TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH TERPIDANA MATI
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah aspek hukum pidana terhadap pengaturan transplantasi organ tubuh manusia di Indonesia dan bagaimanakah konsekuensi hukum bagi dokter yang melakukan transplantasi organ tubuh terpidana mati. Dengan penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa transplantasi adalah merupakan suatu usaha yang mulia, suatu tindakan yang mulia, dimana seorang donor memberikan sebagian tubuhnya atau organ tubuhnya untuk menolong pasien yang mengalami kegagalan fungsi organ tertentu, sudah diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan dalam PP No. 18 Tahun 1981, selain itu walaupun tidak secara khusus namun juga diatur dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, aturan-aturan hukum ini terdapat di luar KUHP sedangkan dalam KUHP diatur atau tercermin dalam Pasal 204, Pasal 205 dan Pasal 206. Namun disamping itu dokter yang melakukan transplantasi organ tubuh terpidana mati, pada dasarnya harus memperhatikan aspek medik, aturan hukum yang berlaku dan bagaimana donor terpidana mati. Yang bisa dilihat dari aspek medik, dokter harus tetap mengingat bahwa walaupun iptek kedokteran sudah sedemikian maju namun sampai detik ini hanya ada tiga jenis organ yang dapat dipindahkan dari donor hidup dari satu tubuh ke tubuh orang lain dan hanya transplantasi homologous yang bisa dilakukan dari donor yang sudah meninggal atau jenazah dan aturan hukum yang berlaku adalah tetap yang berlaku umum bagi dokter, yakni berdasarkan dua unsur pokok yaitu: standar profesi medik dan informed consent untuk donor maupun resipien.
Kata Kunci : Transplantasi, Terpidana Mati
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.35796/les.v1i1.1318
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.