KEDUDUKAN SAKSI DE AUDITU DALAM PRAKTIK PERADILAN MENURUT HUKUM ACARA PIDANA

Authors

  • Asprianto Wangke

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan saksi De Auditu menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan bagaimana fungsi keterangan saksi De Auditu dalam sistem pembuktian tindak Pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan alat-alat bukti dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah ditentukan secara limitatif. Artinya, tidak boleh ada alat bukti yang lain selain yang ditentukan oleh undang-undang. Alat-alat bukti yang ditentukan oleh KUHAP terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Hakim terikat dengan alat-alat bukti tersebut, kalaupun hakim menyimpang dari ketentuan KUHAP tersebut, maka berkonsekuensi tidak sahnya alat bukti tersebut, kecuali penggunaan alat bukti diluar ketentuan KUHAP tersebut telah ditentukan lain oleh undang-undang (khusus). Namun setelah dikeluarkannya putusan MK No 65/PUU-VIII/2010 yang berimplikasi pada perluasan makna dari saksi, sehingga saksi de auditu dapat dihadirkan dan di dengar keterangannya oleh hakim di persidangan. 1. Fungsi Keterangan saksi de auditu dalam hukum pembuktian di Indonesia pada prinsipnya dalam hukum Indonesia keterangan saksi de auditu tidak mempunyai kekuatan sebagai alat bukti saksi, baik dalam acara perdata maupun dalam acara pidana. Tetapi, secara umum dapat juga dikatakan bahwa keterangan saksi de auditu tersebut sebenarnya dapat menjadi alat bukti langsung (dalam acara perdata) dan alat bukti persangkaan dalam acara perdata atau alat bukti petunjuk dalam hukum acara pidana. Keterangan saksi de auditu sebenarnya dapat dipakai sebagai alat bukti petunjuk dalam acara pidana atau alat bukti persangkaan dalam acara perdata. Untuk itu, patut dipertimbangkan oleh hakim kapan saatnya keterangan saksi de auditu dapat digunakan sebagai alat bukti petunjuk atau persangkaan tersebut. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya tidak memberikan batasan yang cukup jelas mengenai sejauh mana nilai keterangan seseorang dapat dijadikan sebagai saksi. Pertimbangan hakim yang diberikan oleh majelis hakim yang memutuskan perkara tersebut hanya menjelaskan bahwa nilai kesaksian saksi bukanlah terletak apakah dia melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa. Namun, terletak pada sejauh mana relevansi kesaksian yang diberikan terhadap perkara yang sedang berjalan.

Kata kunci: Kedudukan Saksi De Auditu, Sistem Peradilan Acara Pidana.

Author Biography

Asprianto Wangke

e journal fakultas hukum unsrat

Downloads

Published

2017-08-08

Issue

Section

Articles