JAKSA SEBAGAI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PRAPENUNTUTAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

Andriano Engkol

Abstract


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan prapenuntutan dalam hukum acara pidana dan bagaimana prapenuntutan dalam KUHAP setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative disimpulkan: 1. Prapenuntutan memiliki dua sisi, yaitu: di satu sisi, lembaga prapenuntutan merupakan konsekuensi kedudukan polisi sebagai pejabat utama tahap penyidikan sehingga tersangka tersangka tidak perlu diperiksa berulang-ulang, yaitu setelah pemeriksaan polisi kemudian diperiksa lagi oleh jaksa, sehingga merupakan upaya perlindungan memberikan perlindungan yang lebih baik kepada Hak Asasi Manusia tersangka. Di lain sisi, praperadilan dengan konsekuensi-konsekuensinya, dapat dipandang tidak praktis karena justru dapat memperlambat atau menghambat proses beracara pidana. 2. Pemeriksaan tambahan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pada hakekatnya merupakan pengembalian sebagian wewenang penyidikan tindak pidana umum kepada Jaksa Penuntut Umum. Tujuan pemeriksaan tambahan ini, yaitu: meletakkan kemungkinan terjadinya citra buruk dalam penegakan hukum pidana karena terhambatnya penegakan hukum pidana akibat bolak baliknya berkas perkara antara Polisi dan Jaksa yang kemungkinan penghentian penuntutan karena pertimbangan prosedur semata-mata, serta agar Jaksa Penuntut Umum benar-benar memahami kasus yang ditangani.

Kata kunci: Jaksa, penuntut umum,prapenuntutan

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.