PEMBUKTIAN TERBALIK OLEH TERDAKWA KASUS KORUPSI DITINJAU DARI HUKUM HAK ASASI MANUSIA

Rio Ray Mandagi

Abstract


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pembuktian terbalik oleh terdakwa dalam kasus korupsi ditinjau dari hak asasi manusia dan bagaimanakah sumber-sumber hukum yang ada mengatur tentang masalah pembuktian terbalik.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Penjelasan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 dikatakan pengertian pembuktian terbalik yang terbatas dan berimbang, yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istrinya atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya. 2. Dasar hukum yang mengatur tentang masalah pembuktian terbalik dalam kasus korupsi didasarkan atas sistem yang diatur dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-undang No. 20 Tahun 2001 dan sekaligus dengan sistem KUHAP. Penerapan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang dengan menggunakan sistem pembuktian negatif menurut undang-undang (negatief wettelijk overtuiging).

Kata kunci: Pembuktian terbalik, terdakwa, korupsi, hak asasi manusia.

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.35796/les.v3i9.10175

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.