wawo wawo@gmail.com <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan sistem bagi pelaku usaha mikro industri rumahan dalam mengelolah dampak lingkungan dan untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi administratif terhadap pelaku usaha mikro industri rumahan yang melakukan pencemaran lingkungan. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Usaha Mikro Industri Rumahan dapat memiliki dampak lingkungan yang signifikan jika tidak dikelola dengan baik. Dampak lingkungan yang ditimbulkan berupa pencemaran air, udara, laut, tanah, kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan iklim. Usaha atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal. 2. Penerapan sanksi administrasi terhadap pelaku usaha mikro industri rumahan yang melakukan pencemaran lingkungan seperti teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, pencabutan izin lingkungan dan denda administratif dijatuhkan oleh pemerintah tanpa melalui proses pengadilan terhadap pelaku usaha atau kegiatan yang melanggar ketentuan administrasi di bidang lingkungan hidup.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>sankisi</em> <em>administratif, pelaku usaha mikro industri rumahan, pencemaran lingkungan, kota tomohon</em></p> 2024-11-09T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59321 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PEMBELIAN APARTEMEN DENGAN SISTEM PRE PROJECT SELLING 2024-11-26T21:37:50+08:00 Arisigit Djafar ArisigitDjafar@gmail.com <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen atas penjualan apartemen dengan sistem pre project selling dan untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab pihak pengembang atas penjualan apartemen dengan sistem pre project selling. Dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Perlindungan hukum bagi konsumen yang membeli atau memiliki rumah susun dengan sistem penjualan pra proyek diatur oleh UURS dan UUPK. Perlindungan termasuk hak dan kewajiban kedua belah pihak, klausul baku dalam perjanjian, syarat-syarat developer, dan sanksi hukum seperti administratif, perdata, dan pidana beserta penyelesaian sengketa. 2. Tanggung jawab pihak pengembang atas penjualan apartemen dengan sistem pre project selling, pengembang (sebagai pelaku usaha) memiliki tanggung jawab terhadap konsumen atas kerugian yang mungkin dialami oleh konsumen (sebagai pembeli/pemilik). Tanggung jawab pengembang dalam pre project selling ada sejak tahap pra transaksi, tahap transaksi, dan sampai pada tahap pasca transaksi. Pengembang, sebagai pelaku pembangunan, dapat dimintakan pertanggungjawaban berdasarkan UURS jo. UUPK atas kerugian yang dialami oleh konsumen. Kata Kunci : perlindungan hukum, konsumen, pembelian apartemen, sistem pre project selling</p> 2024-11-09T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59323 PEMBERLAKUAN KETENTUAN PIDANA DI BIDANG TELEKOMUNIKASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 19991 2024-11-26T22:13:57+08:00 Dominique Kiroyan dominic@gmail.com <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji pemberlakuan ketentuan pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi serta untuk mengetahui dan mengkajibentuk-bentuk tindak tindak pidana apabila dilakukan oleh pelaku tindak pidana dapat dikenakan ketentuan pidana di bidang telekomunikasi. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pemberlakuan ketentuan pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, seperti diantaranya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Ketentuan Pidana. Pasal 47. Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp600.000.000,00. Pasal 48. Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan atau denda paling banyak Rp100.000.000,00. Pasal 49. Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan atau denda paling banyak Rp200.000.000,00. 2. Bentuk-bentuk tindak tindak pidana apabila dilakukan oleh pelaku tindak pidana dapat dikenakan ketentuan pidana di bidang telekomunikasi, seperti diantaranya bentuk-bentuk tindak pidana Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi seperti Pasal 48. Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan atau denda paling banyak Rp.l00.000.000,00. Kata Kunci : ketentuan pidana, bidang telekomunikasi&nbsp;</p> 2024-11-09T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59386 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERAHASIAAN DATA PASIEN DALAM APLIKASI LAYANAN KESEHATAN ONLINE YANG DISALAHGUNAKAN 2024-12-03T16:05:21+08:00 Christian Daniel Tombokan ChristianTombokan@gmail.com <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaiman bentuk perlindungan hukum terhadap kerahasiaan data pasien dalam aplikasi layanan kesehatan <em>online</em> dan untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi terhadap Aplikasi layanan kesehatan <em>online </em>yang disalahgunakan. Dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Perlindungan hukum terhadap kerahasiaan data pribadi pasien <em>telemedicine</em> dalam aplikasi layanan kesehatan <em>online</em> yang termuat dalam rekam medis elektronik&nbsp; mengacu pada UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Bahwa data pasien berupa data pribadi dalam &nbsp;rekam medis wajib untuk dilindungi dan memastikan keamanan data pribadi yang berada di bawah sistemnya oleh fasilitas pelayanan kesehatan penyedia layanan <em>telemedicine.