PERBUATAN SUAP TERHADAP PEJABAT PUBLIK DAN TANGGUNG JAWAB MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan pengaturan perbuatansuap sebagai tindak pidana korupsi dan bagaimana pertanggungjawaban pejabat publik terhadap perbuatan suap. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Korupsi suap (bribery omkoping) telah diatur dalam Pasal 209 KUHP kemudian dijadikan Pasal 5 dan Pasal 5 ayat-ayatnya dalam Undang-Undang No.31 Tahun 1999 perubahannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dalam rangka mencegah dan memberantas praktik-praktik suap yang melibatkan pegawai negeri atau penyelenggara negara. Berlakunya Undang-Undang No.31 Tahun 1999 perubahannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, maka ketentuan Pasal 209 KUHP menjadi tidak berlaku lagi. 2. Pertanggungjawaban pejabat publik mengikuti jabatannya, semakin tinggi dan strategis jabatannya, semakin besar pula nilai yang dapat menjadi penyebab timbulnya korupsi suap. Pertanggungjawabannya tidak hanya kepada yang bersangkutan (pejabat publik) oleh karena istri, anak maupun orang lain yang terkait dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum khususnya dalam perampasan harta benda yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
Kata kunci: Suap, pejabat publik, tanggung jawabFull Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.