HAK TERPIDANAN MATI DALAM MENGAJUKAN PERMOHONAN GRASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI

Astuty R. Nou

Abstract


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum mengenai hak terpidana mati dalam mengajukan permohonan grasi dan bagaimana tata cara penyelesaian permohonan grasi oleh terpidana mati atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Terpidana mati diberikan kebebasan untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak untuk mengajukan permohonan grasi terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, banding dan kasasi baik pengadilan di lingkungan peradilan umum atau pengadilan di lingkungan peradilan militer yang memutus perkara pidana. Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati. Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan terpidana setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung. 2. Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Keputusan Presiden dapat berupa pemberian atau penolakan grasi. Jangka waktu pemberian atau penolakan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya pertimbangan Mahkamah Agung. Keputusan Presiden disampaikan kepada terpidana dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak ditetapkannya Keputusan Presiden.

Kata kunci: Hak terpidana mati, permohonan, grasi

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.35796/les.v4i2.11212

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.