</em> 2. Penyalahgunaan data pasien dalam aplikasi layanan kesehatan<em> online</em> dapat diterapkan sanksi terhadap aplikasi layanan kesehatan <em>online</em> sesuai ketentuan yang diatur, baik dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi maupun dalam UU ITE dan Peraturan Perundang-undangan terkait lainnya yang menyebutkan secara tegas tentang sanksi bagi setiap penyelenggara sistem elektronik termasuk fasilitas pelayanan kesehatan&nbsp; yang melakukan penyalahgunaan data pasien. Penerapan sanksi dilakukan dalam bentuk pembayaran ganti rugi, pencabutan izin sampai pada sanksi pidana penjara dan denda.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci : <em>kerahasiaan data pasien, aplikasi layanan kesehatan online</em></p> 2024-12-02T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59387 PEMIDANAAN TERHADAP PERBUATAN MEMBANTU PELARIAN PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG MENURUT PASAL 23 UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 2024-12-03T16:17:26+08:00 Juan Endrico Gosal juangosal@gmail.com <p>Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, rumusan tindak pidana ditempatkan dalam dua bab, yaitu dalam Bab II: Tindak Pidana Perdagangan Orang (Pasal 2 sampai dengan Pasal 18), dan Bab III: Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Pasal 19 sampai dengan Pasal 27). subjek tindak pidana dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan subjek tindak pidana dalam Undang Undang Nomor 21 Taun 2007 pada umumnya, telah lebih luas dari pada subjek tindak pidana dalam KUHP yang terbatas pada manusia atau orang perseorangan saja. Unsur ini, “yang membantu pelarian pelaku tindak pidana perdagangan orang dari proses peradilan pidana”, adalah unsur perbuatan pidana yang dilakukan. Pelarian dari sudut bahasa sehari-hari, yaitu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berarti “perihal melarikan diri”, sehingga pelarian dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 ini berarti pelarian atau melarikan diri dari proses peradilan pidana. Pelarian atau perihal melarikan diri ini misalnya dengan pindah tempat tinggal secara diam-diam sehingga tidak dapat ditemukan oleh penegak hukum, atau berangkat ke luar negeri sehingga tidak dapat ditangkap penegak hukum, dan sebagainya. Pemidanaan menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, merupakan ketentuan khusus terhadap ketentuan umum dalam KUHP, yaitu menggunakan cara keharusan kumulasi antara pidana penjara dan pidana denda serta adanya minimum khusus untuk pidana penjara dan minimum khusus untuk pidana denda. Kata kunci: Pemidanaan Terhadap Perbuatan Membantu Pelarian Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007</p> 2024-12-02T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59388 PENGATURAN HUKUM TERHADAP PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA BITUNG BERDASARKAN PERATURAN WALIKOTA BITUNG NOMOR 21 TAHUN 2022 2024-12-03T16:25:03+08:00 Brian Elvry Jeremy Samson briansamson071@studen.unsrat.ac.id <p>Negara Indonesia merupakan negara yang menganut sistem negera kesejahteraan yang dimana tugas dari pemerintah adalah mensejahterakan rakyatnya dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan penyerapan tenaga kerja sebanyak banyaknya. Penyandang disabilitas merupakan warga negara yang sering kali dianggap tidak mampu dalam melakukan pekerjaan sehingga jarang diterima untuk bekerja. Hal ini bertentangan dengan alinea ke 4 UUD, serta pasal 5 UU Ketenagakerjaan, dan pasal 53 UU Penyandang Disabilitas. Di kota Bitung sendiri tenaga kerja penyandang disabilitas masih kurang dilibatkan dalam dunia pekerjaan, oleh karena itu penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui hak dari pekerja penyandang disabilitas serta implementasi dari hak kuota pekerjaan bagi penyandang disabilitas. Metode penelitian yang digunakan yakni metode Yuridis Normatif atau Legal Research, yakni penelitian terhadap bahan-bahan hukum berupa Peraturan perundang-undangan, artikel/jurnal, atau sumber lainya. Pada kesimpulannya peraturan hukum bagi pekerja penyandang disabilitas di Indonesia sudahlah baik dalam mengakomodasi kebutuhan serta mendorong pemberdayaan dari penyandang disabilitas itu sendiri. Implementasi hak kuota pekerjaan bagi penyandang disabilitas masih sangat sedikit yakni penyerapan tenaga kerja disabilitas tidak melebihi 1% dari seluruh jumlah penyandang disabilitas di kota Bitung. Saran, bahawa pihak-pihak yang terikat dengan hak penyandang disabilitas yakni dinas sosial, dinas tenga kerja, dan pihak swasta dapat memaksimalkan kapsitas mereka dalam memenuhi kewajiban yang terkait hak pekerja penyandang disabilitas.