WEWENANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA GRATIFIKASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002

Frido Stevan Karundeng

Abstract


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan gratifikasi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia dan bagaimana wewenang KPK dalam penyidikan tindak pidana gratifikasi berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Pengaturan gratifikasi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, secara khusus diatur dalam Pasal 12B an 12C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, di mana setiap gratifikasi kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Gratifikasi yang nilainya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap, dilakukan oleh penerima gratifikasi. Yang nilainya kurang dari Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. Apabila penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. 2. Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyidikan tindak pidana gratifikasi sebagai tindak pidana korupsi terutama yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain terutama yang mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang menetapkan status kepemilikan gratifikasi yang dilaporkan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi.

Kata kunci: Wewenang, Komisi Pemberantasan Korupsi, Penyidikan, Tindak Pidana, Gratifikasi.

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.