</p> 2024-12-03T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59389 ANALISIS KEDUDUKAN JAKSA SEBAGAI PENUNTUT UMUM TERHADAP PEMENUHAN HAK RESTITUSI PADA ANAK KORBAN KEJAHATAN 2024-12-03T17:32:44+08:00 Agnes Michella Kapugu AgnesKapugu@gmail.com <p>Jaksa sebagai penuntut umum memiliki peran strategis dalam sistem peradilan pidana, khususnya terkait pemenuhan hak restitusi bagi anak korban kejahatan. Restitusi merupakan bentuk ganti rugi yang diberikan kepada korban oleh pelaku atas kerugian yang dialami, mencakup kerugian materiil maupun immateriil. Analisis ini berfokus pada kedudukan jaksa sebagai aktor utama yang memastikan hak restitusi anak korban kejahatan dapat direalisasikan secara efektif dalam proses hukum. Kajian ini mencakup tinjauan normatif terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, seperti Undang-Undang Perlindungan Anak dan peraturan terkait restitusi. Selain itu, penelitian ini membahas peran jaksa dalam mendampingi korban, mengajukan tuntutan restitusi di pengadilan, serta hambatan yang dihadapi dalam implementasinya, seperti rendahnya kesadaran hukum, keterbatasan teknis, dan tantangan dalam pelaksanaan putusan pengadilan. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun terdapat perangkat hukum yang memadai, pemenuhan hak restitusi anak korban kejahatan seringkali terkendala pada aspek implementasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif antara jaksa, lembaga peradilan, dan instansi terkait untuk mengoptimalkan perlindungan anak dalam konteks hak restitusi.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata Kunci: Jaksa, Penuntut Umum, Restitusi, Anak Korban Kejahatan, Perlindungan Hukum.</p> 2024-12-02T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59400 PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH JAKSA DIKAITKAN DENGAN PENGEMBALIAN KEUANGAN NEGARA 2024-12-04T15:00:05+08:00 Aski Yesta Tumbel askitumbel@gmail.com <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana aturan hukum yang mengatur tentang tentang penghentian penyidikan tindak pidana korupsi dan untuk mengetahui dan memahami proses penghentian penyidikan setelah tersangka mengembalikan kerugian keuangan negara. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pasal 109 ayat (2) KUHAP yang berbunyi “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.”42 Namun, Pasal 40 ayat (4) UU No. 19 Tahun 2019 yang berbunyi: “Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicabut oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.” 2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 4 menjelaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku, akan tetapi dapat dijadikan sebagai bahan keringanan oleh pelaku di dalam persidangan.</p> <p>Kata Kunci : minuman keras, kota manado</p> 2024-12-02T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/59402 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PASAL 531 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MEMBIARKAN ORANG YANG SEDANG MENGHADAPI MAUT 2024-12-04T16:15:07+08:00 Reynold S. Manoppo reynoldmanopo@gmail.com <p>Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara pasti bagaimana pengaturan hukum beserta penjatuhan sanksi pidana bagi yang meninggalkan membutuhkan orang pertolongan pada dan saat untuk mendapatkan gambaran secara pasti tentang penerapan Pasal 531 KUHP di dalam kehidupan bermasyrakat. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pasal 531 KUHP menegaskan bahwa individu yang menyaksikan keadaan bahaya maut memiliki kewajiban untuk memberikan pertolongan. Pertolongan ini dapat berupa tindakan langsung untuk menyelamatkan atau menghubungi pihak berwenang. Namun, kewajiban ini hanya berlaku jika tindakan tersebut tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain. Sanksi yang diatur dalam Pasal 531 KUHP berupa pidana kurungan maksimal tiga bulan atau denda, bertujuan untuk menegakkan kewajiban sosial dalam memberikan pertolongan. 2. Pasal 531 KUHP mengharuskan individu untuk memberikan pertolongan kepada orang yang menghadapi maut, baik melalui tindakan langsung atau dengan menghubungi pihak berwenang, asalkan tindakan tersebut tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain. Ini menggarisbawahi bahwa hukum tidak hanya mengatur aspek formal tetapi juga tanggung jawab moral individu. Penerapan Pasal 531 KUHP menghadapi banyak tantangan karena definisi “keadaan maut” yang bervariasi dan sulit untuk ditentukan dalam setiap kasus. Kata Kunci : membiarkan orang yang sedang menghadapi maut, pasal 531 KUHP</p> 2024-12-02T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024